Ibu (Bekerja) Bisa Jaga dan Selamatkan Bumi? Bisa dong!

Flashback to 70's and 80's Era

Harmoni dengan alam dalam kehidupan sehari-hari nyata adanya. Pernah terjadi dan saya alami puluhan tahun yang lalu di masa kanak-kanak hingga remaja. Di salah satu desa yang terletak di Jawa Barat. Kawasan yang memiliki landscape pemandangan teduh sekaligus gagahnya Gunung Ciremai di jangkauan mata. Potret suasana desa yang damai dengan udara sejuk, air bersih melimpah, sumber makanan dari alam tak pernah kekurangan. Gambaran ini sungguh kisah nyata di masa lalu. 

Saat ini mungkin  potret serupa hanya sebuah impian?

Masa itu pernah ada, di mana semua bahan makanan bisa kita ambil langsung dari alam di sekitar  kita. Kita tidak tergantung pada bahan pabrikan yang ternyata banyak mengandung bahan atau zat kimiawi yang juga berbahaya bagi tubuh.   Sekali lagi saya pastikan bahwa fakta itu pernah terjadi pada suatu masa dan saya salah satu tokoh di dalamnya.

Masa-masa yang belakangan semakin sering saya rindukan. Betapa tidak! Dahulu, jangankan untuk segala jenis bahan makanan nabati, bahkan sumber protein bisa diambil langsung dari alam. MasyaAllah kehidupan sederhana yang indah  dan nikmatnya luar biasa. Semua masih serba alami. 

Beras dan padi kami hasilkan dari sawah sendiri, Kacang panjang, labu, daun singkong, timun, bahkan kangkung atau bayam juga dari sana. Daun melinjo dan buahnya untuk sayur asam petik di sebelah rumah. Pohon kelapa, pohon nangka, pohon belimbing, pohon jeruk, pohon pisang, sumber nutrisi yang ditanam sendiri di sekitar rumah. Tomat dan cabaipun tinggal dipetik di pekarangan rumah. Barangkali bawang merah dan putih yang rutin harus kami beli di pasar yang juga tak jauh letaknya dari rumah.

Sumber protein tak kalah melimpah. Kami punya kolam ikan (biasa disebut Balong) yang tidak hanya memelihara ikan beragam jenis namun kami temukan juga udang air tawar yang gurih luar biasa. Unggas seperti ayam dan bebek dengan telurnya menjadi sumber protein yang juga tak kalah bermutu. Terjaga kualitasnya karena kami tidak memberi pakan buatan untuk ikan dan ternak. Pakan mereka juga tak kalah alami, tidak beda dengan yang kami konsumsi. Sebagian sampah organik sisa konsumsi kami juga menjadi pakan alami mereka.

Kebutuhan untuk daging merah toh memang tidak terlalu sering. Sesekali saja dan akan lebih melimpah di musim kurban. Tentu juga dibeli dari ternak kambing dan sapi di lingkungan terdekat saja. Saya ingat ibu saya mengeringkan gajih/lemak setiap masa kurban di atas perapian tungku dapur sederhana kami. Potongannya menjadi penyedap dan menambah lezat nasi goreng dan masakan sejenis. Untuk protein nabati seperti tahu dan tempe serta olahannya seperti kecap kami tercukupi oleh produksi lokal di lingkungan desa kami yang sepemahaman saya waktu itu semua proses masih dilakukan secara tradisional.

Jujur kadang masa-masa seperti itu ingin saya rasakan kembali saat pulang kampung. Namun hampir semua hal sudah berubah. Lingkungan yang berubah banyak terutama sejak air yang mengaliri sungai dan irigasi kami terkontaminasi limbah dari pabrik batu alam di salah satu desa tetangga yang merupakan wilayah hulu,- yang kian hari makin tak terkendali dan mencemari tidak hanya air namun juga tanah di wilayah desa. Air yang tak lagi bening ini jauh menurunkan kualitas tanah pesawahan bahkan kolam-kolam ikan yang juga diairi secara tradisional dari sana. 



Kerusakan Lingkungan di Sekitarku, Nyata Adanya!

Pagi hari saya biasa membuka tirai jendela di belakang cubicle saya. Ruangan 714 di sebuah gedung berlantai 7 di kawasan Senayan Jakarta Pusat. Dari kejauhan hutan pencakar langit nampak gagah merata di wilayah Jakarta. Bangunan tinggi yang indah dan tampak kokoh memenuhi kelopak mata. Gumpalan awan tebal berwarna gelap kehitaman nampak menaungi cakrawala di atas hutan pencakar langit tersebut.



 


Sering kukira mendung namun datangnya matahari tak juga menyebabkan gumpalan pekat abu-abu cenderung hitam itu pergi. Rupanya selimut polusi yang membuat pagi hari kadang tampak diselimuti mendung. Pun udara terasa panas. Duuuh! nyata adanya perubahan iklim di sekitar kita.

Kerap berlindung di dalam ruangan dengan pendingin yang semakin kuat karena udara luar yang semakin panas. Membuat kita nyaman padahal menyimpan banyak potensi yang merusak kesehatan. Bahkan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih merusak lingkungan.

