Ngadem di Setu Babakan - Kawasan Budaya Betawi

Menjelang siang kami meluncur, kami berharap sabtu ini tidak terlalu macet seperti sabtu pagi biasanya. Long weekend, smoga lebih banyak yang sudah ada di luar kota. Ternyata eh ternyata, jalanan lumayan padat dan macet di beberapa titik. Akhirnya kami sampai di Selatan Jakarta, tepatnya kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa.  Kawasan perkampungan Budaya Betawi ini secara keseluruhan luasnya sekitar 289 Hektar, sedangkan Setu Babakannya sekitar 25 hektar dan berbatasan antara Kota Jakarta Selatan dan Kota Depok


Memasuki kawasan budaya betawi setu babakan, kita disambut dengan sebuah gerbang besar dengan arsitek khas betawi lengkap dengan sepasang ondel-ondel, yang disebut pintu masuk I Bang Pitung. Menyusuri jalan yang tidak lebar di dalam perumahan yang cukup padat sekitar 800 meter kemudian kita akan sampai ke salah satu pintu masuk wilayah setu yakni pintu timur. Sebelum mengambil tempat kami sengaja ingin melihat danau dengan mengelilinya terlebih dahulu. Untuk kendaraan roda empat dikenai bea masuk Rp. 5000, sedangkan kendaraan roda dua Rp.2000. 

Kami mengambil arah ke kanan dari pintu masuk, melewati pedagang makanan dan minuman dan rumah-rumah penduduk di tepian danau. Bangku-bangku dan meja sengaja ditata di samping danau. Sehingga pengunjung bisa menikmati berbagai jajanan sambil menikmati danau atau menikmati kelapa muda. Banyak juga terlihat orang tengah memancing di sepanjang sisi danau. Menelusuri jalan tersebut kami sampai ke ujung pintu yang lain. Meskipun petugas menyampaikan bahwa tidak ada jalan tembus untuk bisa ke sebrang danau, artinya jika ingin ke sebrang danau/sisi yang lain maka kami harus kembali menyusuri jalan yang sama, namun karena penasaran ingin melihat seluas apa danau ini kami tetap melaju.

Menyisir jalan konblok yang tampaknya belum lama dibangun di sepanjang tepian danau. Jalan berkonblok ini dibangun sejak Jokowi memimpin Jakarta, begitu kata kusir delman wisata yang kami naiki. Di ujung sisi bagian barat tampak pembangunan yang belum selesai seperti jembatan penghubung dua sisi yang belum sepenuhnya tersambung, lalu urukan di tengah danau pada sisi barat yang ternyata hendak diperuntukkan sebagai tempat sarana bermain seperti bebek air dan seterusnya. Sengaja dipilih di bagian barat karena kedalamannya hanya sekitar 1 - 5 meter. Berbeda dengan sisi timur dan bagian tengah yang dapat mencapai 15-20 meter. 


Sisi barat bagian danau tersebut tampak mendangkal, bahkan pada ujung danau yang seharusnya terhubung dengan sisi lain danau, pendangkalan sangat kentara. Pada bagian ini lebih mirip rawa dengan genangan air ketimbang danau. Seluruh jalan di sisi danau sudah dikonblok, namun masih terputus (tampaknya sengaja) dengan jalan di sisi lain. Semua sisi danau berbatasan langsung dengan perumahan warga. Sehingga jalan berkonblok tersebut juga tampaknya menjadi akses bagi warga sekitar. Banyak anak-anak warga sekitar tengah bermain layang-layang di jembatan yang belum selesai dibangun. Tampak pula beberapa orang tengah memancing. Setelah sampai pada ujung jalan yang terputus dan buntu, kami putar balik dan ingin menyusuri sisi sebrang danau yang belum kami lewati. Menuju ke sana kami harus melewati kembali jalan yang kami susuri tadi. Cukup tunjukkan karcis masuk tadi agar tidak dikenakan biaya masuk kembali.

Kami memutuskan menyusuri sisi danau yang mengambil arah ke kiri dari pintu masuk timur tadi, dari jauh tampak lebih ramai dan banyak mobil parkir. Rupanya di sini lah pusat keramaian. Sepanjang sisi danau dengan jalan yang sudah diaspal berderet berbagai pusat jajanan makanan dan kerajinan khas betawi. Sisi ini lebih tertata dan ramai pengunjung. Ternyata di sisi inilah letak perkampungan budaya betawi.

Setelah mendapat tempat parkir, kami menggelar tikar di bahu jalan di sisi danau yang dibatasi dengan pagar. Di sebarang jalan berderet pilihan wisata kuliner khas betawi baik yang warung maupun pedagang kaki lima. Sambil membuka bekal dan menyuapi anak-anak karena memang waktunya makan siang. Kami memesan makanan khas betawi, yakni toge goreng, soto mie, roti buaya mini dan bir pletok.

