Mimiku, Wanita Tangguh dalam Kesederhanaannya.

Tak ada Ibu yang sempurna untuk menjadi matahari bagi anak-anaknya. Karena toh tak perlu menjadi sempurna untuk memberi cinta sepenuh hati pada buah hatinya. Bahkan tak harus memberi, cinta seorang Ibu telah menyatu dalam denyut nadi sang buah hati bahkan sejak masih dibuai hangatnya rahim Ibu. Aku menyayangi Ibuku, Mimiku dengan segala apa yang ada padanya. Aku menyayanginya seperti adanya karena Mimi menyayangiku tanpa syarat.
Memeluk Mimi, poto kenangan 13 tahun lalu.
Tak menutup mataku bahwa Mimi bukan ahli masak yang handal. Masakannya biasa-biasa saja, sering terlalu asin bahkan di lidahku. Kakak sulung perempuanku lebih jago memasak, bukan belajar dari Mimi tapi karena zaman kuliah dulu ngekos di rumah orang Padang dan sering membantu memasak. Mimi juga bukan Ibu yang selalu ada di setiap waktu aku membutuhkannya. Aku sering kali menangis karena terjatuh atau kecelakaan kecil lain saat bermain dengan adik atau teman dan tak ada Mimi di rumah. Mimi sedang berdagang. Tapi ketidakhadiran Mimi justru adalah bentuk cintanya pada kami. Kalau Mimi tidak membantu keuangan keluarga dengan berdagang, gaji guru Bapak yang mengajar di sekolah swasta tak pernah cukup membiayai keperluan kami anak-anaknya. Mungkin bayaran langsung dari Allah karena mengajar ngaji tanpa dibayarlah yang membuat kami tetap bisa bertahan dan merasa cukup dalam kondisi sangat terbatas sekalipun. Delapan orang anak yang semuanya diharapkan bisa belajar hingga ke perguruan tinggi. Bukan sekedar merasakan bangku kuliah, namun menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang banyak dengan ilmu yang dimiliki. Demikian cita-cita mulia orang tua kami.


Mimi Ibu rumah tangga, pengurus rumah tangga tanpa asisten, pedagang yang ulet, akuntan dan manager handal. Pun wanita yang tak banyak kata. Sabar luar biasa, tangguh tak terkira. Semua dijalani tanpa banyak keluh kesah. Semua ditempuh tanpa malu atau ragu. Pelajaran hidup yang sangat membekas di hati, wanita ternyata pejuang rumah tangga yang luar biasa. Mimi adalah sosok Ibu yang sangat luar biasa tangguh dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Keuletannya memperjuangkan ekonomi keluarga menopang Bapak demi memuluskan cita-cita mengantarkan delapan orang anaknya hingga ke jenjang pendidikan tinggi membekas sangat dalam di kalbu. 


Mimi dan Empat Putrinya dan Satu dari 23 Cucunya
Seorang wanita sederhana itu, yang hanya lulusan SR (setingkat SD) mengantarkan kami mengecap bangku perguruan tinggi. Hampir semua bergelar Sarjana. Dua orang Doktor, Satu calon PhD, Dua Master, Dua Sarjana, Satu lagi mengenyam pendidikan akademi. Mungkin bukan prestasi luar biasa bagi orang dengan latar belakang ekonomi, pendidikan dan kedudukan tinggi namun bagi kami ini prestasi luar biasa dari Mimi dan Almarhum Bapa. Sepasang orang tua sederhana dengan cita-cita mulia dan harapan yang tinggi. Bukan soal kecukupan materi, karena kami semua kuliah dengan keprihatinan dan kemandirian. Tak bisa mengandalkan uang kiriman yang kadang datang kadang tidak. Kondisi ini pula yang menyebabkan kami menjadi pemburu beasiswa. Mengeluuuh karena lebih sering tongpes bahkan di awal bulan??? Malu rasanya pada Mimi. Hidup ini berjuang...jika Mimi bisa melewatinya kenapa saya tidak?.

Sayà merasakan kesan yang mendalam dari kegigihan dan kesabaran Mimi. Masih terkenang peristiwa beberapa tahun lalu. Saat itu saya masih di bangku kuliah. Sambil kuliah saya melakukan beberapa pekerjaan sampingan untuk menambah isi dompet agar bisa bertahan hari demi hari. Slain dari beasiswa, saya juga mengajar privat dan jualan kecil-kecilan. Suatu malam sekitar pukul 10.00 malam. Hujan deras dan saya masih berada di dalam angkot dari daerah Pondok Jagung Bintaro menuju ke Ciputat. Saya agak merasa takut karena sepi penumpang dan angkot sering berhenti menunggu penumpang yang tak kunjung bertambah. Hujan yang deras, dingin, sepi tanpa sadar mengalirkan butir-butir air mata di pipi. Sediiih rasanya, malam-malam begini masih di jalan, demi apa coba hiksss???.

