Anni Aryani: Disabilitas Tak Membatasinya Berprestasi dan Menginspirasi


Photo kenang-kenangan, jalan-jalan dengan Mba Anni (tengah berjilbab putih)
Photo dokumen pribadi
Bangga sekali bisa mengenal langsung sosok yang satu ini. Sosok yang sangat inspiratif bagi saya. Mbak Anni demikian saya biasa memanggil namanya. Pertama bertemu dan mengenalnya saat saya tengah struggling sebagai mahasiswa baru di Melbourne University. Pertengahan tahun 2006, di bulan Juni.

Yup, sebagai anak baru di negara yang baru saya jejaki,  saya dan beberapa teman tentu harus menjalani masa awal sampai kami merasa settle di sana. Mencari tempat tinggal, beradaptasi dengan cuaca, lingkungan, dan ritme belajar. Saat itu sedang musim dingin. Mendapat tempat stay dan kalau bisa sekalian buat tempat tinggal seterusnya menjadi prioritas kami.

Tentu para mahasiswa Indonesia yang senior, dalam artian lebih dulu belajar di sana, sangat berperan membantu proses settlement. Salah satunya Mbak Anni. Waah beruntung sekali teman saya yang bisa terbantu dan akhirnya bisa satu flat dengan beliau. Ochi, kamu beruntung. Mbak Anni sangat perhatian dan membantu kami yang masih baru. Beliau juga jadi inspirasi buat kami untuk tidak manja, mudah menyerah, apalagi "menye-menye" menghadapi tantangan awal masa beradaptasi di Melbourne. Semangat Mba Anni yang luar biasa sangat menginspirasi.

Mbak Anni sendiri saat itu tengah menempuh pendidikan S3-nya di School of Accounting, Victoria University, Australia. Meski tidak satu kampus dengan saya, namun komunitas mahasiswa IndoMelb memang merangkul semua mahasiswa Indonesia di Melbourne sehingga kami tetap bisa menjalin komunikasi dan kedekatan. Perkumpulan membuat kami bisa menghadapi homesick di awal-awal kedatangan. Plus serasa mendapat keluarga baru di tempat yang baru.


Mbak Anni..masih nyimpen photo seseruan di Puffing Billy ini gak??? miss this moment much :)
photo dokumen pribadi


~ Mengenal lebih dekat Sosok Mbak Anni ~

Dari tadi saya cerita tentang Mbak Anni, tapi belum saya kenalkan nih. Yuk! kita kenal lebih dekat dengan sosok Mbak Anni. Jangan kaget yaa dengan gelarnya yang panjang. Nama lengkap plus gelar Mbak Anni adalah Dra. Y Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D.,Ak. Mbak Anni menyelesaikan S-1-nya di UNS Solo tahun 1991. Lalu mendapat beasiswa S-2 dan mendapat gelar M.Prof.. Professional Accounting (M.Prof.Acc). dari The University of Queensland Australia pada tahun 1999. Untuk S-3, masih di bidang akuntasi Mbak Anni menyelesaikan S-3 dan mendapat Ph.D. Accounting and Finance di Victoria University, Melbourne pada tahun 2009. 

Hmm saya langsung membayangkan bagaimana proses mendapatkan beasiswa dari kampus-kampus kece tersebut. Bukan cuma soal penguasaan akademik tapi pasti juga ada urusan adminitrasi persyaratan dan dokumen beasiswa yang harus diurus Mba Anni.  Mempertimbangkan kondisi spesial Mba Anni tentu ini gak akan lebih mudah. Tapi emang super gigih Mba Anni.

Meski memiliki keterbatasan fisik akibat menderita penyakit polio sejak umur 2,5 tahun yang menyebabkan kedua kakinya lumpuh dan mengharuskannya menggunakan alat bantu jalan, namun semangat belajar tak pernah padam. Sejak sekolah dasar hingga ke bangku kuliah, Mbak Anni menjalaninya di sekolah biasa bukan sekolah khusus untuk penyandang disabilitas. 

Bukan hanya bertahan, Mbak Anni membayarnya dengan berbagai prestasi bahkan hingga di bangku kuliah. Saat ini Mbak Anni berprofesi sebagai dosen di UNS Solo dengan bidang kepakaran akuntansi. Mbak Anni sudah berstatus dosen sejak tahun 1992. Bukan hanya mahasiswa S-1 lhoo, bahkan Mba Anni juga mengajar di program S-2 dan S-3.