Menjelang sore saya kembali ke Ciputat. tempat di mana keluarga dan rumah berada. Sedihnya kondisi dan kualitas lingkungan di sana tak jauh berbeda.  Jakarta dan Tangerang Selatan tepatnya Ciputat juga menjadi saksi dari perubahan iklim yang saya alami 25 tahun belakangan sejak menjadi warga Jakarta dan Tangerang Selatan. 

Meski sejak dulu terkenal dengan kemacetan di seputaran Pasar Ciputat namun saya memilih untuk memiliki rumah di daerah Ciputat karena masih bisa menemukan air tanah yang bersih dan udara pagi yang segar di lingkungan sekitar rumah. Banyak situ dan danau penyimpan air di wilayah Ciputat. Pepohonan juga dulu masih banyak kita temukan sehingga banyak daerah yang diberi nama dengan nama kebun. Ya karena masih banyak tanaman buah di sana. Kebun yang sekarang berganti perumahan dan apartemen. Bukan lagi pohon penghasil udara bersih dan menahan air tanah namun pohon beton yang menimbulkan efek rumah kaca.
 
Ironisnya, Ciputat tercatat sebagai kota terpanas belakangan ini. Hal yang juga sangat terasa akhir-akhir ini ketika membuka pintu dan jendela di pagi hari. Tak lagi terasa udara dingin atau semilir angin menerpa kulit. Udara serasa tak bergerak. Selimut polusi di kejauhan terlihat gelap dan tebal. Udara beranjak makin panas dan bertahan bahkan hingga matahari sudah tenggelam di ufuk barat.

Peurbahan iklim dan kerusakan lingkungan yang menyebabkan polusi tidak jauh dari lingkungan kita sehari-hari.  Polusi air, tanah, dan udara di sekitar kita, Perubahan iklim nyata di sekitar kita. Tanpa harus merujuk pada mencairnya gunung es di kutub utara atau selatan. Gelombang panas yang menyapu berbagai belahan dunia. Kenaikan suhu bumi 1 derajat celcius setiap tahun bahkan dikabarkan akan meningkat menjadi 1,5 derajat celcius dalam lima tahun ke depan terhitung sejak tahun lalu. Nyatanya semua fakta itu menjadi bagian dari hari-hari kita akhir-akhir ini bukan?

Permasalahn lingkungan di Ciputat rasanya bukan hanya terjadi di kota pinggiran Jakarta atau kerap disebut Jakarta Coret ini saja. Banyak wilayah urban yang juga bergerak dengan pertumbuhan penduduk yang makin tinggi, pertumbuhan hunian yang makin padat, tingkat kemacetan yang terus meningkat,  polusi udara, air, dan tanah yang semakin complicated,  serta kualitas lingkungan hidup yang makin menurun dan cenderung memburuk dengan cepat.

Mungkinkah Kembali Kehidupan Yang Harmonis dengan Alam yang Lestari?


Betapa kerakusan dan kecerobohan kita mengelola alam justru merusak dan membuat kondisi lingkungan jauh dari hakikat peruntukkannya. Ketika terasa akibat dari kerusakan pada kehidupan kita sehari-hari bahkan kita masih belum tersadar. Tidak cukup jugakah berbagai bencana yang nyata terjadi di sekitar kita akibat rusaknya alam lingkungan membuka mata dan menggerakkan hati kita.

Bumi yang menghidupi dan menjaga kita. Bukanlah khayalan atau sekedar halusinasi karena praktik jaga bumi yang sekarang sering dikampanyekan back to nature  pernah terjadi di masa lalu. Saat kita cukup tahu batasan agar bisa hidup dari bumi tanpa berlebihan merusak dan mengeksploitasinya secara brutal. Bumi bukan tak bersedia untuk memberi. Bumi selalu siap untuk memberi manfaat. Hanya saja kita jauh dari "bijaksana" dalam mengelola dan memanfaatkannya. Kita lupa menjaga dan merawat kelestariannya.

Harmonisnya kehidupan manusia dengan alam di lingkungan desa saya di masa lalu memang sudah berakhir sejak lama. Praktik-praktik ramah terhadap lingkungan dan sinergi yang kuat dengan alam rasanya sudah sangat jarang kita temukan. 




Hanya sedikit saja yang masih tersisa. Masyarakat adat dan kelompok lokal di beberapa wilayah Indonesia yang masih bertahan dengan praktik kearifan alam dan kearifan lokal. Mereka saja yang tampaknya masih menjadi penopang dan penyangga kelestratian lingkungan alam terutama hutan dan keanekaragaman hayatinya. Berat nian tugas mereka.

Sesungguhnya kita berhutang pada mereka yang tetap dan terus konsisten menjalankan pola kehidupan yang tak hanya ramah terhadap alam namun memuliakannya dengan menjaga sepenuh jiwa. Perjuangan menjaga kealamian lingkungan dan pengurangan emisi telah menjadi bagian dari pola kehidupan mereka. Namun apakah jumlah mereka yang minoritas ini akan cukup? 

