Kehangatan Ramadhan di Rumah

Ramadan tiba. Rasa suka cita menyambut datangnya bulan paling dinanti oleh seluruh umat muslim di dunia. Kesemarakan ramadan juga memberi warna yang berbeda di rumah kami. Menjadi istimewa dan selalu ada harapan sekaligus tantangan baru karena Ramadan menjadi momen yang cukup "challenging" bagi saya dan anak-anak. Pastinya karena kami harus mulai menerapkan dan menemani anak-anak belajar berpuasa.
Kehangatan Ramadan di Rumah
Beberapa tahun belakangan kondisinya berubah-ubah. Maklum Trio krucils perbedaan usianya cukup dekat sehingga pola belajar berpuasa menyesuaikan kondisi mereka. Dua tahun dan setahun lalu, baru ka Alinga (sekarang hampir 8 tahun usianya) yang mulai belajar puasa. Ka Zaha (6 tahun) dan Dek Paksi (hampir 4 tahun) masih jadi anak bawang yang belum bisa mulai diminta belajar puasa. Saat itu terasa lebih mudah. Menghandel dan mendidik satu anak, dengan semangat yang masih menggebu. Godaan pun belum terlalu banyak. Sekarang Ka Alinga yang sejak dua tahun lalu sudah cukup baik menjalankan puasa dan ritual ibadah lainnya di bulan Ramadan harus mendapat sedikit "tantangan" lebih karena Ka Zaha baru mulai belajar puasa. 

Kami tentu menerapkan perlakukan yang berbeda bagi mereka berdua. Ini yang kadang agak sulit diterima Ka Al. Meskipun dia akhirnya bisa memahami namun dalam praktiknya sering tak seindah dan semudah pemahamannya. Soal lamanya puasa misalnya, sesuai kesepakatan untuk Ka Alinga jika dia sahur maka harus puasa full sehari. Untuk Ka Zaha karena baru belajar, jika dia sahur maka dicoba berpuasa hingga ashar jika mampu sampai maghrib juga. Tapi jika mereka berdua tidak sahur maka Ka Al boleh sampai ashar, tapi masih menawar "kalau tak kuat, boleh sampai zhuhur aja ya bu...nanti habis buka zhuhur aku lanjut lagi puasanya", untuk Ka Zaha boleh sampai zhuhur. Tapi sering juga Ka Zaha rewel, baru bangun tidur langsung lapar dan akhirnya "sahur" pagi-pagi lalu lanjut puasa hahahaha.
Ngabuburit di halaman rumah
Yaa begitulah antara lain dinamika belajar berpuasa. Tantangan lain datang dari lingkungan di luar rumah. Selepas mereka main misalnya, tiba-tiba mereka protes."Ibuu, Anis aja kalau malam sahur puasanya sampai Zuhur..." dan seterusnya. Bahkan di antara mereka berduapun kadang timbul perselisihan soal lamanya berpuasa." Ibuu... dek Zaha enak, jam segini sudah buka... aku kan jadi tambah lapar" dan sebagainya. 

Namun di luar dinamika proses belajar di rumah tersebut sesungguhnya kami bukan hanya sekedar ingin mengajarkan anak-anak untuk menahan lapar dan haus. Banyak nilai dan hikmah puasa yang ingin kami kenalkan pada anak-anak. Nilai dan hikmah yang semoga kelak menjadi sesuatu yang tersimpan di memori dan di hati mereka yang akan membuat mereka merindukan ramadan tiba. Bukan hanya karena setelah ramadan akan tiba lebaran Iedul Fitri yang penuh suka cita.

Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus.

Saya coba menanamkan pada anak-anak bahwa puasa tidak sekedar menahan lapar dan haus. Iyaa... saat mereka mulai rewel karean haus atau lapar, padahal waktu berbuka masih lama biasanya kemudian saya beri pemahaman bahwa sebetulnya puasa itu bukan cuma Kakak bisa menahan lapar tapi belajar bersabar menahan rasa marah dan keinginan lain yang dapat membatalkan atau mengurangi nilai puasa. 

Saat diserang rasa lapar biasanya mereka kemudian menjadi sensitif, mudah mengeluh, marah bahkan menangis. "Hmm padahal kalau belum kuat, Ibu tidak akan memaksa kok, kalian boleh berbuka. Tapi coba dipikir apa tidak sayang? Kan tinggal separuh hari lagi. Puasa kan bukan cuma menahan lapar dan haus tapi belajar menahan diri dan bersabar. Jadi gimana??mau dibatalkan apa mau lanjut.?" 

Kali lain saya bisa ceritakan betapa beruntungnya kami. "Hmm lapar ya?ada lhoo anak-anak lain yang bukan cuma lapar di bulan puasa. Mereka hampir tiap hari menahan lapar karena gak punya cukup makanan. Mau makan aja susah ayah dan ibunya gak cukup uangnya buat beli makanan atau malah mereka gak punya ayah ibu. Alhamdulillah yaa, kita masih punya banyak makanan dan pilihan untuk berbuka nanti". Puasa mengajari kita untuk pandai bersyukur.