Kegiatan keseharian Mbak Anni, mengajar, membimbing dan menjadi bagian dari civitas akademika UNS. Pengabdian lebih dari 20 tahun telah mencapai penghargaan Satyalancana Karya Sayta XX Tahun...selamat Mbak, You deserve it :)
Photo dokumen milik Mbak Anni
Perjalanan panjang perjuangannya meraih pendidikan dan sukses mengukir prestasi tentu bukan tanpa halangan. Tapi satu hal yang saya yakini betul, Mbak Anni merupakan sosok yang percaya diri dan sangat mandiri. Teman-teman yang pernah mengenalnya pasti sepakat dengan hal tersebut. Susan misalnya, teman seangkatan saya di Melbourne yang cukup dekat dan sering jalan bareng dengan Mbak Anni memberikan kesaksian senada. "Mba Anni orangnya gak minderan, trus mandiri banget, jadi kita memperlakukannya seperti orang yang tidak memiliki keterbatasan..." Begitu ungkap Susan.

Berbekal rasa percaya diri dan semangat inilah, langkah juang Mbak Anni menghasilkan berbagai prestasi. Sebagai dosen penghargaan dosen teladan, dosen teraktif, dosen berprestasi berkali-kali diraihnya. Mbak Anni memang menemukan passionnya di dunia akademik ini.  Mbak Anni menikmati sekali profesi sebagai dosen karena merasa menjadi orang yang lebih bermanfaat bagi orang lain. Mengabdi selama lebih dari 20 tahun mbak Anni telah mendapat penghargaan Satyalancana Karya Satya XX Tahun. Selamat Mbak, You deserve it! Proud of you as always.


Baca Juga: Satyalancana Karya Satya Nugraha untuk 10 Tahun Pengabdian tanpa Cacat

Aktif di dunia akademik hingga ke tingkat global
Photo dokumen milik Mbak Anni

Mengajar, membimbing, menjadi dosen penguji bahkan menjadi motor penggerak di lingkungan akademiknya di UNS dilakukan Mbak Anni dengan penuh pengabdian. Tidak hanya aktifitas mengajar di kampus, Mbak Anni pun aktif di bergabai event akademik tingkat nasional dan internasional. Conference, pertemuan akademik dan pengembangan jejaring akademik di tingkat global. Pengabdian masyarakat bahkan bersosialisasi. Mbak Anni juga kerap diminta menjadi narasumber di event tingkat nasional di luar dunia kepakarannya di bidang akuntansi.

Mengisi Diklat, mengikuti simposium nasional, bersosialiasi bahkan "seseruan" dengan berbagai komunitas pertemanan.
Photo Dokumen milik Mbak Anni

Pengalaman dan prestasinya menjadi inspirasi bagi banyak pihak, misalnya pada tahun 2014 Mbak Anni menjadi narasumber dari acara Talk Show yang diadakan Bank Indonesia dengan tema: "Perempuan Indonesia: Inspirasi dan Kekuatan untuk Perubahan." Tahun 2015 lalu Mbak Anni juga hadir sebagai narasumber bersama Menteri tenaga Kerja dalam event Expo disabiltas. Masih banyak kegiatan yang dilakukan Mbak Anni. sedemikian sibuk namun dijalani dengan semangat dan aura positif. What inspiring lady.

Menjadi Narasumber di BI dengan host Asri Welas
photo dokumen milik Mbak Anni 
Di sela-sela kesibukan mengajar dan memeriksa paper para mahasiswanya, saya mengajaknya mengobrol. Karena jarak Jakarta - Solo, obrolan kami lakukan via G-talk. Thanks God, internet help us connected.

Jujur saya penasaran dan ingin mendapat pandangan dari Mbak Anni seputar isu kesetaraan terhadap difabel atau penyandang disabilitas. Mengingat kami sudah mengenal sebelumnya tentu obrolan dengan isu yang agak berat ini menjadi lebih cair. Pun sekali lagi, Mbak Anni sangat open minded dan saya seperti tidak sedang berkomunikasi dengan difabel tentang isu disablitas. Intinya, saya gak perlu merasa takut Mbak Anni tersinggung atau sejenisnya.

