"Mbak Ophi nanti jadi petugas upacara ya..." Agak kaget saat ditodong
Pak Biro mendadak. Ah pasti cuma becanda, begitu saya pikir. "Hehehe,
iya pak". Santai saya jawab. Gak mungkinlah saya ditunjuk. Udah tuwirr
begini, jadi petugas upacara. Mang ga ada yang muda-an gitu, yang fresh
dan unyu-unyu.
Saya sudah konfirmasi ke staff biro, "kok saya mbak?mang ga ada yang lain". "Saya juga dah bilang sama bapak mbak, tapi gak ada orang lain tanggal segitu mbak, banyak yang lagi DL (Dinas Luar), konsinyering". "lhaa anak baru banyak gitu gak dikaryakan mbak?" Saya masih menawar. "Mereka belum dapet seragam korpri, masih CPNS.". Beberapa hari berlalu, tak ada kabar berita. Nah aman kan? Pasti gak jadi saya nih.
Tiba-tiba di suatu pagi minggu lalu, selembar kertas di meja saya. Nota dinas penugasan menjadi petugas upacara dan jadwal latihan. Jiyaaaa, jadi juga nih *nyengirkuda*
Jujur, jadi petugas upacara terakhir ya zaman SMA. Pengibar bendera dan tugas lainnya. Kebetulan saya kurus dan tinggi, plus muridnya memang tak banyak di sekolah saya nun jauh di Cirebon sana. Tapi setelah belasan tahun kemudian, melakukan hal yang sama rasanya seperti sesuatu yang baru dan "agak aneh". Saya sempet mencoba mencari alterantif pengganti, tidak ada yang mau dan tidak ada yang bisa. Upacara apa sih?? Upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei. Semua instansi pemerintah wajib menyelenggarakan upacara ini. Nah kali ini, Deputi kami yang mendapat tugas menjadi penanggungjawab petugas upacara.
Saya sudah konfirmasi ke staff biro, "kok saya mbak?mang ga ada yang lain". "Saya juga dah bilang sama bapak mbak, tapi gak ada orang lain tanggal segitu mbak, banyak yang lagi DL (Dinas Luar), konsinyering". "lhaa anak baru banyak gitu gak dikaryakan mbak?" Saya masih menawar. "Mereka belum dapet seragam korpri, masih CPNS.". Beberapa hari berlalu, tak ada kabar berita. Nah aman kan? Pasti gak jadi saya nih.
Tiba-tiba di suatu pagi minggu lalu, selembar kertas di meja saya. Nota dinas penugasan menjadi petugas upacara dan jadwal latihan. Jiyaaaa, jadi juga nih *nyengirkuda*
Jujur, jadi petugas upacara terakhir ya zaman SMA. Pengibar bendera dan tugas lainnya. Kebetulan saya kurus dan tinggi, plus muridnya memang tak banyak di sekolah saya nun jauh di Cirebon sana. Tapi setelah belasan tahun kemudian, melakukan hal yang sama rasanya seperti sesuatu yang baru dan "agak aneh". Saya sempet mencoba mencari alterantif pengganti, tidak ada yang mau dan tidak ada yang bisa. Upacara apa sih?? Upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei. Semua instansi pemerintah wajib menyelenggarakan upacara ini. Nah kali ini, Deputi kami yang mendapat tugas menjadi penanggungjawab petugas upacara.
Baiklah saya menyerah. Oke saya coba :). Jujur 12 tahun menjadi pegawai di instansi ini, ini pengalaman pertama saya. Jujur lagi, menghadiri upacara bendera sejenispun bisa dihitung. Saya dipastikan berbaris di bagian paling belakang. Kadang malah karena sudah terlambat, saya cuma melihat dari kejauhan lalu saat upacara selesai segera berbaris "absen jari". Hiks jangan ditiru yaa. Saya selalu punya alasan terlambat. Biasanya sih soal krucils. Selama mereka masih krucils, terlambat adalah konsekuensi logis dan pemotongan karena keterlambatan adalah konsekuensi logis berikutnya *halaaahhh* Saya bahkan bercanda dengan atasan saya. "Wah pak, ini sengaja ya yang suka telat upacara jadi petugas upacara".
