Akhir tahun lalu, alhamdulillah saya mendapat kesempatan mengikuti training sekitar dua minggu di Amerika Serikat. Satu minggu kegiatan dilakukan di Kota Washington DC dan seminggu sisanya dilakukan di Naperville Illinois. Pada kesempatan free time, kami peserta training diberi kesempatan untuk mengekplore DC dan kota-kota sekitarnya. Salah satu referensi penyelenggara adalah Georgetown.
Pada suatu siang seusai kegiatan pagi di Capitol Hill dan jadwal siang kosong, kami pergi ke Georgetown. "Bapak/Ibu bisa jalan-jalan melepas penat, makan, atau sekedar ngopi. Hmm pastinya bisa belanja juga karena banyak tempat belanja di sana." Demikian saran penyelenggara.
Well ini bukan kunjungan saya yang pertama ke DC dan Georgetown sih. Pada Oktober 2014, saya mengikuti training di CRS (Congressional Research Service) supporting unit untuk Kongres Amerika. Nah saat itu juga di sela padatnya jadwal training, saya sempatkan bersama teman-teman peserta training dari beberapa negara menghabiskan senja di Georgetown. Nah memang saat itu saya hanya benar-benar cuci mata saja. Tidak sempat makan atau belanja.
Kali ini kembali ke Georgetown di siang hari. Kondisi dan vibes-nya terasa masih sama meskipun hampir 10 tahun pergerakan waktu. Namun demikian suasana siang dan senja memberi warna yang berbeda. Pun dulu tak sedingin kemarin. Desember sudah masuk winter, sementara Oktober masih musim gugur. Rasanya jalanan yang kami susuri, toko-toko, cafe-cafe, dan resto-resto di sepanjang jalan terasa masih sama. Meskipun suhu cukup rendah namun matahari cukup melimpah hari itu.
Kami terbagi dalam beberapa grup. Saya dan beberapa rekan memutuskan mencari restoran Asia. Beberapa teman kangen makan nasi katanya. Saya ikut saja karena tidak ada preferensi khusus. Kami akhirnya masuk ke sebuah Restaurant Thailand yang rupanya belum lama buka. Memang jam makan siang baru saja dimulai.
Kami memesan makanan masing-masing dan selesai makan terbitlah bill/tagihan. Kami agak bingung saat membaca tagihan. Jadi selain harga makanan, lalu ada tax, nah kok ada item gratuity ya? Ternyata gratuity adalah item tip atas service yang diberikan dan jumlahnya ditentukan oleh pihak restauran. Uniknya dalam kasus ini, nilai tip lebih besar dari nilai tax. Mas Azri, pihak penyelenggara training yang menemani kami kemudian menjelaskan bahwa memberikan tip untuk layanan restauran menjadi satu kelaziman di dunia kuliner Amerika.
Kelaziman ini telah berjalan sekian lama dan bahkan diperkuat dengan memasukkan nilai tip dalam tagihan/bill. Jadi memberikan tip bukan lagi pilihan, bahkan sudah jadi kelaziman atau kewajiban konsumen. Hmm agak kaget? Nah saya juga awalnya agak bingung, karena memang praktik tipping agak berbeda konteksnya dengan tradisi kita di Indonesia ya.
Sebagai hal baru, informasi seputar tipping atau pemberian tips menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Ternyata praktik tipping di sektor food and beverage di Amerika sudah berlangsung lama. Beruntung saya kemudian menemukan artikel di website culinary schools yang ternyata menceritakan dan menjelaskan secara detail terkait dengan bagaimana menghitung tip dan berapa yang menjadi bagian kita.
Website Culinary Schools sendiri merupakan situs web terkemuka yang membantu pelajar di bidang kuliner menemukan sekolah dan jalur karier yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi mereka. Situs ini menyoroti dan mengulas semua jenis sekolah memasak, sekolah koki yang dapat diikuti dengan pelatihan dan bimbingan yang memungkinkan seseorang yang memiliki minat di bidang kuliner untuk melangkah dengan percaya diri ke dunia seni kuliner.
