#SaveCiremai VS #HebohCiremai dan RUU tentang Panas Bumi


Gunung Ciremai dilihat dari Persawahan Belakang Rumah Orangtua
Sebagian besar dari kita mungkin sudah mendengar tentang heboh isu "Gunung Ciremai dijual kepada PT Chevron". Saya sendiri mendapatkan broadcast dengan hashtag #SaveCiremai tersebut. Selengkapnya berikut saya kutip:



Save Gunung Ceremai 'Usir Chevron':

Kawan/sahabat sekarang beredar kabar demikian di public kuningan,mulai politisi,wartawan sampai pejabat kuningan: #SAVE CIREMAI - Kawasan TNGC melalui SK Menhut RI No. 424/Menhut-II/2004 tgl. 19/10/2004 merupakan gerbang masuk perusahaan Amerika Serikat yaitu PT. Chevron Geothermal yg akn membangunkan Ciremai yg tertidur selama 77 th, Pemerintah tlh menjual Gunung Ciremai dg harga 60T kpd Chevron corporation yg bergerak di bdg Gheotermal (panas bumi), Palutungan adlh gerbang utama utk mengeksploitasi gunung terbesar di Jawa Barat tsb. Sedangkn Majalengka dan cirebon akn terkena dampaknya,yaitu: 1) Keluarnya campuran beberapa gas, diantaranya karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), metana (CH4), dan amonia (NH3). 2) Pencemar-pencemar tsb jika lepas ikut memiliki andil pada pemanasan global, hujan asam, dan bau yg tdk sedap serta beracun. 3) Pembangunan pembangkit juga merusak stabilitas tanah. 4) Pasokan air bersih berkurang. 5) Adanya gempa minor, yg mengakibatkan gunung meletus. Dan perlu diketahui menurut pilot kawakan Indonesia di tahun 80 hinga 90'n, ciremai jarang di lewati oleh pesawat, apalagi berputar di lereng ciremai, bukan krn mitos "ciremai itu angker" tapi di karenakan, adanya sambaran petir yang berwal dari dua arah, yaitu atas dan bawah. Jika dari atas, itu sangat wajar. Jika dari bawah? Itu tandanya ciremai mengandung emas dan juga uranium! Mereka bkn hanya bergerak di bidang gheotermal saja, mereka ingin mengeruk semua kekayaan alam kita! Pemerintah mempermudah jln bagi Chevron corporation untk menembus, gunung ciremai. Relakah Ciremai dibeli seharga 60T? Indonesia Bak Tamu di Negeri Sendiri, Mengunggah Senyum Walau Sebenarnya Geram, Kaku Saat Tanah Emas Papua di Kuras Freeport, Kelu Saat Blok Cepu di Sedot Exon. Dan Skrg Chevron Siap Mmbuat CACAT Ciremai.... Dan saat ini lereng Ciremai dlm pengawasan ketat TNI dibantu CIA, BIN dan USAID.Sebarkan BC ini.#shr ke semua kontak bm km, klo kalian peduli tnh air.
Hmm, saya sih tidak akan mengupas lebih lanjut isi BC tersebut yang kemudian sudah diklarifikasi langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Bpk Aher lewat akun twitternya dengan hashtag #HebohCiremai. Pada intinya Bpk Aher memastikan bahwa semua berita tersebut adalah HOAX. Tidak boleh ada pemanfaatan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Ciremai selain untuk sektor Kehutanan, apalagi dijual. Hal itu sesuai dengan SK Menhut 424/2004 tentang penetapan kawasan hutan Gunung Ciremai sebagai Taman Nasional. SK tersebut bukan untuk membuka perusahaan asing masuk, justru untuk melindungi Ciremai sebagai Taman Nasional. Yang mungkin dimanfaatkan adalah kekayaan Geothermal yang ada diluar Taman Nasional. Dan seluruh potensi Geothermal itu ada diluar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Geothermal adalah sumber Energi Listrik yg paling ramah lingkungan, energi terbarukan dan sangat diperlukan utk kehidupan. mengoptimalkan Geothermal akan mengurangi ketergantungan kita pada Energi fosil yang tdk terbarukan & tdk ramah lingkungan. Geothermal menuntut kondisi hutan yang terpelihara dg baik, karena sangat tergantung pada suplai air. Geothermal sama sekali tidak mengeluarkan gas beracun seperti yang diisukan. Geothermal bukan barang baru di Jawa Barat mengingat  Jawa Barat adalah penghasil Geothermal terbesar di Indonesia. Geothermal yg selama ini sdh berjalan adalah di Gn Salak, Wayang Windu, Kawah Darajat, Kawah Kamojang, Karaha Bodas Patuha dan yang sedang proses di Tangkuban Parahu, Tampomas Sumedang dan Cisolok Sukabumi. Tidak ada pengusiran penduduk, Geothermal jauh dari kawasan penduduk, justru akan memberi manfaat besar bagi masyarakat. Seperti pengembangan ekonomi, pariwisata, pembangunan infrastruktur, dan lapangan kerja di sekitar kawasan geotherma. Belum ada pemnenag tender utk Ciremai,  siapapun pemenangnya harus bekerjasama dg BUMD Jabar, dan seterusnya.

