Seminar Meaningful Public Participation: Sharing & Exchanging

Tahun ini, Seminar Tematik Bakohumas DPR RI mengangkat tema "Meaningful Public Participation : Membangun Sinergi Parlemen dan Publik", menyoroti pentingnya partisipasi publik yang nyata dan berdampak dalam proses komunikasi kebijakan dan demokrasi. 

🗓️ Kamis, 10 Juli 2025

⏰ 09:00 - Selesai

📍 Ruang Abdul Muis Gedung Nusantara DPR RI


Mari bersama perkuat keterlibatan publik dalam proses demokrasi dan komunikasi parlemen. Karena suara masyarakat harus bermakna, bukan hanya terdengar.


Demikian kurang lebih caption dalam beberapa unggahan dari media sosial DPR yang menginfokan kegiatan seminar tersebut. Sebetulnya posisi saya dalam kegiatan tersebut adalah pemain pengganti. Pimpinan yang semula akan menjadi narasumber mendapatkan penugasan lain oleh Pimpinan kami (Well, paham kan ya maksudnya pimpinan saya eselon II, pimpinan kami eselon I hehe). Untuk mewakili unit kerja kemudian saya ditugasi menggantikan. Hmm itu artinya selain menyiapkan bahan paparan, saya harus siap memaparkannya kepada audience.

Bismillah, mohon dimampukan sama Allah. Alhamdulillah, meski cukup challenging, saya menjalaninya dengan penuh tanggung jawab. Ini tuh semacam berkah bahwa Allah sayang. Karena setiap tahun, saya berharap bisa diberi kesempatan berbagi di forum yang terbuka. Kali ini forum yang cukup besar dengan skala yang juga besar. Kesempatan-kesempatan seperti ini selayaknya menjadi sarana pengembangan diri termasuk mengasah kemampuan public speaking. Namun lebih dalam saya merasa sebetulnya kesempatan sejenis ini merupakan sarana untuk belajar juga. 

Menjadi pembicara, narasumber, atau pemateri dalam kegiatan diskusi publik baik seminar, lokakarya, webinar, pelatihan dan sejenisnya tidak hanya jadi momen sharing knowledge and experience namun juga momen exchanging. Tidak hanya berbagi namun juga mendapatkan insight, informasi, dan pengalaman yang baru. 

Pun bukan hanya dari sesama pemateri/narasumber/pembicara tapi sangat dimungkinkan dari peserta yang mengikuti kegiatan. Jadi prinsip saya meski mendapatkan kesempatan untuk berbagi sebagai pemateri, kita tetap harus memberi ruang kosong untuk masuknya hal-hal baru yang bisa jadi belum kita miliki atau kita ketahui. Seseru itu sih!

Baca: Anggota DPR yang (akan) Saya Rindukan

Penugasan sebagai salah satu narasumber dalam kegiatan yang dilakukan di unit kehumasan di kantor ini, saya terima dengan Bismillah. Padahal di hari yang sama saya ada tanggung jawab juga di event yang kurang lebih sama besarnya dan merupakan puncak dari kerja tim yang saya sudah terlibat lebih dari setahun. Qadarullah, pasti ada rencana terbaik yang Allah aturkan. Jadi saat akhirnya saya justru ditugasi untuk seminar tersebut, saya mencoba berfikir positif bahwa insyaAllah, rencana Allah itu indah.

Seminar tematik ini diselenggarakan dan diikuti oleh berbagai insan kehumasan (pranata humas atau PR) dari kementerian dan lembaga. Bakohumas demikian nama organisasi yang menyelenggarakan kegiatan tersebut. Tema yang diusung juga memang sedang sangat "naik daun" dengan tema kekinian seputar salah satu aspek dari parlemen modern yang dituntut semakin terbuka, "partisipasi publik".

Pada sesi pembukaan, selain sambutan dari Sekjen DPR, Bapak Dr. Indra Iskandar ada pula sambutan dari Ibu Molly Prabawaty, Staf Ahli Menteri bidang komunikasi dan media massa Komdigi, untuk pembukaan dan keynote speech disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI, Bapak Dr. H. Cucun Ahmad Syamsurijal. 


Yang cukup menantang adalah di forum tersebut saya akan berbicara selain bersama akademisi juga dengan salah satu anggota DPR yang ternyata sampai last minutes namanya terus berubah dan bergerak. Jujur deg-degannya ya, siapa nih yang bakal bicara. Alhamdulillah di hari H, saya terinfo kalau anggota DPR yang akan menjadi narasumber adalah Bapak Willy Aditya. 