Percaya deh, Mbak Anni ini lugas banget membincangakan isu yang mungkin agak sensitif ini. Kalau saya bilang sih aura positive yang membuatnya bersikap selalu positive bahkan menyikapi pertanyaan atau isu yang sensitif bagi Mbak Anni. Berkali-kali ada nada dan jawaban kocak yang saya rasa tidak semua orang dengan posisi seperti Mba Anni bisa menyikapinya. Yuuk kita dengar beberapa pendapat Mbak Anni yang saya yakin menginspirasi bagi semua termasuk bagi saya yang bukan difabel.

~~ Inklusifitas Sistem Pendidikan Nasional terhadap Difabel ~~

Ih berat yaa, isunya. Iya, saya ingin mendapat pandangan Mbak Anni, apakah sistem pendidikan kita sudah cukup mengakomodir kebutuhan pendidikan dan proses belajar bagi difabel? bagaimana peluang difabel untuk mendapatkan pendidikan? Intinya bagaimana kesetaraan bagi kaum difabel dalam bidang pendidikan. Dengan pengalaman pendidikan yang dijalani Mbak Anni, saya merasa pas menanyakan isu ini pada Beliau.

Mbak Anni menjawab dengan hati-hati bahwa untuk aturan formal (legal) tentang inklusif pendidikan ini beliau tidak terlalu paham, hanya saja berdasarkan pengalaman pribadinya di mana sejak SD sampai Perguruan Tinggi, Mbak Anni menempuhkan di sekolah normal, bukan SLB maksudnya. Mbak Anni melihat sebetulnya sudah inklusif. Hanya saja sistem pendidikan kita memang belum sepenuhnya mengakomodir kebutuhan khusus para difabel di lingkungan pendidikan baik fasilitas maupun sistem pembelajaran terutama di sekolah non SLB.

Sebetulnya hak untuk mendapatkan pendidikan merupakan hak dasar yang wajib dipenuhi kepada setiap warna negara. Hak ini dilindungi oleh Konstitusi kita termasuk juga hak difabel. Bahkan UU No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, dalam Pasal 6 menyebutkan bahwa setiap difabel berhak memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Artinya secara legal formal sudah mendukung adanya kesetaraan pendidikan.

Sebagai informasi, UU ini akan segara diganti dengan UU tentang Penyandang Disabilitas (sebutannya lebih soft ya). RUU tentang Penyandang Disabilitas sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional  (Prolegnas) 2015-2019. Tahun 2016 ini akan segera memasuki tahap pembicaraan tingkat I di DPR. Semoga DPR dan Pemerintah bisa berkomitmen penuh untuk segera menyelesaikannya ya.

Namun dalam praktiknya memang inklusifitas ini belum sepenuhnya terjadi. Bisa sedikit jumlah difabel yang bisa dengan mudah mengikuti jalur pendidikan resmi. Baik sistem maupun kendala sosial masih menjadi penghalang para difabel menjalani penidikan yang sama setara dengan warga negara lain di tanah air. Seolah-olah difabel ya sekolahnya SLB. Meski memang bukan tidak ada difabel yang bergabung di sekolah normal.

Mbak Anni menceritakan dengan lugas. Waktu itu orang tuanya ngotot memperjuangkan agar Mbak Anni kecil bisa diterima sekolah di sekolah biasa. "Dan kalau aku perhatikan yang lain juga begitu, artinya yang difabel kalau mau sekolah yang normal mesti ngotot dulu hehe". Iya sebelumnya -entah dengan alasan apa - Mba Anni kecil memang tidak disekolahkan di manapun. Namun kemudian kemauan kerasnya untuk bisa sekolah akhirnya diperjuangkan orang tuanya. Mbak Anni kemudian langsung naik ke kelas 4SD. Kemudian Mbak Anni mampu membuktikan kemampuan dengan selalu menjadi juara kelas.




Bersekolah di seolah normal juga menjadi challenge tersendiri bagi para difabel. Selain fasilitas di sekolah yang mendukung dan difabel-friendly misalnya, tentu saja akan ada tantangan yang tidak ringan tergantung pada jenis disabilitas yang disandang. "kalau sepertiku difabelnya masih gak begitu masalah, cuma gak bisa ikut olah raga dan mungkin ikut upacara saja tapi bagi yang difabel tuna netra atau bisu tuli?, pendidikan di sekolah normal belum mengakomodir phi". Memang halangan yang paling besar adalah fasilitas, terutama dalam hal aksesabilitasnya

Mbak Anni bercerita bahwa dulu, di UNS pernah ada mahasiswa yang harus memakai kursi roda, tapi karena kuliah waktu itu di lantai 3, dia harus digendong ke atas. Akibatnya dia hanya bertahan satu semester. Dulu saat kuliah atau mengajar, karena masih bisa menggunakan tongkat, Mba Anni semangat meski harus naik turun tangga.