Toge goreng ini merupakan makanan khas betawi, yang mirip dengan laksa. Pembedanya adalah santan. Jadi toge goreng ini terdiri dari potongan ketupat, bihun rebus, toge rebus, potongan tahu putih (seperti ketoprak), dengan siraman bumbu sambal oncom yang pedas-pedas segar lalu ditaburi kerupuk. Untuk laksa ditambahkan kuah santan. Yang belum pernah tahu makanan ini bisa dibayangkan seperti ketoprak namun bumbu kacang diganti dengan bumbu oncom. Meskipun agak pedas, anak-anak mau mencoba dan lumayan suka. Sayangnya mereka tak terbiasa dengan rasa pedas. Harga satu porsinya sekitar Rp.12.500- Rp. 15.000,- Minuman khas betawi yang saya sudah sering dengar namun belum pernah mencoba, Bir Pletok adalah pilihan selanjutnya. Bir Pletok ini ternyata minuman yang komposisinya adalah air, gula, jahe, dan secang. Rasanya manis dan diakhiri rasa pedas jahe. Tidak ada unsur alkohol layaknya Bir. Harga sebotol Bir Pletok, Rp. 17.000 jika ditambah es batu seharga Rp.20.000,- Sedangkan roti buaya mini, roti isi dengan bentuk buaya mini.


Selain makanan yang saya pilih beraneka ragam pilihan makanan dan penganan khas betawi lainnya yang tersedia, untuk makanan tentu ada soto betawi, laksa dan karedok betawi. Untuk penganan lebih beragam seperti uli dan ketan, sagon, dodol betawi, kerak telor, wajik, rangi, sagon, sagu akar kelapa, kembang goyang dan banyak lagi. Untuk minumannya es doger, es pelangi, es goyang dan es potong yang merupakan jajanan tradisional. Selain makanan ada toko souvenir khas betawi seperti batik khas betawi, baju seragam khas bang pitung (apa ya namanya..:), hiasan kerajinan khas betawi seperti ondel-ondel mini, delman mini, bahkan ada sepatu karet dari karet ban yang juga khas betawi.

Kami juga menyempatkan diri melihat-lihat dan menikmati perkampungan betawi yang terdiri dari beberapa bangunan khas betawi. Rumah tradisional betawi yang terbuka dengan arsitektur dan furniture yang khas. Meja kursi jati khas betawi dilengkapi dengan lampu gantung yang khas bisa dinikmati sambil duduk di teras yang terbuka. Lalu ada hiasan kepala menjangan di pintu tengah rumah. Ada semacam panggung juga di bagian tengah perkampungan. Tampaknya biasa digunakan untuk acara-acara ceremonial tertentu. Ada pula Musholla dengan bentuk khas rumah betawi.

Suasana saat itu cukup ramai, dua rumah betawi tampak telah dibooking oleh sebuah keluarga besar. Di perkampungan ini juga terdapat banyak pepohonan yang khas dan biasa ditemukan di lingkungan betawi seperti nangka, cempedak, jambu bol dan lainnya.




Tempat sampah tersedia cukup memadai disini. Setiap jarak 3 meter disediakan tempat sampah kering dan basah. Tapi lagi-lagi saya kecewa karena masih tetap banyak sampah yang berserakan. Hhmm menganggu pemandangan. Kesadaran pengunjung terhadap kebersihan masih rendah. Saya perhatikan bahkan ada sampah plasik dan kemasan minuman menggenang di sisi danau.

Tak lengkap kalau tidak menikmati juga arena permainan, namun antrian panjang di arena wisata bebek air membuat kami mengurungkan niat. Kami memilih naik delman. Anak-anak pun girang sekali berkeliling dengan delman. Pak kusirnya memakai baju khas betawi. Tampaknya cuma ada 2 delman dan yang mengantri cukup banyak sehingga kami hanya menikmati separuh jalan. Biayanya 20-30 ribu tergantung jarak tempuh keliling danau dengan delman. Cuaca yang semula panas, berangsung mendung dan sempat turun hujan ringan membuat kami memilih untuk bergegas pulang.

Seru ah ...Ngadem di Setu Babakan.. lain kali main lagi yuuuk... jangan lupa bawa tiker yaa, banyak juga lhoo yang gelar tiker seperti kami bahkan bawa bantal segala hihi... mau ngadem dan cari udara segar, diiringi musik dan lagunya Bang Benyamin dari toko souvenir? Ke sini aja... Kemaren kami bawa tenda segala, tapi tak dibuka karena gak dapet tempat yang oke untuk buka tenda mini... tapi tetep seru kok...