keluarga kecilku dan Mimi
Tapi lalu saya teringat Mimi...tak jarang saat malam menjelang saya dan adik-adik masih menunggu beliau pulang karena hujan deras. Beliau berdagang keluar masuk kampung. Biasanya pulang menggunakan ojek. Tapi mungkin karena hujan deras, jarang ojek lewat. Sesampai di rumah, berbasah-basah, lelah, lalu mendengar rengekan kami yang minta ini itu, rewel karena lama ditinggal di rumah. Kesabaranlah yang saya lihat dari Mimi. Sabar nian Mimi menjalani semuanya. Alangkah malunya saya jika harus menangis karena hal sesepele ini. Cemen!!! Saya makin tak bisa menghentikan air mata bukan menangisi diri, namun mendapati kenangan akan Mimi yang tak lelah melaju demi kami. Sejak itu saya berjanji, berlelah-lelah, bersusah-susah bukanlah hal yang harus ditangisi. Hidup sebagian besarnya ditentukan dari bagaimana kita mau berjuang. Apapun tujuan perjuangan kita. Jalani...pasti kita akan sampai.

Kini, dan hampir selalu saat saya dilanda rasa lelah (fisik atau psikis) karena urusan pekerjaan atau urusan keluarga terutama anak-anak. Saya buru-buru bercermin pada Mimi. Anakku hanya tiga, masih krucils dan lebih mudah ditangani. Mimi harus menghadapi delapan orang anak dengan karakter dan sikap yang beragam, dengan range usia yang sangat panjang, bayangkan kakak sulung saya saat ini usianya 52 tahun, adik saya yang bungsu sudah 28 tahun. Alhamdulillah beliau masih diberi usia panjang, bisa menyaksikan cucu-cucunya bertumbuh, bahkan kini sudah punya satu cicit. Bapak sudah mendahului kami 13 tahun yang lalu. Namun Mimi masih tetap menjadi sosok mandiri dan tegar. Jika wanita sederhana itu bisa sedemikian tegar menjalani kehidupan yang berat bahkan hingga di hari tuanya tak mau berpangku tangan. Mengapa saya masih bisa mengeluh dan melemah??? Saya yakin karena kasihnya yang tak berbataslah, Mimi mampu merangkul kami dan melewati masa-masa berat membesarkan kami dengan penuh kesabaran. SubahanaAllah...Maha suci Allah yang menciptakan rasa kasih dan sayang di dada seorang Ibu.

Mi....semoga Allah membalas kasih sayang Mimi hanya dengan kasih sayangNya...semua doa terbaik untuk Mimi. *mengembun sudut mata ini, semoga aku mampu setangguh Mimi bagi tiga buah hatiku*

Total 882 Kata

9 comments

  1. Mi....semoga Allah membalas kasih sayang Mimi hanya dengan kasih sayangNya. Amin ya rabbal alamin...

    ReplyDelete
  2. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
    Segera didaftar
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
  3. Sahabat tercinta,
    Saya mengucapkan terima kasih kepada para sahabat yang telah mengikuti Kontes Unggulan Hati Ibu Seluas Samudera di BlogCamp. Setelah membaca artikel peserta saya bermaksud menerbitkan seluruh artikel peserta menjadi buku.

    Untuk melengkapi naskah buku tersebut saya mohon bantuan sahabat untuk

    1. Mengirimkan profil Anda dalam bentuk narasi satu paragraf saja. Profil dapat dikirim melalui inbox di Facebook saya atau via email.
    2. Memberikan ijin kepada saya untuk mengumpulkan artikel peserta dan menerbitkannya menjadi buku. Cek email dari saya tentang permintaan ijin ini dan silahkan dibalas.
    3. Bergabung dengan Grup Penulis Naskah Buku Hati Ibu Seluas Samudera di Facebook. (https://www.facebook.com/groups/669571076492059/)

    Terima kasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih juga pak dhe...all the list has been done ya de...suwun..smoga lancar prosesnya.

      Delete
  4. Perjuangan Mimi akan kesuksesan anak-anaknya bukan soal materi ya Mak.. tapi pola pengasuhan baik yang beliau berikan yang tak ternilai sungguh berharga :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bukan soal materi, materi ternyata bukan jumlah warisan uang dll yang bisa dihitung, pola pikir pola berjuang dan kesabarang sesuatu yg lbh bernilai dari materi

      Delete
  5. Tak ada yang bisa dibalaskan kepada beliau, kecuali dapat membanggakannya :)

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.