Kita Harus Bagaimana? Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

Lalu di mana peran kita. Saya, Sahabat Mom of Trio semua, mereka: pemerintah (pusat dan daerah), pelaku usaha, akademisi, dan seluruh pemangku kepentingan lainnya. Nyatanya jika bicara soal bumi, alam, lingkungan hidup,  kita semua secara pribadi adalah pemangku kepentingan. Tak terkecuali! Masa lalu yang harmoni dengan alam memang tak bisa kembali dengan membalik telapak tangan. Kita juga nyatanya bukan sekelompok masyarakat adat yang dengan teguh menjalankan prinsip-prinsip menjaga dan melestarikan alam dalam semua sendi kehidupan sehari-hari. Namun jangan pesimis! kita bisa punya peran untuk bersama dengan mereka menjaga alam ini.

Alih-alih mengeluh dengan kondisi alam yang makin buruk tanpa melakukan langkah perbaikan untuk mengurangi kerusakannya atau bahkan malah memberi kontribusi terhadap kerusakan lingkungan, Alangkah baiknya kita bisa melakukan hal-hal sederhana yang tampak kecil namun berguna dalam menjaga dan memulihkan bumi kita. 

Jangan dianggap sepele karena jika dilakukan oleh semakin banyak orang dan terus diwujudkan secara konsisten pasti akan sangat bermakna. Yang penting mulai saja dulu, konsisten melakukannya, dan jangan lupa sharing agar menjadi edukasi bagi lingkungan sekitar kita.

Sebagai Ibu, waktu membutikan bahwa "Power of Emak2 is Real". Kekuatan dan peran Ibu sangat penting dan signifikan untuk berkontribusi dalam penyelamatan bumi dan lingkungan. As a working mom, akupun memiliki peran ganda. Menjaga dan menyelamatkan bumi dari rumah dan dalam peran sebagai wanita bekerja. 

Mulai dari Rumah!


Kepedulian pada bumi saya upayakan mulai dari rumah pastinya. Beberapa aksi sederhana yang alhmadulillah telah dan masih dijalankan di rumah antara lain:

  • Hemat energi terutama listrik, gas, dan air.
  • Gearakan pakai sampai habis
  • Bijak kelola sampah
  • Belajar Hidup Minimalis 
  • Tanam Pohon atau tanaman di rumah
Sejauh ini tentu ada saja tantangan dan kendala untuk bisa konsisten menjalankan hal-hal tersebut. Untuk menjaga penggunaan energi secara hemat baik listrik, air, maupun gas di rumah relatively sudah berjalan sejauh ini.  Penggunaan toiletries dan kebutuhan rumah tangga non makanan sampai habis juga so far aman. Gunakan semua sampai benar-benar habis baru beli dan pakai yang baru. Selain ramah lingkungan juga ramah di kantong.




Untuk minimalist lifestyle, perlahan tapi pasti masih bisa dijalankan dengan baik. Kami terus komitmen untuk mengurangi berbagai barang termasuk furniture dan peralatan rumah tangga untuk tujuan efisiensi. Jika ada peralatan yang baru masuk rumah dipastikan harus ada yang keluar sebelumnya. Decluttering juga sudah lebih teratur kami lakukan di rumah. Anak-anak saya ajak melakukannya secara rutin pada barang-barang mereka. 

Hutan kecil di teras depan rumah alhamdulillah makin menghijau dan lebat. Sungguh membantu memberikan kesejukan dan ketenangan di rumah setelah seharian menikmati panas dan gersanganya Jakarta dan bergulat dengan polusi di jalanan. Selain pohon mangga yang paling berperan sebagai peneduh rumah, kami punya pohon melinjo, sirsak, jeruk nipis dan lemon (di pot), pohon pisang, Pepaya jepang, dan pohon pepaya kami tanam di sekitar rumah. Sisanya tanaman hias hijau yang melenakan mata.

Beware of Household Waste!

PR yang masih terasa berat dan paling terasa menantang adalah terkait dengan pengelolaan sampah. Faktanya ketika di rumah kami sudah memisahkan sampah organik dan sampah non organik, saat diambil oleh petugas sampah ternyata tak betul-betul dipisahkan. Ujung-ujungnya sampah ini kembali menjadi satu di pembuangan akhir. Kendalanya karena belum memadainya bank sampah dan sistem pemilahan dan pengolahan sampah di level  lingkungan yang lebih besar.

Masalah sampah rumah tangga ini menjadi concern tersendiri bagi saya pribadi. Selain soal pemilahan sampah, saya ingin sekali bisa mengurangi sampah rumah tangga. Saat ini, saya banyak mengedukasi diri terkait konsep zero waste untuk rumah tangga.  Pengelolaan zero waste ini sebetulnya tidak hanya pada proses pemanfaatan sampah atau sisa makanannya tetapi dimulai sejak awal yakni pola pikir konsumsi dan belanja yang bijak dan aware terhadap sampah yang bisa timbul dan dihasilkan. 