Dijadwalkan 3 kali latihan termasuk gladi bersih. Latihan pertama, saya mendapatkan banyak masukan mulai dari kaku, tangan terlalu ke atas, terlalu tegang, terlalu buru-buru. Menjelang akhir latihan pertama, yunior yang mantan Paskibra (yang menjadi anggota Paskibra untuk upacara tersebut) berkenan memberikan masukan dan arahan, gantian ya klo soal merancang, membuat NA dan menulis jurnal boleh lah senior ini mengarahkan, tapi soal yang satu ini senior mohon masukan yunior. It works, saya mulai lebih "natural", tinggal melancarkan. Latihan di rumah yaa, begitu canda para mentor. Hahaha baiklah saya akan berlatih di depan para krucils nanti.
Memang kemudian di rumah saya cerita pada krucils bahwa Ibunya ini akan jadi petugas upacara dan Ibu harus latihan. "Ibu jadi pemimpin upacara?" Begitu kata Ka Al, "bukan, Ibu pembaca naskah Panca Prasetya Korpri kak, diikuti sama semua peserta upacara". "Hmm bukan pemimpin ya bu?katanya kalau pemimpin keren bu". "Ibu inget kan film keluarga Somad, si Dudung kan jadi petugas upacara, dikiranya jadi pemimpin upacara eh gak tahunya yang bawa naskah aja bu", Ka Al merujuk sebuah film kartun anak-anak Indonesia yang tayang hari minggu di salah satu TV. "Kalo Dudung cuma bawa, Ibu bawa dan baca, doain lancar ya..." "Gimana Ibu sudah oke belum tadi kak" sengaja saya praktikkan di depan mereka yang keliatannya tak begitu paham *hihihi* kecuali Ka Al yang sudah SD dan tahu aktifitas upacara bendera. "Oke sih bu, tapi aku lebih suka kalau Ibu jadi Pemimpin Upacara". *Gubrak*
Gerakan, kekompakan, intonasi dan suara sudah oke. Beralih ke seragam, sepakat semua bercelana hitam untuk dipasangkan dengan baju Korpri. Yang berjilbab warna biru dongker. Sepatu hitam tertutup. Untung saya ada boot *yang tak pernah dipakai di Jakarta, gerah, naik Commuter Line pulak*
Malam sebelum tidur saya sudah sampaikan skenario pagi pada para krucils. Ibu berangkat pagi-pagi sekali, setengah 6 pagi. Sampai stasiun sekitar jam 6 kurang, dan semoga ada kereta yang tepat sesuai jadwal karena petugas diminta kumpul pukul 6.30. Semua paham, tidak ada yang menangis pagi hari Ibu berangkat ya. Kalau masih ngantuk, bobo aja. Kalau mau bangun, jangan nangis. Ka Al, libur sekolah karena ada UN. Ka Zaha berangkat sekolah 7.30 seperti biasa.
Malam itu kondisi Paksi sudah oke
setelah demam tinggi karena Roseola. Ka Zaha yang agak demam sejak
kemarin. Ternyata menjelang pagi suhu ka Al tiba-tiba naik badannya
panas. Tapi melihat meraka masih tertidur semua aman. Sampai saya turun
ke bawah dengan baju lengkap, tinggal memakai jilbab. Tiba-tiba Ka Zaha
menjerit diiringi tangisan Ka Al: "Ibuu, Ibu.. Kaka Al berdarah".
Buru-buru saya naik, agak panik. "Kamu kenapa nak?jatoh? kepentok?"
Darah berceceran di tangga, tangan Ka Al menutup hidungnya yang
berdarah. "Enggak buu, aku mimisan..." Jawabnya sambil menangis. Ah
syukurlah, cuma mimisan. Saat kondisi drop, Ka Al memang kerap mimisan,
turunan dari Ayahnya.