FYI, Pak Willy Aditya ini Ketua DPP Partai Nasdem, yang menjadi anggota DPR sejak periode lalu di tahun 2019-2024 dan terpilih kembali pada periode 2024-2029. Periode lalu beliau diamanahi sebagai Pimpinan Badan Legislasi (wakil ketua), sedangkan saat ini beliau dipercaya sebagai Ketua Komisi XIII. Bagi kami di sistem pendukung beliau tentu cukup familiar dan dekat dengan dukungan fungsi legislasi semenjak beliau menjabat Wakil Ketua Badan Legislasi. 

Baca: Sistem Pendukung Legislasi Parlemen Korea Selatan

Beliau merupakan pengusul (perseorangan) atas RUU Perubahan atas UU tentang Perbukuan. Teman-teman pegiat literasi seharusnya kenal dengan banyak kiprah beliau di bidang literasi. Beliau juga memiliki perpustakaan pribadi yang dibuka untuk umum di Yogyakarta. 

Untuk akademisi, last minutes juga terinfo kalau yang akan hadir adalah Dr. Fitriani Ahlan Syarif, Dosen Fakultas Hukum UI yang juga Ketua Asosiasi Pengajar Ilmu Perundang-undangan (ASIPER). Senangnya,  karena serasa bertemu teman lama.  Mba Fit, demikian saya memanggilnya, beliau ini dulu adalah salah satu mentor kami, di awal saya bekerja di Setjen DPR sebagai perancang peraturan perundang-undangan bersama para dosen FH UI lainnya. 

Alhamdulillah senang sekali, ini kali kedua saya berkesempatan satu forum dengan beliau. Tahun 2023, kami pernah satu forum webinar yang diselengarakan oleh FH UII mengupas tentang topik fast track legislation bersama Prof hukum termuda dari UMJ, Prof. Dr. Ibnu Sina Candranegara. Waktu itu saya juga jadi peran pengganti sih hahaha. Alhamdulillah di forum itu, saya tidak hanya sharing namun juga mendapatkan banyak insight terkait topik yang diulas.

Sesuai jadwal saya pikir Pak Willy yang akan diberikan kesempatan berbicara terlebih dahulu lalu Mba Fit baru saya. Tapi mengingat kesibukan Pak Willy, ternyata beliau baru bisa hadir justru beberapa waktu setelah sesi seminar dimulai, sehingga moderator memberikan kesempatan justru kepada saya terlebih dahulu. Wuih agak kaget juga. Karena saat itu pejabat-pejabat eselon I dan II masih di kursi mereka pasti karena Pak Willy belum hadir. Saya pikir jika mendapat giliran terakhir tentu mereka sudah meninggalkan ruangan bersamaan dengan selesainya sesi Pak Willy hahaha. Hmm jadi tambah PR buat menenangkan diri nih.

Baca: Kemeriahan HUT RI ke 70 di DPR

Atas arahan moderator saya bahkan memulai terlebih dahulu sebelum Mba Fit. Saya menyampaikan bagaimana praktik empirik pelaksanaan partisipasi publik/masyarakat dalam proses penyusunana Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Undang-Undang (RUU) di supporting system-nya DPR yakni di unit Badan Keahlian. Pada intinya saya menggambarkan bahwa proses partisipasi masyarakat sudah lama dilakukan pada setiap penyusunan NA dan RUU mulai dari metode yang konvensional tatap muka seperti diskusi, FGD, seminar, uji publik, dan kegiatan konsultasi publik lainnya maupun dengan metode daring melalui apliksi berbasis website yang kami miliki yakni SIMAS PUU.  

Pak Willy hadir sekitar saya 1/3 paparan yang saya lakukan berjalan. saya kira waktu akan langsung diambil alih untuk beliau (mengingat kesibukan beliau), namun moderator mengarahkan saya untuk melanjutkan dan Pak Willy juga mempersilahkan pada saya untuk menyelesaikan. Pada sesi akhir presentasi saya menayangkan video singkat terkait SIMAS PUU sebagai bentuk sosialisasi sekaligus ajakan semua peserta untuk ikut berpartisipasi memberikan masukan terhadap penyusunan NA dan RUU melalui aplikasi tersebut.


Selanjutnya di sesi Pak Willy, peserta yang hadir mendapatkan insight bagaimana proses politik dalam pembentukan UU. Bagaimana dalam proses legislasi di DPR selama ini, DPR telah melakukan dan menjalankan "partisipasi publik" di dalamnya. Beliau menceritakan bahwa proses tersebut di Badan Legislasi di mana beliau menjabat sebagai wakil ketua selama satu periode sebelumnya. 