Sebetulnya konsep zero waste ini juga dengan konsep agama yang saya anut terkait dengan larangan mubadzir. Bisa dipastikan semakin banyak sampah yang kita hasilkan dikarenakan kita belum bisa menata diri dan menahan diri dari sikap mubadzir dalam pola konsumsi kita sehari-hari.

Pengurangan penggunaan plastik belanja dan menggantikan dengan tas kain dan sejenisnya yang ramah lingkungan serta kemasan daur ulang sedikit banyak membantu mengurangi sampah rumah tangga. Namun yang cukup berat adalah pengelolaan sampah makanan. Nyatanya mayoritas (lebih dari 50%) dari sampah rumah tangga sehari-hari adalah sampah organik berupa sisa makanan. Baik dari sisa bahan makanan yang tidak terolah maupun makanan yang tersisa dan tidak bisa terkonsumsi habis. 

Saat dulu Kakungnya anak-anak masih rutin memelihara lele, kambing, dan unggas, sisa makanan bisa menjadi pakan alami bagi mereka. Sebagian sisa makanan bisa tersalurkan dan bermanfaat.  Nyatanya saat ini kami tidak bisa memanfaatkannya lagi.

Mengapa Sampah Makanan sangat Urgen untuk Dikelola dengan Baik?

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbulan sampah di Indonesia pada 2022 mencapai 19,45 juta ton. Berdasarkan jenisnya, mayoritas timbulan sampah nasional pada 2022 berupa sampah sisa makanan dengan proporsi 41,55%. Kemudian sampah plastik berada di urutan kedua dengan proporsi 18,55%. 

Dari sisi sumbernya, rumah tangga menyumbang proporsi sampah paling banyak dengan andil sebesar 39,75%. Sebanyak 20,92% sampah di dalam negeri berasal dari aktivitas perniagaan. Proporsi sampah yang berasal dari pasar tercatat sebesar 16,13%. Sebanyak 7,09% sampah juga bersumber dari kawasan. Fasilitas publik dan perkantoran masing-masing berkontribusi terhadap total sampah sebesar 6,85% dan 5,98%. Sementara, 3,28% sampah berasal dari sumber lainnya.

Timbulan sampah yang tak teratasi dengan baik dapat berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. Apalagi, sejumlah laporan global menyebut bahwa Indonesia masuk jajaran penghasil sampah plastik dan sisa makanan terbesar dunia. Duh! Ingat Burj Khalifa, bangunan tertinggi di dunia? Nah kabarnya sampah kita jika disusun bisa setinggi Burj Khalifa tersebut. Mengerikan bukan?

Kembali ke soal sampah makanan. Selain plastik, sampah makan juga menjadi isu tersendiri karena sampah makanan yang menumpuk dan tidak terolah juga bisa menghasilkan gas metana. Salah satu gas rumah kaca yang membuat krisis iklim semakin memburuk. Huhuhu sedihnya, alih-alih menyelamatkan bumi, kita malah justru merusak bumi dengan sampah makanan.

Menyadari pentingnya hal tersebut, maukah sahabat Mom of Trio, kita #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku dengan memulai perilaku zero waste atau nirsampah dengan langkah sederhana dari rumah.  Apa saja yang bisa kita lakukan? Untuk saat ini setidaknya kita bisa melakukannya dengan:
  1. Membuat rencana belanja guna menghindari lapar mata saat belanja dan menimbun bahan makanan di kulkas yang ujung-ujungnya terbuang karena sudah rusak, kadaluarsa, atau malah membusuk. 
  2. Menyusun menu masakan. Ini bakal membantu kita menentukan menu harian apa yang akan kita siapkan, seberapa banyak dan bahan apa saja yang dibutuhkan. Selain untuk tujuan efisiensi, tentu diharapkan kita tidak lagi menghasilkan sampah makanan berlebihan karena menu harian/mingguan/bulanan sudah tertata dan tersusun dengan baik. Ini juga akan membantu kita dari jajan atau belanja makanan berlebihan karena ketidakjelasan menu masakan yang bisa kita siapkan.
  3. Menggunakan tas kain saat berbelanja, hindari menggunakan tas plastik. 
  4. Mulai mengompos sampah dapur/sampah organik. Meskipun tak punya lahan pengomposan ternyata composting bisa dilakukan dalam wadah tertentu seperti ember dengan memasukkan sampah organik sisa makanan/dapur dan kemudian menyampurnya dengan dedaunan kering atau sampah hijau lainnya dan bisa ditambahkan emuflisier dan bakteri. Setelah menjadi kompos bisa berguna sebagai pupuk alami untuk pepohonan dan tanaman hijau di rumah.



Hayuk Ibu-ibu, kita kelola sampah rumah tangga dan tergetkan zero waste dengan memulai 4 langkah sederhana. Kita pensiun dari kontributor sampah makanan yang pada ujungnya merusak lingkungan dan memperburuk iklim. InsyaAllah kita bisa dan kalau semua Ibu-Ibu bersatu mengurangi sampah makanan rumah tangga pasti jumlah sampah makanan rumah tangga di negara kita tidak akan lagi menjadi juara. Yuk bisa yuk!