Energi Panas Bumi/Geothermal

Jadi apa sih Geothermal atau energi panas bumi ini?? Beikut pendapat seorang ahli Geothermal
Geothermal adalah energi bersih yg disiapkan oleh Allah utk bangsa Indonesia (40% cadangan geothermal dunia diberikan Allah di sini, di negeri kita). Energi geothermal dapat dimanfaatkan terutama utk membangkitkan energi listrik. Di samping juga dapat digunakan utk pemanfaatan panas secara langsung (direct uses) spt utk pengeringan hasil pertanian, perkebunan, budidaya jamur, pemanasan proses pembuatan gula aren, dlsb.
Energi geothermal memiliki kadar emisi karbon sangat kecil, shg bisa disebut “clean energy”. Bahkan pengembangan energi ini tergolong mampu menurunkan emisi karbon dunia. Karakteristik energi ini tidak bisa diekspor, shg harus digunakan utk penduduk negeri di mana geothermal itu berada. Tidak seperti minyak, gas, batubara, dan mineral yg bisa diangkut ke luar negeri. Energi ini juga dapat diperbaharui (renewable) dengan cara menginjeksikan kembali air (kondensasi) ke dalam reservoir. Sehingga tidak merusak lingkungan. Tidak ada limbah yang dibuang ke lingkungan. Sehingga reservoir tetap stabil. (sumber : @rivantriyuono)

Dari gambaran di atas dan mengingat sumber daya energi fosil yang makin menipis, maka pemanfaatan energi Geothermal menjadi suatu alternatif yang relatif menjanjikan di masa depan setidaknya untuk beberapa alasan antara lain: potensi energi geothermal sangat besar, kemudahan teknologi, ramah lingkungan dan tidak diperlukan adanya suatu pasokan bahan bakar. Namun demikian, seperti yang digambarkan dalam BC #SaveCiremai tadi memang ada kemungkinan dampak negatif dari pengelolaan dan pemanfaatan energi Geothermal tersebut jika tidak dikelola dengan baik dan bertanggungjawab. Selain faktor sosial dan psikologis masyarakat, faktor alam sendiri mengandung resiko yang tidak ringan.

Secara psikologis dan sosial, dimungkinkan timbulnya keresahan masyarakat, terjadinya gangguan kamtibmas, menurunnya kesehatan masyarakat dan kekhawatiran menjalani kehidupan di bawah bayang-bayang ancaman bencana longsor, gas beracun, amblasan, kekeringan, kebakaran dan serba ketidakpastian tanpa akhir. Pembangunan pembangkit tenaga geothermal mempengaruhi kestabilan tanah di beberapa daerah. Hal ini terjadi ketika air diinjeksikan ke lapisan batuan kering ketika di sana tidak ada air sebelumnya. Uap kering dan uap dalam skala kecil juga membebaskan dalam level rendah gas karbon dioksida,nitrit oksida, sulfur meskipun hanya sekitae 5% dari level jika menggunakan bahan bakar fosil.  Sehingga pembangunan pembangkit listrik tenaga geothermal misalnya harus dibangun dengan sedikit emisi-dengan membuat sistem control yang dapat menginjeksikan gas-gas ke dalam tanah dengan mengurangi emisi karbon agar kurang dari 0.1% dari total emisi dengan pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil.Meskipun lapisan geothermal dapat menghasilkan panas dalam beberapa decade akan tetapi secara spesifik beberapa lokasi akan mengalami pendinginan karena pembangunan sumber yang terlalu luas sementara hanya sedikit energi yang tersedia.