"Puasa itu ibadah rahasia. Tidak ada yang tahu kecuali kita dan Allah. Ibu gak tahu Ka Al dan Ka Zaha bener- bener berpuasa atau enggak hari ini. Ibu gak tahu kalau Kakak Al misalnya tiba-tiba ke dapur minum air dingin segelas karena haus atau Ka Zaha mengambil tempe goreng dan mamam di kamar belakang. Yang tahu cuma Kakak-Kakak sama Allah. " Puasa itu mengajarkan kejujuran. 

Kami punya cerita lucu soal ini. Kejadiannya tahun lalu. Saat mereka berdua tanpa diminta akhirnya mengaku kalau pada siang hari itu mereka minum air dingin dari kulkas di rumah Mbah Utinya. Sepulang kantor yang biasanya lebih siang dari hari biasanya di luar bulan ramadan. Pertanya an pertama yang saya tanyakan pada mereka adalah "bagaimana puasa kakak hari ini?". "Aku masih puasa bu." "Aku tadi buka terus lanjut lagi bu." Apapun itu, pasti setelahnya saya berikan mereka pujian. "Alhamdulillah hebat yaa...semoga Allah meridhoi yaa."

Hmmm tiba-tiba mereka saling melirik satu sama lain. Lalu saling memberi kode. Ka Zaha yang tampaknya gatal ingin mengungkapkan sesuatu. Hmm saya tidak berusaha memancing. Tapi dengan lugas saya sampaikan apakah ada yang mau diceritakan?Ibu akan mendengar dan tidak akan marah kalau kalian jujur. Lalu setelah Ka Al terlihat agak ngambek dan memerah mukanya. Mengalirlah cerita dari mulut Ka Zaha,"iya tadi kan aku masih haus ibu, aku tuh capek main di rumahnya mbah Uti, lari-lari, becanda, jadi aku haus banget. Kakak juga...trus kata Kakak, aku minum air dingin aja dikit dari kulkas mbah Uti. Aku minum soalnya haus tapi Kakak juga minum bu...", "Kan kamu yang maksa..." Ka Al menyela dan membela diri. 

Hmm ya sudah lain kali tidak diulangi lagi yaa...kalau Ka Zaha gak cerita, ibu gak tahu kok. Tapi Allah kan tahu... Allah tahi semuanya. Puasa kakak itu Allah langsung yang menilai dan membalas. Jadi jangan karena Ibu, Ayah, atau siapapun... puasanya karena Allah saja yaa..."

Ramadan Menghangatkan Rumah

Hikmah dari datangnya ramadan adalah suasana rumah menjadi lebih hangat dari biasanya. Alhamdulillah ada kebijakan pulang cepat bagi pegawai. Saya dan ayahnya anak-anak bisa punya waktu lebih menyambut waktu berbuka di rumah. Selain menyiapkan berbuka, waktu ini bermanfaat sekali untuk menghangatkan komunikasi dengan para krucils. Menjelang waktu berbuka, selesai Ibu dengan urusan dapur yang diusahakan sesimpel mungkin. Malah akhir-ahkir ini jika hari kerja tugas Ibu hanya menyiapkan buka puasa ala Food Combining untuk ayah dan Ibu yang sederhana dan simpel di luar makanan utama yang sudah disiapkan sama Mbah Uti dan Bude As. Yaa siapin potongan buah segar untuk takjil, plus tambahan sayur segar lalapan sambel, atau oseng-oseng atau cah sayuran yang simpel. Sisa waktunya bisa buat main sama krucils menunggu beduk.

Ruang favorit di rumah seputar dapur, ruang makan dan ruang keluarga di mana ada TV. Sambil menunggu beduk maghrib, ka Zaha atau Dek Paksi yang lebih "seger" biasanya main di halaman depan rumah, ayunan atau sepedaan sampai ke bunderan di komplek kami. Ka Alinga yang sudah lemes menunggu berbuka biasanya memilih duduk-duduk di ruang keluarga. Ibu membacakan buku cerita atau menemani Kakak menonton TV. Tapi tak jarang mereka main di luar dengan anak-anak sebaya mereka atau sekedar gelar tikar sambil main boneka atau baca buku. Saat menjelang maghrib berhamburan masuk menyerbu ruang makan. Tapi  aktivitas justru lebih sering diboyong ke ruang keluarga, makanan diboyong ke sana, makan sambil nonton TV. Hmm ya sudahlah.
Ngabuburit sambil sepedaan di lingkungan komplek