Ibu Bekerja (juga) Bisa Jaga dan Selamatkan Bumi

Mengingat sebagian waktu saya tidak hanya di rumah, maka kepedulian pada lingkungan juga saya coba terapkan dalam peran saya sebagai wanita yang bekerja di luar rumah. Hal-hal sederhana yang mungkin juga bisa diterapkan oleh Sahabat Mom of Trio yang bekerja di luar rumah.


1. Menggunakan Moda Transportasi Publik


Dari sejak zaman kereta odong-odong kami menyebutnya demikian, kereta Api Jalur Rangkasbitung - Tanah Abang sampai dengan KRL dan Commuter Line yang judah jauh lebih bagus, saya sudah menggunakan moda transportasi publik satu ini. Kalau dibilang the best choice, ya enggak juga sih karena kadang orang-orang suka heran kok rumahnya lumayan jauh dari stasiun (sekitar 7 km) tapi memilih naik kereta?. 

Ada juga pertanyaan "kok kuat naik kereta di jam sibuk?". Sahabat Mom of Trio pasti dung pernah denger bagaimana chaosnya susana Stasiun Manggarai di jam pergi dan pulang kantor? Jalur ke kantor dari rumah, tidak melewati stasiun tersebut, tapi kondisi chaos itu sudah jadi drama pagi di hampir setiap stasiun besar rasanya. Palmerah, stasiun di mana saya turun dan naik juga punya dramanya tersendiri. Untuk yang bukan Roker (Rombongan Kereta) atau Anker (Anak Kereta), bisa jadi drama ini bikin shock dan kapok. Segitunya? Iyaa! 

Alhamdulillah jam terbang belasan bahkan puluhan tahun ya, membuat saya sudah terbiasa. Sudah sekitar 20 tahun saya mengenal kereta sebagai moda transportasi yang selalu saya kangeni meski kami punya masa-masa "hate and love relationship" juga selama ini.

Jujurly kendaraan roda 4 ada di rumah tapi selama weekdays memang istirahat di carport. Mostly hanya weekend tertentu mobil keluar kandang dan kami pakai. Selain karena macet, meskipun sekarang rumah kami sebelah tol baru jadi ya alasan macet sudah gugur satu sih, entah kenapa saya dan suami kompak lebih memilih naik KRL atau CL sekarang namanya. Kalau mau cerita, saya bilang sih alhamdulillah sekarang mah sudah jauh lebih nyaman dan enakeun moda transpotasi yang satu ini. Terlebih untuk wilayah Jakarta yang sudah terintegrasi dengan moda transportasi umum lainnya.

Bukan apa-apa, kecintaan pada KRL atau CL ini juga dikuatkan oleh kesadaran untuk mengurangi polusi udara. Kita tahu pencemaran udara adalah salah satu permasalahan yang umum dihadapi di wilayah perkotaan. UNEP menyatakan bahwa sebanyak 6,5 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat paparan kualitas udara yang buruk. Selain itu, 70% kematian akibat pencemaran udara tersebut terjadi di Asia Pasifik termasuk di Indonesia. 

Sektor transportasi adalah sumber pencemaran yang utama di wilayah perkotaan. Emisi kendaraan bermotor berkontribusi sebesar 70% terhadap pencemaran Nitrogen Oksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2) dan Partikulat (PM) di wilayah perkotaan. Pada tahun 2022, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menegaskan sejumlah faktor yang menjadi penyebab kualitas udara Jakarta memburuk. 

Salah satunya adalah meningkatnya aktivitas pencemaran emisi gas yang berasal dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Sumber bergerak  adalah kendaraan, roda empat dan roda dua. Sumber emisi bergerak ini berkontribusi sebesar 75 persen. Adapun sumber emisi tidak bergerak berasal dari perusahaan, cerobong asap, maupun dari konstruksi yang saat ini sedang dilakukan masyarakat. Banyaknya pembangunan konstruksi juga menghasilkan polusi dan debu-debu yang berbahaya.

Jadi menggunakan moda transportasi publik termasuk CL tentu sangat membantu mengurangi emisi. Alhamdulillah meski tidak dekat, jika ada meeting di sekitar wilayah Ibu Kota yang masih bisa dijangkau dengan commuter line ataupun MRT sayapun memilih untuk menggunakan kedua moda transportasi ini. So far nyaman dan efisien sekali menghadapi kemacetan. Jadi yuk lah, Sahabat Mom of Trio yang bekerja terutama di Ibukota, manfaatkan transportasi publik. Kita bantu bumi dengan mengurangi emisi.

2. Bawa Bekal dari Rumah.


Repot? Enggak juga sih. Kadang tuh malah lebih repot saat harus mengorder makanan di kantor. Selain lama, prosedural keluar masuk makanan ke komplek dan gedung juga kan takes time ya. Jajan ke kantin juga jarang dilakukan dengan berbagai pertimbangan. 