"Sekarang, dengan semakin bertambahnya usia, aku sekarang gak kuat jalan pakai tongkat lagi, jadi kalau di kampus untuk mobile from building to building mesti pakai kursi roda. Nah ngajarku sekarang dipindah semua ke lantai bawah artinya sekarang sudah ada perbaikan atau peningkatan gitu. Difasilitasi di bawah." Mbak Anni mengakui bahwa di UNS sekarang sudah jauh lebih bagus bagi difabel. Bisa jadi karena ada Mba Anni di sana ya. 

Meskipun demikian, memang masih banyak fasilitas yang sudah dipenuhi namun hanya sekedar memenuhi syarat dan project. Misalnya penyediaan ramp, (tangga landai untuk akses difabel berkursi roda) dibangun tanpa mengindahkan aturan yang ada, seperti kemiringan 6 derajat dan sebagainya. To conclude, sebenarnya mungkin kesetaraan di dunia pendidikan itu sudah meningkat tapi fasilitas masih kurang mendukung. Jadi memang fasilitas harus lebih ditingkatkan.

OK, next issue

~~  Seperti apakah kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan fasilitas umum yang memiliki kemudahan akses bagi difabel/orang berkebutuhan khusus? ~~

Fasilitas umum yang dimaksud seperti kantor, ruang publik, halte, rumah sakit, dan sebagainya. Berbagai aturan legal formal untuk penyediaan berbagai fasilitas bagi difabel sudah ada. Iya, bahkan sudah ada undang-undangnya lho. Walaupun memang sudah harus segera disesuaikan dengan kebutuhan sosiologis dan perkembangan kekinian. Toh rencana revisi undang-undang ini sudah dimulai dengan masuknya RUU tentang Penyandang Disabilitas dalam Prolegnas.

Saya sepakat dalam hal ini dengan pendapat Mba Anni bahwa meski aturan sudah ada,  permasalahannya justru di law enforcement-nya. Penegakan hukumnya yang masih lemah dan rendah. "Sebenarnya kalau aturan aku yakin sudah ada. Aturan apa sih yang gak ada di Indonesia? hehe. Cuma, yakin banget, dipatuhinya? itu yang tidak hehe." Jadi memang mungkin perlu dipertegas lagi sanksi bagi pelanggar nih.

Menurut Mbak Anni di Solo hampir semua bangunan publik pemerintah ada ramp-nya. "Tapi, again...gak mengikuti aturan maksimal 6 derajat kemiringannya. akibatnya., ya tetap lah tidak bisa kami akses sendiri. Tetap saja kami tidak bisa menjadi independent person."  Demikian juga untuk bus. Sudah dibangun ramp. Tapi sayangnya bus tidak low floor dan ramp terlalu curam. "lha piye sing masuk?" Mbak Anni menegaskan.

Ini juga masih terjadi bahkan di Ibukota Jakarta. Ramp yang disediakan masih belum sesuai dengan aturan seperti derajat kemiringan. Bahkan di kantor-kantor pemerintah sekalipun. Public transport kita mulai dari bus bahkan kereta juga belum memadai. Apalagi sekarang, ada aturan pengantar di stasiun kereta tidak boleh masuk peron tapi fasilitas bagi difabel tidak ada atau malah tidak mendukung.

Hmm saya jadi teringat dengan stasiun Palmerah tempat saya naik turun pulang pergi kerja setiap hari. Stasiun ini termasuk yang sudah bagus dan lengkap dalam arti fasilitasnya. Ada liftnya lho. Eh tapi sayang di sayang untuk bisa sampai ke dalam stasiun kita harus menaiki tangga dan jembatan penyebrangan. Yang menggunakan tongkat harus bejuang keras yang berkursi roda dipastikan tak akan bisa mengakses. Duuh terpikir gak sih sampai ke situ. Jangan-jangan memang sekedar memenuhi syarat atau project. *Miris juga yaa? Beda banget dengan fasilitas umum di negara-negara maju.