Pengaturan Pengelolaan Energi Panas Bumi

Keseriusan Pemerintah dalam mengembangkan energi panas bumi terlihat dalam Road Map Pengembangan Panas Bumi 2004-2025. Pada tahun 2025, Indonesia ditargetkan sudah memanfaatkan 9.500 MW panas buminya atau memberikan kontribusi energi terhadap konsumsi energi nasional sebesar 5% (lima persen) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Sebagai landasan hukum dalam pengembangan panas bumi di Indonesia, Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2010, serta telah diterbitkan beberapa peraturan pelaksana lainnya.

Secara garis besar pola pengusahaan panas bumi di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pengusahaan panas bumi sebelum dan sesudah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Pola pengusahaan panas bumi sebelum diterbitkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 (Wilayah Kerja Pertambangan/WKP existing) mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1981, Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1991 dan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1991, yang secara garis besar sebagai berikut:
  1. Struktur pengusahaan didasarkan pada kuasa dan kontrak (Joint Operation Contract/JOC dan Energy Sales Contract/ESC)
  2. Bagian Pemerintah sebesar 34% dari Net Operating Income (NOI), termasuk semua pajak-pajak, retribusi kecuali pajak perseorangan.
  3. Manajemen proyek oleh Pertamina (JOC) dan PLN (ESC)
  4. Bentuk proyek: a. total proyek dan b. partial proyek.

Pola pengusahaan panas bumi setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 (WKP Baru), selain mengacu pada Undang-Undang ini juga merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 70/2010, dengan pola sebagai berikut:
  1. Struktur pengusahaan berupa:Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi (IUP) dan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik  
  2. Bagian Pemerintah berupa penerimaan negara berupa pajak dan PNBP 
  3. Manajemen Proyek oleh Pemegang IUP 
  4. Berupa total (integrated) project 
Regulasi di bidang panas bumi tersebut dianggap belum dapat menjawab tantangan dalam pengembangan panas bumi secara optimal.  Selain itu dalam rangka era otonomi daerah ada keinginan pemerintah daerah untuk ikut berperan serta dalam pengelolaan panas bumi yang berada di daerahnya, untuk ikut menanamkan sahamnya dalam rangka peningkatan dan pemberdayaan masyarakat. Keikutsertaan kepemilikan saham ini sudah diterapkan pada kegiatan usaha minyak bumi dan gas bumi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.  

RUU tentang Panas Bumi (2013)

Pada akhir tahun 2013, Pemerintah mengajukan adanya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007. Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk pada daftar prioritas prolegnas 2013 ini dikirim oleh Pemerintah kepada DPR untuk dibahas guna diundangkan. RUU ini secara teknis dan substansi tidak terbatas pada perubahan tetapi lebih pada RUU penggantian karena lebih dari 50 % substansi berubah dan ada perubahan mendasar dalam politik hukum dari RUU yang baru tersebut. Saat ini DPR telah membentuk Pansus (Panitia Khusus) RUU tentang Panas Bumi ini sebagai counterpart yang akan membahasa RUU tersebut dengan Pemerintah dalam pembahasan tingkat I. Pansus sudah mulai bekerja. Pansus telah melakukan beberapa kali kunjungan ke daerah di beberapa wilayah Indonesia yang sudah melakukan pengelolaan energi geothermal dan bahkan di beberapa daerah yang memiliki potensi geothermal seperti ke Kamojang (Jawa Barat), Sibayak (Sumut), Lahendong (Sulut), Ulubelu (Lampung), juga ke Gunung Salak dan Darajat. Public Hearing (Rapat Dengar Pendapat Umum/RDPU) telah dilakukan dengan beberapa pakar/ahli Geothermal, para stakeholders perusahaan pelaksana pengelolaan geothermal, pemerintah daerah dll.