Sesekali boleh saja tentunya, tapi untuk setiap hari saya lebih prefer membawa bekal dari rumah. Selain lebih praktis, hemat, juga bisa merasakan jerih payah di dapur pagi hari hehehe. Terlebih sarapan pagi saya adalah buah. Beda banget rasanya bawa buah sendiri. Eh tapi kenapa bawa bekal dari rumah bisa membantu menyelamatkan bumi? Pastinya karena kita bisa mengurangi sampah makanan dan sampah plastik dung.

3. Gunakan Tumbler atau Botol Minum, Hindari Tempat Minum Sekali Pakai


Menggunakan tumbler selama perjalanan ke dan dari kantor tentunya mengurangi potensi penggunaan botol minuman sekali pakai. Selain lebih yakin akan kebersihan alat minum tersebut, tentu kita sudah turut menjaga bumi dengan mengurangi sampah dari botol atau kemasan minuman sekali pakai.


4. Kurangi Penggunaan Kertas.

Saat ini mayoritas kegiatan di kantor sudah bisa dilakukan secara digital sehingga penggunaan kertas sudah jauh berkurang. Untuk sampah kertas lama, saya tidak langsung buang begitu saja. Saat perlu catatan tertentu, saya pakai kertas bekas yang masih menyisakan sisi yang tidak terpakai. Selain itu jika ada kebutuhan menggunakan kertas, sebaiknya gunakan kedua sisi kertas untuk mengurangi jumlah kertas yang dipakai. Untuk kebutuhan kertas yang harus diprint bisa juga dibuat size tulisan yang lebih kecil dan rapat sehingga bisa menghemat halaman kertas juga. Sebagian kertas bekas dari kantor juga saya gunakan sebagai kertas untuk anak-anak belajar dan berhitung di rumah.

Kita sudah waktunya membatasi penggunaaaan kertas mengingat kertas dibuat dari pengolahan kayu pohon. penggunaan kertas berlebihan dapat menyebabkan penggundulan hutan. Setiap 15 rim kertas A4 membutuhkan sekitar satu batang pohon. Hmm berapa banyak hutan yang gundul akibat pohon yang ditebang untuk menyediakan kertas. 

Selain itu sampah kertas sendiri jika tidak dipilah dan dikelola dengan benar  dapat mempercepat terjadinya perubahan iklim. Kertas yang bersifat organik dapat bercampur dengan sampah tipe lain, yaitu anorganik. Hal tersebut akan membuat pembusukan berlangsung tanpa oksigen atau anaerob. Pembusukan yang berlangsung secara anaerob itu akan menghasilkan gas metan.



5. Matikan Peralatan Elektronik Kantor Saat Tidak Digunakan

Ini prinsipnya sama dengan yang dilakukan di rumah terkait dengan pengematan energi ya. Lampu, AC ruangan, Komputer, Laptop, Printer, dan yang lainnya pastikan sudah dimatikan saat kita tidak gunakan. Selain menghemat energi juga menghindari kemungkinan arus pendek yang bisa menyebabkan kebakaran. Pastikan sebelum meninggalkan cubicle kita sudah mematikan semua aliran listrik ke perangkat elektronik di sana. Mengingat ruangan dan cubicle saya berada tepat dibelakang jendela kaca, saat pertama kali masuk ruangan yang saya lakukan adalah menaikkan tirainya agar cahaya alami matahari masuk dan khusus lampu yang mengarah ke cubicle saya bisa dipadamkan. 

Last but Not Least, Duplikasikan Kepada Anak-anak!

Tidak lupa kebiasaan dan aksi sederhana baik di rumah maupun selama bekerja juga saya duplikasikan kepada anak-anak. Ritme aksi support bumi di rumah relatively berjalan baik dan anak-anak mulai terbiasa meskipun tidak selalu mulus terutama terkait dengan kelola sampah. Memang akan selalu ada tantangan tapi menyerah bukan pilihan. Kita memang butuh waktu dan kesabaran untuk membentuk pribadi-pribadi yang peduli lingkungan. Mulai dari sekarang dan jangan berhenti. Semangat Ibuk!

Langkah-langkah sederhana jaga bumi yang saya lakukan sebagai Ibu bekerja juga saya tularkan dan edukasikan kepada anak-anak dalam posisi mereka sebagai pelajar. Untuk Anak kedua dan si bontot memang masih diantar jemput dengan motor ke sekolah karena posisinya yang relatif masih dekat rumah. 

Untuk si Kakak sulung kami biasakan juga untuk menggunakan moda transportasi umum ke sekolah. Kebetulan jalur sekolahnya dilewati oleh Bus TransJakarta yang bisa diakses dari dekat rumah. Sebagai benefit tambahan, si Kakak bisa menghemat uang bulanannya saat sering menggunakan bus dibandingkan jika Ia memakai ojek online. Lumayan buat tambahan jajan dan simpanan katanya.