Nah kembali ke artikel tentang tipping tadi ya. Sangat menarik membaca artikel ini karena mengulas dengan lengkap seputar "tip calculator" dan mencerahkan pemahaman seputar pemberian tip di sektor kuliner Amerika. Bahkan secara gamblang dipaparkan bagaimana sejarahnya, fakta-fakta seputar tipping, dan praktiknya di beberapa negara.
Memberi tip adalah ciri khas American dining yang menghargai pelayanan yang excellent. Sebagai praktik umum, pengunjung restoran memberikan tip yang lebih tinggi kepada pelayan jika mereka puas dengan layanan mereka. Begitu pula jika ada kekurangan dan perlu perbaikan, mereka memberikan jumlah yang lebih rendah.
Beberapa pelanggan bahkan memberikan tip terlebih dahulu untuk memastikan layanan yang cepat. Selain berfungsi sebagai insentif untuk menjaga kualitas layanan, pemberian tip juga mencerminkan tingkat kepuasan pelanggan.
Sejarah Pemberian Tip
Pemberian tip kabarnya dimulai tepat setelah Perang Saudara Amerika pada tahun 1865. Michael Lynn, seorang profesor dari Cornell University School of Hotel Administration menduga orang Amerika kaya yang melakukan perjalanan ke Eropa mengambil tradisi elit dan membawanya kembali ke Amerika. Hal ini mungkin dilakukan untuk memamerkan status sosial dan tingkat pendidikan.
Menariknya dalam sebuah artikel yang ditulis di Business Insider, disebutkan bahwa awalnya kata "tip" adalah akronim dari “To Insure Promptitude”, akronim dari kalimat ini tertulis di mangkuk saji di kedai-kedai kopi di Inggris pada abad ke -17 di mana para peminum kopi akan menyelipkan uangnya untuk mendapatkan layanan prioritas.
Ketika kemudian tradisi pemberian tip ini datang ke Amerika, tentu saja tidak secara langsung dapat diterima oleh masyarakat setempat. Ada pro dan kontra. Artikel New York Times pada tahun 1987 menyebutkan bahwa praktik pemberian tip ini bertentangan dengan cita-cita demokrasi Amerika. Sebagian lain menyebutkan bahwa pemberian tip menciptakan sektor pekerja yang “bergantung secara finansial” pada kelas yang lebih kaya.
The New York Times menyoroti peristiwa-peristiwa besar yang menunjukkan gerakan anti-tipping. Di mana banyak serikat pekerja dan penjual keliling mendukung kampanye anti-tipping. Pada tahun 1904, 100.000 anggota Anti-Tipping Society berjanji untuk tidak memberikan tip selama setahun. Pada tahun 1909, negara bagian Washington menjadi negara bagian pertama yang mengesahkan undang-undang anti-tipping. Enam negara bagian lainnya menyusul. Negara bagian lain yang tidak memberikan tip termasuk Mississippi dan Arkansas. Undang-undang anti-tipping disahkan pada tahun 1915 di negara bagian Iowa, South Carolina, dan Tennessee.
Pada tahun 1916, William Scott menulis The Itching Palm, sebuah buku yang mengkritik keras pemberian tip sebagai praktik yang mendorong “a servile attitude for a fee" atau "sikap budak demi bayaran.” Scott mencela pemberian tip karena dia tidak percaya harus membayar layanan dua kali (untuk majikan dan kemudian untuk pekerja).
Seru ya mencermati sejarah pemberian tip ini di Amerika. Seserius itu ternyata isu tip ini pada masanya. Nah sementara itu, apa yang terjadi di Eropa? Menurut sebuah artikel di National Public Radio, warga Inggris justru merasa kesal dengan warga Amerika kaya yang merusak tingkat pemberian tip dengan memberikan terlalu banyak tip. Hahaha, kok bisa?