Tinggal bertahun-tahun di Australia (Queensland dan Melbourne) Mbak Anni sangat mandiri karena fasilitas umum sudah sangat disable-friendly. Bepergian dengan kereta, bus, bahkan tram. Mbak Anni menyebutkan Jepang dan Malaysia juga jauh lebih baik dalam menyediakan fasilitas publik yang ramah penyandang disabilitas. "Di sini aku gak pernah naik public transport kecuali taxi dan pesawat." keluh Mbak Anni. Negara kita belum mendukung para difabel agar menjadi orang yang mandiri.

Nah. last but not least issue nih.

~~ Seberapa besar peran/kepedulian pemerintah/pengusaha/swasta/masyarakat terhadap difabel dalam menyediakan ruang berekspresi, kesempatan kerja dan sebagainya? ~~

Kita tak bisa menutup mata bahwa peran dan kepedulian semua unsur masyarakat masih sangat minim dalam memperlakukan para difabel secara setara, baik dalam hal ruang ekspresi, kesempatan kerja dan lainnya. Meski masih ada yang concern dan menunjukkannya dalam bentuk nyata. Misalnya ada pengusaha UMKM yang sengaja mempekerjakan para difabel dalam usahanya. Namun berapa banyak sih? Mayoritas difabel kesulitan memasuki dunia kerja sektor formal kecuali mereka yang benar-benar cemerlang dan itupun harus melalui perjuangan keras.

Mbak Anni sendiripun setelah lulus dari S-1 UNS mengajukan lamaran ke berbagai perusahaan besar dan bank-bank terkemuka. Ia selalu lolos tes hingga tahap akhir dan sesi wawancara. Namun setelah sesi wawancara selalu gagal. Mbak Anni kemudian memperkirakan kegagalan ini karena kondisi fisiknya. Jadi memang dulu mbak Annipun juga mengalami diskriminasi, ditolak dimana-mana sampai akhirnya jadi dosen. Sebelumnya Mbak Anni memang menjadi asisten dosen. "Tapi mungkin juga karena KKN, lha bapakku kan dulu dosen UNS.. .hehe." Canda Mbak Anni. "Bisa aja mbak! tapi memang Mbak qualified kok buat jadi dosen."

Mbak Anni juga kemudian bercerita kejadian yang belum lama terjadi. Salah satu anak temannya yang merupakan petinggi di lembaga yang cukup bergengsi di negeri ini, yang kondisinya harus berkursi roda kemanapun. Lulusan dari S-1 Victoria University juga. Pulang ke tanah air namun tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Penolakan demi penolakan.  Hingga sang anak cukup stress.

Ibunya kemudian mengonfirmasi Mbak Anni, "kok bisa menjadi dosen?". "Iya dulu kan waktu mba masih muda belia. Kan pakai tongkat dan kuat pecicilan kemana-mana, naik tangga juga hayuk. Jadi gak begitu masalah mungkin." Sang Ibu (yang alhamdulillah berkecukupan dan punya kemampuan materi) akhirnya mendirikan sekolah atau lembaga pendidikan sendiri. Sehingga anaknya bisa "bekerja" dan sekarang malah menyediakan lapangan kerja bagi yang lain

Pandangan sebelah mata, kepedulian masyarakat yang rendah, perlakuan diskriminatif tampaknya hal yang harus siap-siap dihadapi kaum difabel. Kesadaran masyarakat tentang hal ini memang masih sangat rendah. Tanpa sadar kita sering turut berkontribusi dalam perlakuan diskriminatif sejenis. Pandangan masyarakat ketika bertemu orang difabel, ya penghuni panti, YPAC, beban masyarakat,dan sejenisnya. Mudah-mudahan kita bisa meluruskan cara pandangan sejenis ini ya. 

Mbak Anni sendiri bahkan belum lama memiliki pengalaman kurang menyenangkan. "Hiks..sedih, jengkel, tapi akhirnya ketawa sendiri..." begitu ungkapnya. Karena akhir tahun 2015 ada info bahwa semua penduduk harus sudah memiliki e-KTP.  Mbak Anni akhirnya "terpaksa" mengurus sendiri karena e- KTPnya sudah 2 tahun tak kunjung rampung karena berbagai kesibukan tidak bisa mengurus sendiri. "Di Kecamatan, Pegawai-pegawainya memandang sebelah mata deh, seenaknya aja. Yang inilah, yang itulah. Mesti balik lagi dengan berbagai alasan dan sebagainya."