Semua anak-anak terbiasa membawa bekal. Saya memang selalu siapkan bekal mereka di sekolah baik bekal snack maupun makan besar. Kakak yang SMA dan SMP bisa mengatur sendiri uang mingguan/bulanan yang diberikan. Jika membawa bekal tentu mengurangi pengeluaran untuk jajan. Uang bisa ditabung atau untuk membeli hal-hal yang lebih besar saat sudah terkumpul. Untuk si adek karena di sekolah tersedia catering, maka kami ikutkan catering. Uang jajan diberikan sesekali sebagai rewards tertentu. Anak-anak juga dibekali tumbler/botol minuman masing-masing yang bisa isi ulang di sekolah.

Penghematan menggunakan kertas berlaku juga untuk mereka. Tahun ajaran baru = buku tulis baru tidak berlaku untuk mereka. Saya minta mereka tetap gunakan buku tulis yang lama selama kertas yang belum terpakai masih ada. Ini sudah saya terapkan sejak si Kakak yang sekarang SMA masih di SD. Jika sampulnya sudah rusak, cukup ganti sampulnya. Jikapun tidak memungkinkan, maka halaman yang masih kosong bisa digunakan untuk catatan pribadi, coret-coret, atau menghitung. Intinya jangan dibuang jika masih ada kertas kosong yang masih bisa dimanfaatkan.

Demikian Sahabat Mom of Trio, aksi sederhana ehmm lebih tepatnya kebiasaan sederhana yang saya lakukan sebagai ibu dan sebagai wanita bekerja guna menyelamatkan bumi kita tercinta dengan menjaganya semampu yang bisa kita lakukan. Since I love our Earth dan gak kebayang harus pindah kemana kalau bumi kita rusak dan hancur.  

Inilah sebagian upaya saya untuk ikut #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku. Nah Kalau #BersamaBergerakBerdaya versi Sahabat Mom of Trio apa nih? Boleh dong tulis di kolom komentar ya! Kita sharing dan saling mengedukasi ya. 



Referensi:

  • UGM, https://pslh.ugm.ac.id/peran-serta-masyarakat-dalam-pengelolaan-lingkungan-hidup/
  • KEMENLHK, https://www.menlhk.go.id/site/single_post/4078/uji-emisi-kendaraan-sebagai-bentuk-kontribusi-masyarakat-terhadap-pengendalian-pencemaran-udara
  • Detiknews, https://news.detik.com/berita/d-6143017/dlh-dki-sebut-75-persen-polusi-udara-jakarta-berasal-dari-emisi-bergerak.



23 comments

  1. Wah di desa masih asri, pasti sejuk juga udaranya apalagi di area sawah. Memang lingkungan ini kita yang harus jaga, dari kebiasaan dan pekerjaan setiap harinya tentu berpengaruh pada bumi. Sedih dengar berita itu, apalagi sekarang terasa banget cuaca panasnya. Terima kasih informasinya!

    ReplyDelete
  2. Siapa pun bisa berperan dalam menjaga kelestarian bumi, ya. Aku pun masih terus berusaha

    ReplyDelete
  3. Saya masih belum bisa yang memilah sampah nih. Soalnya kadang suka gemes liat bocah main tuang sampah basah ke sampah plastik. Rasanya sia-sia. Belum lagi kalau ada tamu dateng.. duuh... memang lingkungan sehat diawali dari diri kita sendiriya, Mba.

    ReplyDelete
  4. Aku sekeluarga sudah cukup lama menerapkan gaya hidup mencintai bumi dan alam sekitar. Anakku pergi ke sekolah naik sepeda, suamiku senang menanam pohon, mamah papahku punya ladang aneka tanaman yang bisa dipetik dan dimasak untuk dikonsumsi dll. Aku juga selalu membawa botol minum dari rumah, kantong belanja saat ngemall.

    ReplyDelete
  5. sedih banget ya mbak lihat keadaan bumi sekarang. coba kalo setiap manusia sadar diri menjaga lingkungan. padahal caranya mudah, tapi kadang kitanya males. contohnya buang sampah, di indonesia kotak sampahnya cuma satu jadi susah dipilah2.

    ReplyDelete
  6. Keren mbak tipsnya mantap banget buat siapapun meski bukan ibu bekerja aja, bisa dikerjain mulai dari rumah ya.. perubahan yang lebih baik buat bumi akan bermanfaat untuk kelangsungan hidup manusia sekarang dan nanti

    ReplyDelete
  7. setuju mbaaa... bisa bangeeet ya judulnya. Ada banyak kebiasaan baik yang selalu saya tularkan ke anak - anak, mulai dari 3R sampai urusan waste management. Ayo kita bisaaa

    ReplyDelete
  8. Sama seperti konsep 3R (reuse, reduce, dan recycle) kamu dapat membantu pengelolaan sampah dengan memilih barang-barang yang masih dapat digunakan kembali. Misalnya botol kaca yang dapat dibersihkan dan digunakan kembali untuk menyimpan barang atau menjadikannya sebagai hiasan rumah.