Eropa juga mulai mempertimbangkan kembali kebiasaan memberi tip untuk mendapatkan upah yang lebih adil. Pada tahun 1943, Undang-Undang Upah Katering di Inggris mengamanatkan upah minimum bagi pekerja jasa untuk membantu mengurangi ketergantungan mereka pada tip. Dan sekitar tahun 1955, Perancis melembagakan aturan yang mewajibkan restoran untuk memasukkan 'service compris' atau biaya layanan ke setiap tanda terima. Hal ini, sebagian besar, telah menjadi kebiasaan yang dilakukan di Eropa.
Eits tapi jangan khawatir buat kalian yang bingung dan mungkin kurang sreg atau nyaman dengan tradisi tipping ini, tidak semua negara memberlakukan kewajiban/kelaziman pemberian tip. Masih ada negara di luar sana yang tidak menerapkan kebiasaan ini. Menarik juga untuk mempelajari bagaimana budaya lain memandang biaya gratifikasi, apakah itu tidak diwajibkan tetapi dihargai, atau biasanya tidak diterima. Setidaknya kelima negara ini tidak mengenal tradisi tipping.
- Jepang – Memberi tip hampir tidak ada di Jepang. Bahkan jika kita mencoba memberikan tip, kita akan menemui banyak kebingungan dan tatapan canggung. Penyedia layanan hanya akan mengembalikan uang kita, jadi jangan berdebat tentang pemberian tip. Budaya Jepang berakar kuat pada rasa hormat dan kesopanan. Bagi mereka, pelayanan yang baik adalah standar yang dilakukan tanpa mengharapkan tip tambahan.
- Swiss – Pelanggan tidak diwajibkan memberi tip untuk layanan apa pun di Swiss. Menurut undang-undang mereka, biaya layanan apa pun harus dinyatakan dalam tagihan kita. Tip di sini juga terbatas pada sisa uang kembalian saat kita membayar. Pekerja jasa dibayar dengan gaji pokok yang tinggi, yang berarti pelayan tidak harus bergantung pada tip untuk meningkatkan pendapatan mereka.
- Korea Selatan – Memberikan tip juga umumnya tidak diwajibkan di Korea Selatan. Namun, karena kawasan ini merupakan tempat berkembangnya kuliner dan restoran, beberapa restoran bertema Amerika mungkin masih menghargai tip. Meski edgy dan modern, budaya Korea Selatan masih cukup tradisional. Beberapa restoran bahkan mungkin menganggap pemberian tip sebagai bentuk rasa kasihan, dan hal ini bisa sangat memalukan. Untuk amannya, lebih baik jangan memberi tip.
- Brazil – Memberi tip bukanlah praktik yang umum di Brazil. Jadi tidak ada tekanan untuk memberikan ekstra kepada bartender, pelayan, atau staf hotel. Namun, warga Brasil terkadang memberikan biaya persentase ketika mereka menerima beberapa jenis layanan khusus. Jika tidak, maka hal itu tidak diperlukan. Selain itu, restoran secara otomatis mengenakan biaya layanan sebesar 10 persen pada tagihan.
- Denmark – Negara lain yang mengenakan biaya layanan 10 persen pada tagihan adalah Denmark. Sama seperti Swiss, pekerja jasa di Denmark menerima kompensasi yang cukup besar atas pekerjaan mereka. Meskipun memberi tip bukanlah hal yang lazim, praktik ini tampaknya lebih tepat dilakukan di restoran mewah di mana pelanggan mendapatkan layanan khusus. Namun demikian, pemberian tip masih belum diharapkan.
Nah bagaimana halnya dengan berbagai gerakan anti pemberian tip di Amerika? Pada tahun 1950-an, sebagian besar gerakan anti-tipping sudah hilang dalam budaya restoran. Meskipun mendapat tentangan keras dari para pengkritiknya, pemberian tip tetap dilakukan di Amerika.