"Ketika ku jawab, maaf saya tidak bisa wira wiri karena saya juga kerja." Eh sambil gak liat dan nulis sesuatu, dia tanya: "kerja apa?" (dengan nada yang gak enak banget). Lalu saat dijawab "Saya dosen UNS". Efeknya luar biasa, dia dan petugas yang lain langsung nengok."Oh ya? katanya...spechless dech." "Terus ketika mengisi data, gelar Mbak yang seabreg membuat mereka bingung. Ketika ku terangkan satu-satu, gubrak! 180 derajat sikap mereka berbeda. Langsung dilayani dengan baik bahkan tiap saat di sms. "Ibu KK sudah jadi, Ibu ktp sudah jadi...hehe. "

"Tapi itu tidak hanya di kecamatan saja Phi, Mbak merasakan sebagian besar masyarakat kita masih memandang difabel itu beban masyarakat kali ya. Jadi, Mbak mesti tiap saat nyombong dulu biar dilihat orang...hiks". Duuh jangan sampai ya, kita berpola pikir seperti mereka. Bagaimana dengan para difabel yang mungkin tidak sekeren atau secemerlang Mbak Anni. Merekapun hakikatnya tidak berhak diperlakukan secara diskriminatif dan direndahkan. Awarness and paradigmanya memang harus diubah. Yuuk kita mulai dari diri kita masing-masing.

Bukan hanya cara pandang, kesadaran dan pemahamanpun belum tumbuh di masayrakat. Sebutlah kampus UNS yang sudah lumayan dalam hal fasilitas bagi difabel. Nah sayangnya awarness masih sangat rendah di kalangan penghuninya. Semua building sudah ada ramp meski kemiringan masih belum memenuhi aturan. Namun sering kali dan pada umumnya ramp itu malah ditutupi mobil yang parkir persis di depannya. Artinya sebagian besar orang masih tidak tahu, tidak sadar atau tidak mau tahu fungsi dari ramp tersebut. Jadi meskipun ada ramp, tapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ini di lingkungan akademik, perguruan tinggi apalagi di masyarakat umum. 

Kegiatan tahunan SNA (Simposium Nasional Akuntansi) yang selalu dikuti Mbak Anni misalnya. Belakangan harus diselenggarakan di universitas di seluruh Indonesia, karena ada kebijakan pelarangan melakukannya di hotel. Nah semua universitas yang Mbak Anni kunjungi itu tidak ada fasilitas bagi difabel sama sekali. Duuh miris banget kan ya? Kalau teman-teman merupakan pemegang kebijakan di suatu institusi tolong yaa, diperhatikan apakah sudah menyediakan fasilitas yang ramah penyandang disabilitas. Fasilitas yang layak membantu mereka menjadi mandiri, pun sesungguhnya mereka pasti ingin mandiri dalam keterbatasannya.



Smile, and the world will smile with you 

Diskusi dan obrolan yang menginspirasi meskipun agak berat isunya ini akhirnya ditutup dengan pertanyaan pamungkas yang sudah tersimpan rapi di benak. "Mbak, apa sih yang membuat Mbak Anni tetap semangat, optimis, dan percaya diri?" Dengan lugas Mbak Anni menjawab:  "Kalau mbak, selalu optimis dan semangat karena bagi mbak, hidup ini harus bermanfaat dan selalu berusaha untuk tidak menjadi beban bagi orang lain. Juga, smile, and the world will smile with you."  

SubhanaAllah keren banget yaaks *lalu ngaca diri*.

Mbak Anni juga ingin menyampaikan pesan bagi sesama difabel agar tidak mudah putus asa, semangat, kerja keras dan selalu bersyukur. Jangan menggunakan keterbatasan/disabilitas untuk meminta belas kasihan orang lain. Mendapati pengalaman saat menjadi narasumber dalam Expo disablitas tahun lalu, di mana banyak difabel yang terkesan mengemis atau minta dikasihani. Mbak Anni ingin melecut mereka agar bangkit dan tidak terpuruk, tunjukkan bahwa disabilitas tidak membatasi diri menjadi pribadi yang berprestasi.