    ReplyDelete
  9. Mba benar banget bahwa sebaiknya kita mulai dari rumah ya mba untuk mulai selamtkan bumi. Dan dari hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan bersama anggota keluarga lainnya

    ReplyDelete
  10. Bisa banget ini ma, working mom bantu selamatkan bumi soalnya aku udah memulai yang mama sarankan tsb. Sekarang aku udah di fase mengajak anak dan suami serta kleuarga yang lainnya juga untuk melakukan langkah kecil tapi besar dampaknya seperti disiplin terhaap sampah

    ReplyDelete
  11. Perlu banget ini dilakukan oleh ibu bekerja atau pun ibu yang kerja dari rumah, semua bergerak untuk selamatkan bumi. Thanks infonya nih

    ReplyDelete
  12. Membaca pengantar tulisan ini, membuat saya rindu kampung halaman juga mbak, dulu segala keperluan untuk makan, bisa didapat dari sekeliling. Klo tanaman di kebun sendiri nggak ada, bisa minta ke tetangga.

    Menduplikasi kebiasaan baik untuk upaya pelestarian lingkungan ke anak-anak ini pun penting banget, supaya sejak dini mereka terbiasa dengan gaya hidup minim sampah dan hemat energi

    ReplyDelete
  13. Masa kecil aku tahun 90-an Mak, masih alami juga kok. Kadang aku kangen zaman dulu, mandi disungai yang sungainya masih bersih tapi sekarang airnya mulai mengering, main ke ladang dan nanem apa saja tumbuh, sekarang mah enggak ladang atau sawah sering banget gagal panen.

    ReplyDelete
  14. iyaaa ini bener bgt kita tuh bisa kok selamatkan bumi dr hal2 kecil yg dilakukan dr rumah, kantor, lingkungan.

    aku ni tinggal ga jauh ya dr sawah dan pabrik, gemes sih malah skrg banyak yg cari instan kayak bakar sampah (polusi udara) dan buang sampah sekenanya tanpa pilah2. aku emang blm full tp udh belajar milah sampah, yg akhirnya pas diangkut ya dibongkar jd 1 semua lg

    ReplyDelete
  15. Menjaga kelestarian bumi ini memang bukan buat siapa-siapa, tapi untuk kelangsungan hidup kita semua. Dan meskipun kini sudah mulai WFO, tetap bisa bantu bergerak bersama jaga lingkungan dengan hal-hal sederhana yang ternyata bermanfaat besar bagi kelestarian lingkungan.

    ReplyDelete
  16. Ih bener banget, apa yang kita lakukan ini paling tidak pasti meng-influence anak anak kita agar lebih peka terhadap lingkungan. Gerakan menyelamatkan bumi ini sejatinya harus dilakukan semua orang loh, soalnya kan generasi anak cucu kita yang akan hidup di bumi ini selanjutnya.

    ReplyDelete
  17. Dari rumah kita bisa buat bumi main indah dan makin biru.langkah kecil perlu dilanjutkan di ajak tetangga kiri dan kanan

    ReplyDelete
  18. Seneng banget lihat makin banyak orang yang peduli sama lingkungan dan berusaha untuk ikutan jaga lingkungan kita. Karena memang banyak ya caranya. Ibu pekerja kaya mbak Ophi aja bisa nih. Masa kita yang di rumah doang kalah sih ah ..
    Setidaknya mulai dari yang simpel kaya hemat listrik, air, dan tisu itu bisa ya dilakukan siapapun. Semangat ah demi masa depan lingkungan yang lebih baik.

    ReplyDelete
  19. Ah bener bangeeet...kita semua adalah pemangku kepentingan.
    Kita punya kepentingan untuk bisa menikmati bumi yang mendukung kehidupan sehari-hari. Sebab itu penting bagi kita untuk memberi kebaikan bagi bumi yang sudah lebih dulu banyak memberi kebaikan pada kita. Terima kasih telah menjabarkan cara2 praktis utk dilakukan.

    ReplyDelete
  20. Panjang dan lengkaapp mbak. Iyes, kita bisa mulai dari rumah untuk bisa cinta lingkukngan ya. Dengan begitu, kita juga bisa membangun kebiasaan untuk anak-anak juga, sehingga mereka pun ikut peduli terhadap lingkungannya.

    ReplyDelete
  21. Terima kasih reminder-nya Mbak
    Aku yang ibu rumah tangga juga jadi banyak ide untuk hemat energi dari rumah karena sama sama bekerja juga meski tempatnya berbeda

    ReplyDelete
  22. Ibu bekerja pun bisa turut menjaga bumi dan alamnya Mba. Bisa dengan bawa bekal sendiri, bawa tumbler, mengurangi penggunaan kertas. Hal sederhana yang bisa membawa perubahan demi kelestarian lingkungan

    ReplyDelete
  23. iya sekarang memang berasa banget panasnya cuaca akibat perubahan iklim. tentunya sebagai ibu kita harus bisa memberikan contoh dan kebiasaan yang baik ya, mbak kepada anak-anak kita terutama dalam hal menjaga lingkungan ini agar di masa depan nanti mereka juga bisa melanjutkan kebiasaan tersebut

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.