Secara khusus beliau juga menggambarkan contoh bagaimana proses pelibatan aktif publik dan penjaringan suara masyarakat dilakukan pada saat pembentun UU yang sangat fenomenal, kontroversial, dan cukup menguras banyak perhatian publik yakni UU tentang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). UU yang dalam perjalanannya selama beberapa periode gagal disahkan dan sulit mendapatkan persetujuan bersama mengingat banyak serta beragamnya pendapat dan penyikapan terhadap RUU ini bahkan variasinya dari yang sangat setuju hingga yang sangat menolak. 

Untuk saya pribadi, RUU sejenis ini hanya bisa diselesaikan (pada akhirnya) dengan baik tentu harus di tangan Pimpinan Panja yang bertangan dingin dan jam terbang yang mumpuni. Karena bukan sekedar penguasaan materi atau substansi tapi bagaimana mengakomodir keragaman yang sangat tajam antar berbagai pihak yang berkepentingan, terdampak dan/atau terkait/terlibat. Pak Willy keren sih, bisa (akhirnya) menyelesaikan salah satu PR legislasi yang sudah lama tak kunjung selesai ini.

Pak Willy memastikan bahwa beliau mendorong keterlibatan publik yang aktif dan berbasis data demi demokrasi yang lebih sehat dan responsif. Wujud nyatanya sebagaimana beliau aplikasikan dalam proses penyelesaian RUU tentang TPKS di Badan Legislasi periode lalu. Bukan hal mudah dan akan takes time kata beliau. Namun pembelajaran politik seperti ini harus terus dikembangkan mengingat itulah hakikat dari demokrasi, yakni proses musyawarah untuk mufakat.

Baca juga: Diskusi Legislasi dengan Aktor Dirty Vote

Merespon catatan bahwa kadang masyarakat merasa bahwa masukannya tidak diakomodir, beliau memberikan catatan bahwa demikianlah konsekuensi dari proses demokrasi deliberatif, yang pada memang pada hakikatnya bukan memilih satu atau memilih semua, namun bagaimana semua didengar lalu diproses dan didialogkan untuk mencari solusi. Kadang solusi yang dihasilkan bukan sepenuhnya usulan a atau b, namun bisa jadi ab atau ba. Serasa dapat kuliah politik legislasi nih. Saya mencatat beberapa inspiring notes lainnya dari beliau:

Dalam demokrasi deliberatif, berdialog menjadi sebuah metode yg menjadi penanda otentisitas musyawarah.

Meaningful public participation is a methode, it's not about the result.  

Naskah Akademik adalah scientific approach on policy. 

Deliberative demokrasi mungkin baru populer di Barat, tapi di negeri ini, prinsip itu sudah hidup dalam tiap pengambilan keputusan. Pendiri bangsa kita visioner. Mereka percaya bahwa suara rakyat harus didengar lewat dialog, bukan sekadar voting. 

Indonesia dibangun bukan hanya dengan kekuatan, tapi dengan pikiran besar dan niat luhur.

Sesi terakhir sebelum tanya jawab, Mba Fit memaparkan bagaimana konsep dan teori seputar partisipasi publik dalam pembentukan UU, termasuk catatan dari Mahkamah Konstitusi terkait dengan 3 syarat partisipasi bermakna atau meaningful participation yakni right to be heard, right to be considered, dan right to be explained. Mba Fit juga meng-exercise partisipasi online yang saat ini tersedia di platform DPR salah satunya SIMAS PUU di Badan Keahlian.



Sebelum sesi tanya jawab, sayangnya Pak Willy ada jadwal rapat di Komisi XIII sehingga pamit terlebih dahulu. Namun demikian peserta seminar mengikuti dengan antusias hingga selesai bahkan sampai pada sesi tanya jawab. 

Baca juga: Buta Politik, Jangan!

Alhamdulillah ala kulli haal, so far respon dan feed back cukup baik dari peserta. Beberapa rekan sekantor juga sempat saya mintakan respon saat bertemu. Meraka memberikan respon positif. Ternyata bahkan di internal kami sendiri banyak yang belum tahu secara jelas terkait partisipasi publik dalam proses penyusunan NA dan RUU yang kami lakukan termasuk aplikasi SIMAS PUU. 

Saya pribadi selalu mencoba mengevaluasi dan memberikan catatan tersendiri terhadap apa yang sudah saya kerjakan. Tentu ada beberapa hal yang masih bisa saya maksimalkan, namun di sisi lain saya menghargai usaha yang saya lakukan untuk bisa memberikan yang terbaik. Terima kasih sudah mau mencoba dan berusaha ya! Sambil puk puk diri sendiri. Alhamdulillah Allah mampukan dan berikan kelancaran pada kegiatan tersebut.

Kalau mau tahu lengkapnya bisa lho ditonton di youtube DPR, TVR atau TVParlemen terkait kegiatan tersebut :).

No comments

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.