Pada akhirnya, sulit untuk tidak mematuhi pemberian tip ketika banyak restoran telah menjadikannya sebagai norma. Bahkan presiden Federasi Buruh Amerika, Samuel Gompers, mengatakan dia juga menganut kebiasaan tersebut. Jika perusahaan tidak melarangnya, tidak ada yang bisa menghentikan karyawan untuk meminta tip. Sekitar tahun 1926, semua undang-undang anti-tipping dicabut di negara tersebut.
Mereka yang tidak setuju mengaitkan pemberian tip dengan beberapa hal misalnya kelaziman tip tidak lagi menjadi indikator kualitas pelayanan karena bagaimanapun pelayanan, tip tetap diberlakukan. Selain itu kesenjangan upah/gaji antar profesi di dunia kuliner menjadi pemicu timbulnya resistensi terhadap pemberian tip yang terkadang tidak menjamin semua pelaku dan profesi di sektor ini menerima manfaat atau benefit yang sama.
Meskipun tetap ada pro dan kontra terkait pemberian tip di sektor kuliner Amerika hingga beberapa tahun ini, namun nyatanya praktik ini masih tetap berjalan dan seolah menjadi norma yang mau tidak mau harus dipatuhi.
Secara umum, saya todak suka kasih tip mbak. Apalagi di Indonesia , budaya tip ini merusak dan cikal bakal korupsi. Entah ya kalau di luar negeri, belum pernah juga mengalaminya 🤭
ReplyDeleteMaaf, tadi sepertinya salah masukin komentarnya 🙈
Wah ini keren sih ada apps untuk menghitung tip, walau sebenarnya di Indonesia tip itu tidak wajib ya. Tapi kalau sudah dimasukan ke dalam bill tuh beda cerita lagi ya mak. Beberapa resto di Indonesia sudah ada yang namanya service selain tx ya, jadi ini cukup sih.
ReplyDeleteWah, artikelnya sangat bagus nih mbak Ophi. AKu jadi tahu sejarah tipping deh. Ya sebenarnya tip kan diberikan karena pelanggan puas dengan pelayanan yang diberikan ya. Tapi kalau menjadi wajib rasanya kurang elok gitu, walaupun lama2 memang jadi pembiasaaan. Gede juga ya kalau restoran menentuka tip masing-masing, bisa bete kalau makanan yang kita pesan harganya ga seberapa eh bisa mahalan tipnya ga sih? Hehehehe.
ReplyDeleteKalau pesan angkutan online, saya kadang kasih tip mbak. Tapi kalau untuk makan di rumah makan, ataupun di hotel saya nggak pernah kasih tips.
ReplyDeleteTernyata kalau di Amerika ngasih tips ini sudah lazim ya, bahkan dimasukkan dalam bill juga, dan nilainya bisa lebih besar dari pajak.
Wah hal baru sih mbaa, aku sendiri ngga sampe kepikiran kalau kasih tip ada kalkulatornya karena beda2 juga penerapannya di berbagai negara. Kaya di Jepang kan malahan ngga ada tip gitu yaa.ternyata bisa menghitung jumlah tip di Culinary School yah. Jadi lebih mudah nih. Makasih yaa infonyaa..
ReplyDeleteWah, tip sendiri bisa mnejadi studi riset juga yaa..
ReplyDeleteSelama ini sebenernya kita terbiasa memberikan lebihan uang kepada pelayan yang memberikan pelayanan excellent. Membuat kita juga bahagia setelah berkunjung dan mempunyai kenangan manis.
Aku termasuk yang jarang kasih tips kalo gak ada uang kembalian yang proper. Hehehe, apalagi skarang alat pembayaran kebanyakan cashless kan yaa.. Makin jarang lagi nemu cafe ato resto yang ada tulisannya "Tip Here".