23 comments

  1. katanya suka ada pertunjukkan kesenian betawi juga di sana, Mbak? Bener gak tuh?

    ReplyDelete
    Replies
    1. dari informasi di kantor pengelola sih begitu mak, jadi ada agenda tahunan, rutin dan insidentil.. yang rutin di antaranya pagelaran kesenian betawi setiap sabtu minggu. Tapi kemarin tidak ada pagelaran tuh... mungkin sekarang tidak rutin sabtu minggu yaa...

      Delete
  2. kalau kemari naik angkutan umum macamnya bus kota naik jalur berapa dan turun di mana ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas, pertanyaan saya juga itu...
      trus, rumah-rumah tersebut disewain ya?
      berapa harga per malam? berapa kamar untuk satu rumah?

      Delete
    2. Berdasarkan info dari lapak sebelah nih, ada beberapa alternatif utk mencapai kesana:
      Dari Pasar Minggu naik bus Kopaja 616, turun di pintu gerbang 1 Bang Pitung. Sebaliknya bila dari arah Depok naik angkot biru no.128 , turunnya juga di pintu gerbang Bang Pitung.
      Bila dari terminal bus Kampung Rambutan, naik angkot T.19, turun di Kampus IISIP, kemudian nyambung naik Kopaja 616. Demikian pula bila naik KRL dari arah Kota maupun dari Depok atau Bogor, turun di stasiun Lenteng Agung disambung naik ojek atau Kopaja 616 turun gerbang Bang Pitung.
      smoga lancar ya kalau mau ke sana, bisa pilih yang paling memungkinkan

      Delete
    3. Klo kmrn sih beberapa rumah itu disewa oleh beberapa keluarga, ada pengumumannya di depan rumah. tapi kayaknya disewa hanya untuk jangka waktu terbatas deh, cuma selama satu hari saja (siang), selama jam buka. biasanya dipakai untuk acara arisan atau kumpul keluarga gitu. sayangnya saya tidak sempat tanya biayanya, di sana ada kantor pengelolanya juga sih. Dari info d pamflet, kita juga bs masuk ke rumah-rumah penduduk yang masih khas tradisional betawi.

      Delete
  3. Ngiler makanannya pengen kesana deh. Di Jakarta mana ya mak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jakarta Selatan Mak, Srengseng Sawah Jagakarsa... untuk jalur dengan kendaran umum bisa dilihat di comment yang sebelumnya mak...

      Delete
  4. Aku juga belom pernah ke sini walau udah 20 tahun lebih hidup di Jakarta, Mak >.<
    Menariiiik. Selalu suka belajar budaya.

    ReplyDelete
  5. Wew... informatif.... sangat kental dengan Nuansa betawinye.... Mantabs euuuuy....

    Salam kenal :)

    ReplyDelete
  6. Wah... seru ya, Mak. Aku baru tahu ada setu ini. TFS, Mak. ^^

    ReplyDelete
  7. Ini dibelakang rumahku di jakarta duu phieeeee...kira2 dr rumah cm 500m...dulu setiap minggu pagi suka ajak mikaila (wkt masi bayi bgt) jalan2 di sana...:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ooh gitu ya shan... ternyata... wah enak dung yaa...adem banget kan sekitar situ. udara setu juga bagus tuh buat baby mikaila...

      Delete
  8. Mak, waktu saya ke sana, masih ada bagian yang lagi dibangun. Apa sudah selesai?
    Adem ya mak di sana..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kmrn sih sedang tidak ada kegiatan pembangunan mak, cuma banyak proses pembangunan yang belum selesai (mangkrak).. terutama di bagian barat danau..

      Delete
  9. kereeeen euy review nya hehehe.. saya terakhir ke setu babakan ini tahun 2007an deh waktu kopdar MPID... jadi pengen kesana lagi.. padahal kalo dari kantor cuma butuh waktu 15 menit ney... hehehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. waah itu mah deket banget pak.. tapi serunya memang ajak keluarga sih...leyeh2 diterpa angin gitu

      Delete
  10. adeeeemm banget kayanya..langsung masuk list ah..
    thanks for sharing ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya adem mak, masih banyak uun... sok mangga masuk list, makasih sudah mampir mak

      Delete
  11. Dear Mbak Ophi, beruntung sekali bisa kemari. Kalau nggak ada mobil pribadi, kayaknya saya nggak bakalan deh masuk sini. Padahal saya kepingin sekali lihat rumah-rumah tradisional Betawi seperti yang dulu sering saya lihat di buku pelajaran kebudayaan ketika SD.

    Oh ya, Mbak, masih ada yang jualan bir pletok dengan diseduh langsungkah? Atau semuanya pada jual yang bentuk sudah jadi botolan seperti di foto Mbak Ophi itu?

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.