[FIKSI]
"Ibuuu, ada hantuuu", seorang anak kecil lari tunggang langgang ketakutan saat secara tak sengaja bertatapan denganku di lorong jalan menuju rumahku malam ini. Sial, aku lupa mengenakan kaca mata dan topiku. Padahal aku sudah mengenakan masker menutupi mulut dan hidungku. Pasti anak itu mengira aku hantu nyasar. Buru-buru kupercepat langkahku. Wajahku yang kian memucat dengan bola mata memerah dilengkapi kantung hitam membuat ketampananku sirna tanpa jejak.
"Ibuuu, ada hantuuu", seorang anak kecil lari tunggang langgang ketakutan saat secara tak sengaja bertatapan denganku di lorong jalan menuju rumahku malam ini. Sial, aku lupa mengenakan kaca mata dan topiku. Padahal aku sudah mengenakan masker menutupi mulut dan hidungku. Pasti anak itu mengira aku hantu nyasar. Buru-buru kupercepat langkahku. Wajahku yang kian memucat dengan bola mata memerah dilengkapi kantung hitam membuat ketampananku sirna tanpa jejak.
Ku pikir, pukul 23.00 sudah cukup malam untuk menghindari
berpapasan dengan orang lain. Sudah beberapa hari ini kondisiku kian menurun.
Rasanya ada yang tak beres dibalik rongga dadaku. Penyakit sialan itu kiranya
makin menghebat menjalari paru-paruku. Berkali-kali rasa nyeri menelisik
terlebih saat harus menghempaskan nafas karena rasa sesak yang membuatku
tersengal.
Semakin hari, aku semakin tak percaya diri bertemu dengan orang-orang. Aku tak sanggup ditatap sedemkian rupa, saat tiba-tiba aku tak bisa menahan
sesak di dadaku dan kemudian terbatuk-batuk hebat kadang tanpa jeda. Meski aku
telah menggunakan masker penutup mulut. Mereka terlihat bergerak menghindariku.
Kemudian berbisik-bisik menusuk telingaku. “Zombigaret …”
Kota inipun semakin tak ramah padaku. Tempat untuk menghisap
rokok semakin jarang ku temukan. Meningkatnya jumlah kematian karena
batang-batang rokok membuat benda ini makin sulit dicari dan dinikmati. Aku
harus menempuh jarak cukup jauh untuk sekedar menghisapnya. Di ruang kaca
sempit dengan beberapa sosok serupaku…kulihat mereka memang tampak mengerikan.
illustrasi diambil dari sini |
Di tempat kerja aku makin merasa tak nyaman. Hari ini aku
kena semprot Bos lagi. "Kamu makin lambat dan tak bisa fokus, terlalu
banyak kesalahan yang kamu lakukan. Kinerjamu makin menurun. Hentikan
kebiasaanmu menghisap benda berbahaya itu atau kamu akan kehilangan
pekerjaan."
Tanganku sering gemetaran saat menyentuh tuts-tuts itu,
membuat pekerjaanku makin melambat. Konsentrasipun sulit. Otakku membeku tanpa zat-zat itu. Aku butuh
nikotin untuk mencairkan kebekuannya. Lima tahun lalu aku begitu cemerlang. Saat
itu aku sangat akrab dengan batang-batang rokok itu. Asalkan ditemani kepulan
asap-asap itu, aku sanggup mengerjakan berbagai tugas.
Setelah kehilangan kalian, haruskah akupun kehilangan pekerjaan ini? Kenapa aku harus kembali memilih antara batang-batang rokok yang begitu kucintai, kali ini dengan pekerjaan yang juga kucintai.
"Sebagai rekan baikmu, aku sarankan sekali lagi, berusahalah
untuk berhenti. setidaknya coba dulu,
ikuti terapi dan konsultasi. Kau sudah sangat berbeda. Kondisimu makin tak
karu-karuan. Kalau kau tak menyayangi dirimu sendiri dan membiarkan tubuhmu
rusak. Setidaknya ingatlah isteri dan putri kecilmu, berbahaya bagi mereka
menjadi perokok pasif akibat kecanduanmu...Kau tentu menyayangi mereka
bukan?" Ah rupanya dia belum tahu. Iya memang aku tak pernah
menceritakan pada siapapun bahwa kalian telah lama pergi, meninggalkanku.
Malam ini aku harus menyelesaikan pekerjaan hingga larut. Rasa
nyeri di dada yang mendera sejak tadi pagi membuatku harus berhenti
berkali-kali dan kehilangan ide. Butuh waktu membangun kembali mood dan ide
yang buyar. Tanpa rokok aku tak bisa menyelesaikannya dengan lebih cepat. Ahh
benarkah?? Bukankah karena rokok kondisiku kian memburuk? Ah sudahlah...
Percuma bertahan di kantor yang sudah sangat sepi. Aku memilih pulang karena
badanku terasa sangat tak nyaman.
Apa kabar kalian di sana sayang? Tidakkah kalian rindu padaku? Aku rindu pada kalian. Mengapa kalian memilih menjauh dari hidupku disaat aku membutuhkan kalian menemani malam-malamku.
Di kamarnya yang suram dengan aroma rokok yang menyengat, Zombigaret
kembali terbatuk-batuk. Secarik kertas yang tetap di tempat yang sama sejak
tiga bulan lalu terpercik noda berwarna merah yang keluar saat dia terbatuk. Kertas
dengan tulisan diatasnya:
Jumlah kata: 593
Ilustrasi diambil dari sini |
“Ayah sayang, Shasa dan Bunda memilih pulang ke kota Bunda. Kondisi Shasa mengharuskannya steril dari asap rokok. Shasa harus melakukan pengobatan sampai 6 bulan tanpa henti. Akan percuma jika Shasa tetap berada di sini. Semoga kepergian Shasa dan Bunda membuat ayah berubah pikiran. Jemput kami hanya jika ayah sudah tak berhubungan lagi dengan benda berbahaya itu....”
Jumlah kata: 593
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis "Diary sang Zombigaret".
keren mak... :) sukses yaa
ReplyDeletemakasih mak... ayo ikutan juga mak..
DeleteNice artikel.. apa aku bisa bikin yang seperti ini ya #Hikkss-lagingaca-diri# Sukses untuk kontes GA-nya ya :)
ReplyDeleteBisa mak.. semangat ... makasih yaa
Deletestop rokok...!!! nice share mak... sukses ngontesnya :)
ReplyDeleteyes stop smoking... makasih mak
Deletewow.. keren :) emang rokok itu bahaya buat kesehatan ya mak. heran aja masih ada aja org yang ngrokok :) sukses lombanya
ReplyDeletenah itu dia... banyak yang belum mau menerima kenyataan klo bahayanya lebih banyak mak
Deletemakasih mak
sebagian menganggap dgn merokok lbh tampak keren, tp stlh sperti crita di atas ihhhhh ngeri ah..kerennya dilihat dari mana lagi, malah ngacir terbirit2 :)
ReplyDeletenah itu dia, stereotype keren ini harus diluruskan ya mak... masalahnya kerenya versi siapa n smp kapan :) efek burukny lbh banyak dan tak terbantahkan
Deleteiihhh cakep banget mak alur ceritanya sukkaakkk sukkaaakkk :-D semoga menang mak
ReplyDeleteaihh alhamdulillah klo sukak mak, makasiiih.... amiiin doanys
Deletememang mari kita sama2 via tulisan tuk menyebarkan virus anti rokok agar jangan ada lagi korban krn rokok terutama bagi perokok pasif yg tak berdosa
ReplyDeletesetuju mamah tira, perokok pasif kadang bs lebih parah :)
Delete