Ramadhan juga membuat rumah menjadi lebih hangat. Jika hari kerja kami usahakan untuk bisa sholat berjamaah Maghrib di rumah plus Isya dan Tarawih di Masjid sekitar kompleks, lahamdulillah jadi ada tambahan jamaah shubuh karena bisa menunggu subuh setelah sahur. Di hari libur, diusahakan setiap waktu sholat kami berjamaah. Meski anak-anak boleh main di luar, waktu sholat tak boleh lupa, usahakan pulang dan sholat berjamaah. Iyaa, ada saja sih cerita saat dek Paksi tiba-tiba ngambek dan protes, "aku gak mau colat, capek Ibuuu, kan tadi udah colat, kok colat melulu ciiih.." Hahaha ya iya lah kan sholatnya lima waktu sehari. Mungkin karena yang rutin di luar puasa kami berjamaah hanya Maghrib dan Isya saja, bulan ini kok jadi makin sering berjamaahnya?? Terkadang godaan juga dari salah satu atau kedua kakak yang kalau lagi asyik main, susah deh dipanggil sholat. Nanti aja bu, sebentar dulu bu, aku sama kakak nanti sholat berjamaah berdua, dan seterusnya. 

Hmm serunya lagi soal jumlah sholat Tarawih, pasti deh selalu ada tawar menawar. "Aku 4 rakaat aja ya bu..." "Aku 6 aja ya buu.." "Hmm Kakak Al minimal 8 rakaat dung, masak kalah dari tahun lalu.." Kalo dek Pakci, sholat isya dengan khusyu aja sudah bagus yaa. Setelahnya, bonus deh boleh sesukanya asal gak mengganggu yang sedang sholat. Jika sholatnya pinter pasti langsung laporan, " Pakci Colatnya pintel bu, colatnya benelan, gak becanda..ya kan yah???" Hmm jempol deh anak Ibu. Dikasih jempol senangnya bukan main.

Ramadan entah mengapa selalu menyisakan cerita seru, di luar kesibukan anak-anak menyiapkan berbagai makanan untuk berbuka. Cerita bahwa syaitan itu diikat di bulan ramadhan, sehingga kalau kita tak bisa menahan marah mungkin kita sendiri yang bercula seperti syaitan. Hiiyyyyy atau saat sedang rewel menanti jam berbuka, setiap jam dan menit dihitung. "Berapa jam lagi bu..?, Berapa menit lagi buuu". Ka Al yang awalnya terlihat lemas tiba-tiba semangat menghitung detik saat ibu menjawab 5 atau 3 menit lagi. Haduuuh, ada-ada saja. Jadi bagaimana mungkin kami gak merindukan ramadan?? semoga selalu ada kehangatan ramadan di rumah yang mewarnai hari-hari berikutnya.

22 comments

  1. bahagianya kebersamaan dalam keluarga :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah dengan segala dinamika dan tantangannya rumah dan anak2 selalu jd tempat paling dirindukan

      Delete
  2. Aaaak, nikmat Tuhan manalagi yang patut kita dustakan ya Mak? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf, koreksi Mak... terjemahannya tidak pakai kata "patut". Jelasnya , ...Maka ni'mat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?..

      Delete
    2. Iya mak Nurul...alhamdulillah...tak.satupun nikmat Tuhan yang bisa kita dustakan

      Delete
  3. Rumahnya asri bgd mak ophiiii..jd pengen ngadem di situ...

    Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah mak smp lebaran tahun inj kayaknya msh adem. Tp hbs lebaran kapling kanan kiro bakal dibangun rumah2 baru hiksss. Pastinya pohon2 di kanan kiri bakal terancam nih

      Delete
  4. Semoga krucil-nya jadi anak-anak yang sholeh dan sholehah ya mbak.. dan kehangatan di rumah mampu menjadikan mereka sosok yang asih di mana saja.

    ReplyDelete
  5. Replies
    1. Alhamdulillah... dinikmati yg ada mak. Dg segala kurang lebihnya

      Delete
  6. Sudah setahun tinggal di Yogyakarta, perasaan merapikan rumah belum beres-beres :(
    Banyak kotak yang masih belum dibongkar :D
    Tapi benar, ramadhan indah adalah di rumah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha klo saya sih sebetulnya rumah kadang dah kayak kapal pecah juga msk dah bertahun mak puh hahaha. Maklum krucils ya ga bisa liat rumah rapih... dinikmati aja

      Delete
  7. Tiada tempat yang paling nyaman di bulan ramadhan selain mesjid dan rumah, rumahnya nyaman yaa mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget mbak... Masjid dan rumah...home sweet home. Alhamdulillah makasih mak

      Delete
  8. Replies
    1. Alhamdulillah makasih mak.. dinikmati dan disyukuri yg ada ini mak.

      Delete
  9. Zaidan aja maunya 2 rakaat aja tarawihnya soalnya biasanya kalo udah buka puasa, kenyang dan ngantuk beratz.:D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha gak papa mak... belajar. Zaidan brp tahun? Klo de Paksi mau semaunya maunya main aja di masjid hihi...

      Delete
  10. semoga selalu ada kehangatanya ramadhan di rumah brg keluarga ya mbak

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.