Dalam Naskah Akademik yang disertakan dalam pengajuan RUU tentang Panas Bumi dari Pemerintah kepada DPR, Pemerintah menyampaikan beberapa permasalahan yang mendasari perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi sebagai berikut:
  1. Pemanfaatan energi panas bumi berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 dikategorikan sebagai kegiatan penambangan/pertambangan, dimana hal tersebut menimbulkan permasalahan hukum terkait dalam pelaksanaan pemanfataannya di kawasan hutan konservasi khususnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Permasalahan tersebut adalah adanya perbedaan istilah kegiatan penambangan/pertambangan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa “penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.Bahkan untuk penambangan terbuka dilarang dilakukan di kawasan hutan lindung Hal ini membawa konsekuebni bahwa kegiatan panas bumi yang dikategorikan sebagai kegiatan penambangan/pertambangan tidak dapat diusahakan di hutan konservasi.  Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam mengatur bahwa dalam kawasan hutan konservasi hanya dapat dilakukan melalui kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan.
  2. Belum adanya ketegasan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 bahwa panas bumi merupakan kekayaan milik negara yang penguasaannya dilakukan oleh Pemerintah dalam bentuk Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi dan tidak dikuasai oleh pemegang IUP sehingga Wilayah Kerja dan IUP tidak dapat dialihkan kepada pihak lain;
  3. Adanya tuntutan pemerintah daerah untuk memasukkan pengaturan kewajiban bagi pemegang IUP menawarkan penyertaan saham (participating interest) kepada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan panas bumi yang pertama kali akan diproduksikan dari suatu wilayah kerja, dan hal tersebut belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003
  4. Perlunya ketegasan dalam penentuan harga energi panas bumi baik untuk pemanfaatan tidak langsung (listrik) maupun pemanfaatan langsung oleh Pemerintah. Untuk pemanfaatan tidak langsung harga energi panas bumi ini perlu ditetapkan oleh Pemerintah karea pembeli tenaga listrik dari energi panas bumi ini hanya PT PLN (Persero) atau pembeli tunggal (single buyer);
  5. Diperlukannya penegasan mengenai kewajiban pemegang izin panas bumi dan pemegang izin pemanfataan langsung;
  6. Perlunya pengaturan mengenai kewenangan Menteri dalam melakukan penghentian sementara, pencabutan, dan pembatalan izin panas bumi dikeluarkan oleh gubernur atau bupati/walikota yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau berdampak negatif terhadap ekonomi, keamanan, dan/atau sosial secara nasional;
  7. Belum diaturnya perlakuan terhadap WKP existing (sebelum Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 ) yang pengelolaannya dalam bentuk kuasa pengusahaan seperti Wilayah Kerja yang dimiliki oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PT PGE); dan
  8. Belum diatur secara tegas mengenai proses renegosiasi pembelian uap atau tenaga listrik secara business to business antara pihak penjual dan pihak pembeli.
Saya secara pribadi sebagai salah satu "putera Cirebon" yang melihat besarnya peran "kelestarian" Gunung Ciremai bagi warga masyarakat di sekitar Gunung Ciremai utamanya perannya sebagai pendukung utama pasokan air bersih (sumber air), tentu ingin memastikan bahwa kebijakan apapun yang kelak akan dipilih pemerintah daerah terkait potensi Energi Geothermal di Wilayah Gunung Ciremai hendaknya dilakukan suatu analisa mendalam, ditimbang cost-benefitnya serta bagaimana efek pengambilan keputusan tersebut bagi kehidupan masyarakat sekitar dan utamanya bagi generasi mendatang, -Bijak dan Bertanggungjawab. Mengingat Gunung Ciremai yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Kuningan merupakan wilayah hulu yang harus disupport agar terus mampu menjaga kelestarian lingkungan untuk mengkonservasi tanah dan air di daerah hulu. Keterjagaan wilayah hulu ini berpengaruh signifikan pada daerah-daerah di wilayah hilirnya, tidak hanya cirebon namun juga Majalengka, Indramayu, Subang dan beberapa wilayah lainnya.

Terkait dengan RUU tentang Panas Bumi, kekhawatiran saya muncul terkait dengan alasan pertama (yang saya rasa merupakan alasan utama diajukannya RUU ini). Apa yang disampaikan Gubernur Aher bahwa yang mungkin dimanfaatkan adalah kekayaan Geothermal yang ada diluar Taman Nasional dan seluruh potensi Geothermal itu ada diluar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, seharusnya memang demikian adanya dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Karena jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 maka pemanfaatan energi Geothermal dikategorikan sebagai kegiatan penambangan/pertambangan yang jika disinkronkan dengan Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), maka kegiatan penambangan guna memanfaatkan energi Geothermal di wilayah Taman Nasional Gunung Ciremai yang merupakan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung tidak boleh dilakukan atau melanggar ketentuan perundang-undangan dimaksud. Sehingga janji Bpk Aher bahwa jikapun dilakukan pemanfaatan maka pemanfaatan tersebut harus berada di luar wilayah Taman Nasional Gunung Ciremai. 