De Paksi yang mendengar suara gaduh terbangun,
menangis dan menunda keberangkatan saya. Buka semua atribut, saya keloni
lagi karena masih tampak mengantuk. pukul 6 kurang seperempat, saya akhirnya
berangkat. Ka Al dan Ka Zaha, mengiyakan dan memahami permintaan izin
Ibunya pergi. Tentu, karena ini sudah saya komunikasikan sejak beberapa
hari sebelumnya.
Ahhh, rasa tegang cukup menyergap. Untuk saya bukan soloist, tapi trio pembaca naskah dengan dua rekan saya pembaca naskah Pancasila dan UUD 1945. Rasa tegang bisa dikurangi karena kami bisa saling mensupport. Upacara dimulai, satu persatu run down acara berlangsung. Yang paling menegangkan adalah saat pengibaran bendera. Ahh ada kesalahan yang jika tidak diimproviasi oleh rekan-rekan pengibar bendera bisa cukup fatal, namun mereka cukup cerdas. Segera berimprovisasi dan merah putih sampai ke ujung tiang bendera. Trio pembaca naskah juga cukup sukses. Saya tahu, banyak yang juga sedikit tegang, selain pejabat di lingkungan Deputi kami, para mentor dan rekan-rekan di Deputi, pastinya suami saya hihihi *kami satu kantor*. Sebetulnya hari itu dia dalam posisi DL, ada rapat konsinyering di Kopo Puncak. Demi mensupport isterinya ini, dia masuk kantor dulu, memastikan isterinya tidak pingsan di lapangan *hahaha* dan tentu saja mengambil gambar-gambar narsis sebelum upacara *teteup*
Upacara selesai, alhamdulillah lancar. Sang inspektur upacara, komandan GAM (begitu kami menyebutnya, karena asalnya dari NAD), berimprovisasi juga, "terimakasih semuanya, Bubarrrr jalan". Untung gak ada yang nyahut.. sama-sama bang..*hihihi*
Seru juga ternyata jadi petugas upacara bendera, bisa jadi tulisan sepanjang ini di blog.
Wah saya sudah lama tidak upacara mbak, terakhir waktu SMA ^_^
ReplyDeleteKunjungan perdanan nih mbak, salam kenal. Klo berkenan, mampir yah di blogku :)
hahaha... iya klo jadi petugas upacara sy jg terakhir SMA.. salam kenal juga oke nti meluncur ke blogmu. makasih sdh mampir
ReplyDeleteWaaaah.... keren! Jangankan jadi petugas upacara, ikut upacara aja aku lupa kapan ya terakhir kalinya. Hehehehehe
ReplyDeletehihi iya mak, kena batunya niih yg suka telat malah dikasih tugas. Tp jd ikut merasakan suasana batinnya sih hihi
Deletesaya jadi petugas upacara kayaknya pas SMP :D
ReplyDeletehahaha... iya Mak... ini Emak2 jadi petugas upacara makanya rempong :P
DeleteWaw..saya paling ingat waktu SD jadi petugas upacara..
ReplyDeleteMba..ada award nih buat mba..cek ya. Makasih..
http://buahhatiayahbunda.blogspot.com/2014/05/the-liebster-award-dari-saya-untuk-kamu.html
hahaha iya ya mak...
Deleteoke ke TKP mak..:)
Lo, itu yang pakai peci perempuan semua?
ReplyDeletelaki2 perempuan semua pake peci, tp peci perempuan beda sm peci laki2... peci-nya spt peci paskibraka perempuan itu lhoo yang kalo 17 Agustusan di Istana :D
DeleteHehe... tugas di mana itu ya mbak?
ReplyDeleteSetjen DPR Senayan mak :)
Deletetooosss duluuu..PNS juga mba? seragamnya soalnyaaa...
ReplyDeletehihihi iya mak indah sekarang namanya ASN lhoo "Aparatur Sipil Negara", Seragam KORPRI nan legendaris
DeleteWaah sama kita ya sesama "anggota" Korpri... panggil2 mba dari NY sapa tahu ada jalan ke sana *ngimpi-tetep amiin*
Tahun brp ya trahir x upacara? Udah ga inget blas
ReplyDelete