Sukses selalu buat Mbak Anni, sehat dan bahagia, terus menginspirasi kita semua. Peluk jauuuh :)

77 comments

  1. woww mba anni kereeen prestasinya, bikin ngiriii...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak...ngiri yaa. Tanpa keterbatasan mestinya kt bs lbh semangat ya

      Delete
  2. haduuuhh jadi malu banget sama Ibu/Mbak Ani. Semangatnya luarrrr biasa, inspiratis. Smeua jempol buat beliau ^_^

    ReplyDelete
  3. Wah, difabel bisa jadi dosen, berarti mirip Mimi Mariani dong. Kalo temen saya yang difabel punya keahlian unik, yaitu tukang gendang dangdut. Ada videonya loh, cek di amir-silangit.blogspot.co.id/2016/01/mamun-dan-inu-2-sahabat-penyandang.html?m=1

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sy sdh mampir dan comment di sana mas. Dlm keterbatasan mrk dianugrahi keistimewaan ya

      Delete
  4. Keren banget semangatnya ya..

    Iya, fasilitas untuk difabel msh kurang bangeet. Terutama hrs diperhatikan sih fasilitas umum, pendidikan, dan lapangan kerja ya mba..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya klo mau mrk lbh mandiri ya harus dilengkapi fasilitas agar mrk bs mandiri

      Delete
  5. Subhannallah, saya jadi malu melihat prestasi mba ani

    ReplyDelete
  6. sangat menginspirasi sekali, khususnya buat kawula muda indonesia...jangan mudah berputus asa

    ReplyDelete
  7. Benar-benar yaa seperti kata-kata motivasi "Tidak ada batasan dalam mencapai kesuksesan." Mba Ani benar-benar menunjukkan hal itu, apa kabar ya sama saya yang justru sering membatasi banyak hal (alias MALES) :( Keren deh inspiratif banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kadang yg membatasi adalah kemauan dan niat kita sendiri

      Delete
  8. Model begini ini yang bikin merinding dan ngilu sampai ke tulang. Salam untuk semangatnya yang tak pernah pudar Mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. InsyaAllah salamnya smp mas...
      Salut sklai memang
      Menjaga semangatbkan ga gampamg

      Delete
  9. Subhanallah kerennya mbak Ani.keterbatasa fisik ga jd halangan utk sekolah n terus berkarya. Malu ah jadinya kalo gampang nyerah gini :(

    ReplyDelete
  10. Wah komplit banget mba tulisannya berapa lama nulis sebanyak ini.. Salut ih.. Ini review bukan mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekitar semingguan mas...

      Ini hasil wawancara sm mbak anni langsung

      Delete
  11. Wah komplit banget mba tulisannya berapa lama nulis sebanyak ini.. Salut ih.. Ini review bukan mba

    ReplyDelete
  12. Subhanallah jadi malu karena sering mengeluh serba terbatas. Nggak ada apa2nya dibandingkan dengan mbak Anni.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu mba Lus..jd semacam self reminder buat kita nih yg gampang keok n ngeluh

      Delete
  13. Keren yaa.. Belum nemu yang kayak gini di lingkunganku.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah sy mengenalnya mbak.
      Bhkn menginspirasi sy yg tdk disable sekalipun

      Delete
  14. Bikin mata berkaca-kaca. Semangatnya luar biasa

    ReplyDelete
  15. kereen...thx for sharing this amazing story

    ReplyDelete
  16. Ketika jadi dosen pun sifatnya kaya guru SD, yang mengajarkan,membimbing dan mengayomi,
    The best lah

    ReplyDelete
  17. Gak ada yang bisa berhentiin beliau ya dari kondisi apapun ya, hebat sekali! Kalo lagi ngalamin kesempitan, kesusahan, emang harus mulai ngaca melihat kehidupan orang-orang seperti Mba Anni. Mereka gak pernah menyerah ya, Phi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. sepakat ulu... malu nih suka menye-menye gak jelas

      Delete
  18. mbak anny hebat, didikan lingkungan mempengaruhi pola pikir seseorg. saya punya sepupu yang juga difabel... tulisan ini bisa jadi rujukan buat kami dalam memahami disabilitas ... makasih sudah mau berbagi..