Yang kemudain harus dicermati adalah alasan pertama pengajuan RUU tentang Panas Bumi yang justru hendak mencari jalan guna lolos dari ketentuan dalam UU tentang Kehutanan dan KSDHE tadi. Yakni dengan mengganti ketentuan pengaturan yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 terkait pemanfaatan energi geothermal yang semula masuk kategori usaha pertambangan dengan istilah lain sehingga secara hukum dan perundang-undangan bisa menghindari adanya konflik dengan UU tentang Kehutanan dan UU tentang KSDHE.  Tentu secara hukum ini dapat menjadi solusi yang tepat, namun jika secara substansi dan praktik hal ini tidak sesederhana yang dibayangkan. Jika secara praktik di lapangan,  proses, praktik, serta teknik dari kegiatan pemanfaatan energi yang dilakukan pada hakikatnya tetap merupakan proses, praktik yang secara teknis merupakan kegiatan pertambangan, maka harus dada kajian yang sangat hati-hati. Jangan sampai alasan ekonomis menghalalkan berbagai cara. Tentu saja larangan melakukan kegiatan "pertambangan" di kawasan hutan konservasi (begitu juga larangan penambangan terbuka di kawasan hutan lindung) memiliki makna dan filosofi yang mendalam akan arti dari keberadaan hutan konservasi dan hutan lindung bagi keberlanjutan kelestarian lingkungan bagi generasi kini dan yang akan datang. Jangan sampai hutan kita habis dan rusak untuk suatu kepentingan ekonomi sperti yang sudah terjadi pada berbagai kasus pemanfaatan energi dan sumber daya alam lainnya di wilayah hutan kita.

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Sedangkan hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya

Bahwa masih ada pengaturan yang belum sempurna dari ketentuan Undang-Undang No 27 tahun 2003sebagaimana disampaikan dalam dasar pertimbangan angka dua dan seterusnya, maka perbaikan untuk semakin baiknya pengelolaan dan pemanfaatan energi geothermal tentu bukan hal yang tidak mungkin dilakukan melalui perubahan UU tersebut. Namun jika pertimbangan angka pertama semata-mata agar bisa melakukan pemanfaatan energi geothermal (pertambangan) di kawasan hutan konservasi, maka yang harus kita lakukan selanjutnya adalah Gerakan #SAVEOURFOREST. Saya pribadi tidak terlalu paham bagaimana teknik penambangan guna pemanfaatan energi geothermal ini. Jika teknik pertambangan ini akan membahayakan bagi kelangsungan hutan konservasi (dan hutan lindung) kita maka upaya yang dilakukan adalah dengan mencari alternatif teknik penambangannya bukan dengan mengakali seolah-olah kegiatan tersebut bukan merupakan kegiatan penambangan. Toh UU tentang Kehutana masih memungkinkan kegiatan penambangan di wilayah hutan produksi dan lindung (untuk yang bukan penambangan terbuka) dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi. Mengapa harus merusak juga Hutan Konservasi kita. Dalam Naskah akademik dari pemerintah tersebut memang disampaikan bahwa pada hakikatnya kegiatan pemanfaatan energi panas bumi tidak sama atau serupa dengan kegiatan pertambangan yang lain. Namun demikian semoga hal tersebut bukan sekedar justifikasi agar bisa melakukan kegiatan tersebut di Hutan Konservasi.

Semoga kita bisa memanfaatkan segala potensi alam yang Tuhan amanahkan kepada kita dengan penuh tanggungjawab. Kelak Dia akan meminta pertanggungjawaban kita. Demikian pula generasi mendatang yang berhak atas segala potensi alam dan lingkungan lestari.

Referensi:
  • Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi
  • Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi
  • Naskah Akademik dan RUU tentang Panas Bumi

15 comments

  1. saya termasuk yang setuju dengan kehadiran geothermal. siapa yang melakukannya, saya gak merhatiin amat :D karena geothermal itu teknologi yang butuh asupan dari alam yang lestari. jadi sudah pasti pengelolanya bakalan memperhatikan lingkungan sekitar. bukan merusak.

    kalo kata saya sih orang2 udah cenderung defensif duluan. fokus ke chevron. heboh ngomongin dibeli. gampang banget terprovokasi. padahal mestinya liat dulu teknologi apa yang dibangun setelah liat siapa yang bakal mengelolanya. terus cek ricek.