Lengkap dan detail sekali terkait tip ini mba Ophi. Bahkan ada sejarah penolakannya. Jujur aku sendiri berikan tip ya karena aku merasa puasa dengan pelayanan atau misal makanan yang diberikan. Makasih infonya mba
ReplyDeleteWah begini ya ceritanya soal tip
ReplyDeleteKalau saya sih suka ngasih kalau memang baik pelayanannya
Tapi enggak tahu kalau ada yang namanya TIP Calculator begini
Dulu, saya sering kasih tip, tapi sejak ada tax and service, saya pikir itu sudah cukup. Tapi kalau untuk layanan yang tidak memasukkan biaya servis sih, saya masih suka ngasih. Misalnya untuk pekerja kasar yang membantu pekerjaan saya. Btw, habis baca artikel ini saya langsung ubek-ubek Culinary Schools lagi nih. Baru ngeh bisa ngitung tip juga. Wah, buat saya ini hal baru banget.
ReplyDeleteAku lupa, tapi pernah baca kalau di Amerika tuh emang kaya wajib ya ngasih tip. Aku sendiri karena belum pernah ke sana, jadi tambahan pengetahuan aja sih. Kalau di Indonesia sendiri, aku kayanya hampir gak pernah ngasih tip kalau makan. Untung ada tip calculator Culinary School ya. Jadi bantu banget deh
ReplyDeleteTip meski tidak wajib tapi perlu juga untuk menghargai kerja mereka yang bekerja di bidang kuliner. Saya merasa bagus juga jika masuk sekalian di bill tapi di lain waktu mungkin anyel kalau seperti itu. Wkwkwk. Balik ke lapangnya isi dompet.
ReplyDeletebener nih mba kadang suka bingung sepantasnya memberikan tip itu berapa ya, karena khawatir kurang atau malah kebanyakan, dan merasa memang harus ya memberikan tip tapi kalo gak ngasih tip kok ya kayak orang pelit aja gitu
ReplyDeleteBuat orang Indonesia yang terkenal dermawan, memberikan tip juga merupakan hal yang biasa ya mbak apalagi kalau yang memberikan jasa tuh pelayanannya memuaskan, di atas rata2.
ReplyDeleteOwalah baru tahu ada kalkulator tip, aku biasanya pakai perkiraan aja haha. Seringnya yang paling ada tip ojol kyknya atau layanan antar lainnya gtu.
ini inovasi baru juga nih mba. aku suka kasih tip juga tapi hanya saat tertentu saja dan lihat sikon terutama pelayanannya.. lebih ringkes juga ya pakai ini
ReplyDeleteAku baru tahu nih tentang Sejarah tip. Aku juga baru tahu kalau di Amerika jumlah tip sudah ditentukan. Gede juga ya. 3 kali lipat jumlah pajak. Kalau ke Jepang dan Korea, aku jadi hati-hati nih Mak. Gak bakal kasih tip. Biar tidak dianggap mengghina mereka. Tip calculator ini juga enak ya. Kita bisa langsung menghitung bsaran tip yang harus kita keluarkan.
ReplyDeletewah ternyata bahasan tentang tip bisa jadi panjang begini, ada sejarah dan itung-tungannya. Kasih tip di Indonesia memang nggak lazim yaa, tapi ada juga seh kasih tip ke tukang parkir langganan,
ReplyDeleteKalo di restoran, aku tergantung negara nya mba. Kayak waktu ke Amerika, ya aku KSH 20% dari total billing Krn memang segitu biasanya, dan tipping malah wajib disana. Kata temenku yg tinggal di US, kalo ga ngasih bisa2 diteriakin 😂
ReplyDeleteGa mau juga dong bikin malu begitu 😅.
Tapi kalo di negara yg aku tahu tipping tidak ada, kayak jepang, ya aku ga akan kasih.
Indonesia pun ga semua menerapkan ini ... Biasanya hanya restoran besar dan hotel, itu juga dlm bentuk service charge 😁.
Hanya saja di luar restoran, kayak pakai jasa bell boy utk bawain koper ke kamar, aku selalu KSH. Dan itu tergantung dari hotelnya, kalo berbintang 5 aku KSH 100k, kalo bintang 4 biasanya 50k.
Bintang di bawah itu biasanya ga ada bell boy, jadi ga ngasih. 😄
Utk driver online atau taxi aku selalunya kasih. Minimal 10k. Kec servicenya parah banget, itu mah males.