    ReplyDelete
  19. Masyaa Allah, Mba Ani semangatnya menginspirasi. Iya ya di sini fasilitas umum untuk difabel blm memadai

    ReplyDelete
    Replies
    1. itulah kenapa mrk jadi sulit jadi independent person dan bs mandiri tanpa tergantung org lain

      Delete
  20. Entah kenapa Stasiun Palmerah yang lebih baru malah nggak mikir sampai detail. Cuma sekedar disediakan kursi roda. Belum lagi gatenya yang nggak mendukung

    ReplyDelete
  21. mbak ani ini orang hebat ya, salut atas kiprahnya yang inspiring ini...
    sudah saatnya kita tidak boleh meragukan mereka yang diberi garis hidup spesial ini ya mb...semoga beliau selalu berprestasi dan menginspirasi yang lain

    ReplyDelete
    Replies
    1. amiin, semoga ya...
      semoga kitapun bs terinspirasi dan terus menginspirasi

      Delete
  22. Inspiratif banget mbak postinganya :-)
    kita tidak boleh memandang sebelah mata para penyandang disabilitas karena dibalik kekuranganya justru mereka bisa berprestasi daripada kita..

    ReplyDelete
    Replies
    1. mereka menjadi lebih kuat dg keterbatasan yg dimiliki...

      Delete
  23. Inspiratif banget mbak postinganya :-)
    kita tidak boleh memandang sebelah mata para penyandang disabilitas karena dibalik kekuranganya justru mereka bisa berprestasi daripada kita..

    ReplyDelete
  24. Disabilitas di Indonesia sudah ada payung hukumnya. Semua pihak agar segera meresponnya dengan tindakan yang sejalan dengan ketentuan pemerintah. Mari kita bantu mereka

    ReplyDelete
    Replies
    1. pemerintah pun harus juga mewujudkannya dlm berbagai kebijakan dan bukti yang nyata

      Delete
  25. Inspiratif Mba Ani..
    Nice post Mbak Ophi

    ReplyDelete
  26. wah keren, ternyata di UNS ya..saya lewat terus tiap hari..apakah blog ini diikutkan lomba bu ophi?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas...UNS. Betul sy sertakan di lomba tema disabilitas

      Delete
  27. Jd inspirasi buat kita yg smpurna....

    ReplyDelete

  28. Hah, enggak ada toh universitas yang bersahabat sama saudara kita yang disabilitas di Indonesia? Miris sekali, ya. ckckck

    Eniwey, kisah mbak Anni ini sangat inspiratif dan membuat saya jadi rajin ngaca. :)

    Salam kenal, mba. :)
    Penjaja Kata

    ReplyDelete
    Replies
    1. dr sisi fasilitas dan infrastruktur ternyata belum difabel friendly
      salam kenal juga yaa

      Delete
  29. Subhanallah merinding saya bacanya, Malu rasanya dengan sosok mba Anni yg luar biasa. Sungguh menginspirasi perjalanan hidupnya

    ReplyDelete
  30. Sosok dosen yang bener2 saya kagumi mbak... beberapa semester sempat saya diajar sama beliau, dan memang beliau bukan hanya seorang dosen tapi juga pendidik dan motivator.. saya salut sekali dengan perjuangannya. Kerja keras dan semangat beliau patut untuk dicontoh baik oleh anak2 difabel maupun yang tidak memiliki keterbatasan. She's really inspiring! Memang benar pendapat bu Anni tentang fasilitas publik yang belum mengakomodasi kebutuhan para difabel, jujur saya juga melihat sendiri kesulitan yang anak asrama YPAC hadapi (karena saya aktif mengisi kegiatan TPA di musola YPAC solo),yang smua sudah beliau singgung dalam perbincangan mbak dengan beliau. Semoga awareness pemerintah dan masyarakat terhadap kesetaraan difabel sebagai warga negara Indonesia semakin ditingkatkan... terimakasih mbak sudah memuat sosok bu Anni, sehingga saya semakin mengenal sosok beliau dan lebih termotivasi untuk maju...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah makasih testimoninya mas.
      Totally agree that she is really inspiring.
      Smoga inspirasinya bs menyulut semangat kita yg sering memudar ya

      Delete
  31. Wow, mba Anni keren, mak. Salaut buat segala aktivitasnya. Semoga selalu dimudahkan Allah.

    ReplyDelete
  32. MasyaAllah...kagum dengan semangatnya mb Anni...menginspirasi banyak orang juga

    ReplyDelete
  33. Selalu salut dengan orang yang dianggap memiliki keterbatasan. Padahal justru aktivitasnya juara :)

    ReplyDelete
  34. Bu Anni, dosen pembimbing skripsi saya ... saya sangat bersyukur bisa mengenal beliau.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.