    saya baca chevron bukan membeli. tapi dapat hak eksplorasi. cuma kata 'membeli' lebih provokatif emang. sayang banget harus mengganti kata dengan kata lain dengan tujuan gak baik jadinya. media misalnya, biar lebih heboh.

    yang terjadi di twitter sama facebook buat saya malah ngeliatin betapa pendeknya kita berpikir. terlalu cepat menelan informasi. terus dibagiin infonya sambil mencaci.

    akhirnya kita begini2 aja. ada yang bagus ditendang, yang jelek2 dibiarkan. gak jadi apa-apa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apapun keputusannya nanti yang penting -Bijak dan Bertanggungjawab. Dari sisi ekonomi dan lingkungan memang lbh menjanjikan penggunaan energi geothermal namun jangan sampai melanggar ketentuan, jika posisinya msh di wilayah hutan konservasi maka tidak bisa dilakukan (efek dan dampak jangka panjangnya tak terbayar dengan keuntungan ekonomi) bisa dilihat dari dampak kerusakan hutan di daerah lain, sebutkah Riau. Namun jika spt yg disampaikan Aher bahwa posisinya bukan di TNGC, prosedur amdal dan seterusnya harus dilakukan secara ketat. sy sendiri penasaran pingin tahu teknik di lapangannya proses pertambangan itu seperti apa.. :)

      Delete
  2. Wah, panjang banget, Mak... Kebetulan saya orang Kuningan aslinya. Dari kemarin memang heboh di sosmed tentang ini. Lihat group fb warga Kuningan, kebanyakan komentarnya yang kontra bahkan pakai bahasa sunda yang kasar, memaki-maki. Di sisi lain ada penjelasan yang berbeda dari Pak Gub Aher. Saya lagi ingin mencari informasi yang benar, setidaknya kalaupun mengkritik ya yang disampaikan dengan baik. Nuhun tulisannya... Tapi panjang sekali bacanya... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha iya Mak... klo dipotong atau gak lengkap nanti jadi gak nyampe inti pembahasannya...klo mau dibuat dua postingan saya kok gatel pengen sekaligus gitu hehehe...mangga dibaca... tapi kudu sabar Maak... iya panjang hehehe

      Delete
  3. Kata2nya memang berlebihan, gunung kok dibeli. Yang benar Chevron memenangkan tender pemanfaatan geo thermal, itu sudah diakui sendiri oleh Chevron. Tapi namanya eksplorasi tambang, setahuku akan ada kerusakan alam permanen, dan itu tidak berlebihan tapi kenyataan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itulah Mak, jangan sampai keputusan diambil menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Menggadaikan lingkungan yg menjadi hak anak cucu kita di masa depan... Kalimantan, Riau ... dan termasuk jawa dengan persoalan lingkungan, banjir dan sebagainya...

      Delete
  4. semoga memang hoac adanya. Kalau bener-bener hal itu terjadi, kita perlu melakukan demo besar-besaran.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mau pada bawa nenek Lampir sagala katanya yaa...

      Delete
  5. ngomong2 gunung Ciremai itu kan yg dulu pernah terkenal karena sandiwara radionya itu kan ya ? #gagal fokus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Maak, misteri gunung merapi.. ada nenek lampir apa nini pelet gitu deh hahaha... makanya klo warga kuningan, crb dan sekitarnya sih bilang Chevron ngusik si nenek lampir tuuh hahahaha

      Delete
  6. Artikelnya keren, mak. Terima kasih ya, saya jd tambah pengetahuan nih:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih maak, alhamdulillah klo bisa nambah sedikit pengetahuan :)

      Delete
  7. Setidaknya artikel ini lebih memberikan keterangan setelah isu penjualan cagar alam kemarin yg santer di bicarakan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sekarang sih beritanya memang sdh positif klo pemenang tendek utk hak eksplorasi dan eksploitasinya di tangan PT Chevron.. beberapa media masa nasional sdh mengabarkan beritanya say

      Delete
  8. ha ha terlambat komentar bos, saya makin sedih saja, TKW kita katanya banyak yang akan di hukum mati diarab saudi (perempuan kita lho mas), TKI kita banyak yang diusir dari malyasia kenapa mereka harus pergi jauh jauh dan sengsara, sementara energi geothermal di negeri sendiri yang bisa dimanfaatkan untuk menambah lapangan kerja dan pendapatan negara dan masyarakat malah di permasalahkan, yang kontra apakah pembela rakyat atau siapa ya.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.