One Day - Istanbul - Short Trip

Akhir-akhir ini berseliweran kembali iklan travel ke Turki. Iya di masa pandemi ini, pariwisata Turki sudah mulai bangkit kembali rupanya. New normal dan protokol kesehatan yang ketat tentunya. Paket travelnya kok tampak jadi lebih murah ya?Meskipun memang ada biaya tambahan seperti biaya swab yang harus disiapkan. Nah gak tahu gimana mereka mengemasnya. Mungkin di tiket pesawat dan hotel yang ada penurunan kali ya?

Kurang dari 14 Jam di Istanbul, Bisa Ngapain Aja Ya?

Melihat iklan-iklan paket travel ke Turki, jadi inget kalau banyak photo perjalanan di Turki yang hanya tersimpan di file dan sedikit di IG yang ternyata blom saya tulis di blog ini. What a lazy travel blogger. Saya ke Tukri dua kali, Desember 2017 dan Maret 2018. Kedua perjalanan ini belum pernah saya tulis di blog. *Ampun Bang Jago*

Perjalanan pertama, 3 hari 2 malam. Bagian dari perjalanan wisata religi sebelum ibadah umroh pertama saya. Bulan Desember sedang winter. Selama di Turki cuaca basah karena sering shower dan dingin luar biasa. Apalagi memang salah satu tujuan wisata saat itu adalah main salju di Uludag. Saya gak ketemu tulip waktu itu. Dalam hati membatin, "pingin ke Turki lagi dan lihat bunga tulip bermekaran".

Qadarullah di Bulan Maret 2018, saya ada dinas ke Jerman. Nah rute kepulangan ternyata ada transit di Bandara Turki yang saat itu bahkan masih ada proses konstruksi. Well kabarnya ini bandara terbesar di dunia. Nah terasa sekali memang besarnya bandara ini. Kami transit setengah hari lebih, hampir 14 jam kalau saya tidak salah ingat. Ketimbang bengong di Bandara yang super besar, kami berniat nanti keluar dari bandara dan sightseeing di Istanbul sambil menunggu jam penerbangan kembali ke Indonesia.

Baca Juga: Mengurus Paspor Anak-anak 

Proses Imigrasi yang Bikin Dag Dig Dug

Jadi tulisan kali ini aku mau mengenang kembali perjalanan singkat yang super seru karena memang semacam perjalanan sesuka hati. Saya sih merasa excited banget saat itu. We enjoy our trip as traveler rather than as tourist. Iya karena dalam perjalanan sebelumnya ke Turki memang saya (dan suami) ikut rombongan travel dan jadi turis ceritanya. Kalau yang kali ini selain singkat dan padat. Sejak keluar bandara sampai kembali kami menggunakan public transport, banyak jalan kaki dan menjajal hampir semua jenis public transport di sana.

Waktu itu kami bertiga, Saya dengan dua orang Ibu setrong lainnya. Yes, we are three itchy feet working moms. Saya terhitung yang paling muda di antara kami bertiga. Ada Mba Dwi dan Ibu Nur. Bu Nur dung, saat itu kalau gak salah beliau tidak lama lagi jelang pensiun. Tapi beneran stamina dan semangatnya luar biasa. Kami dalam kondisi cukup lelah dalam perjalanan dari Berlin ke Istanbul. Karena bahkan beberapa jam sebelum terbang, kami masih kerja mengurus ini dan itu. Tapi ga ada cerita mengeluh sepanjang "jalan" di Instanbul.

Meski ada drama saat keluar dari imgrasi, -well lebih tepatnya tantangan kali ya-, akhirnya kami bisa memanfaatkan waktu transit yang lamanya keterlaluan itu untuk sightseeing dan menikmati Istanbul. Kami sampai Istanbul pagi hari. Pindah ke terminal dari kami turun pesawat hingga ke tempat imigrasi saja kami berjalan cukup jauh. Macam dari ujung ke ujung deh. Karena kalau transit kan mungkin hanya pindah terminal dan gak sejauh itu mungkin. Tapi memang bandara ini luar biasa luas dan megah.

Keluar imigrasi antrian super panjang. Turki tampaknya memang jadi tujuan wisata yang cukup ngehits. Kami sempat agak bingung akan mengambil antrian keluar yang mana. Saat itu kami sedang dalam kondisi tugas (negara), jadi ya memang membawa paspor dinas (paspor biru). Sepengetahuan saya, untuk pemegang paspor dinas ke Turki itu bebas visa. 

Cuma saya gak terlalu yakin sih apakah kalau dalam kondisi tugas ke negara lain dan kami hanya transit di Turki tetap bebas visa. Kami ragu antara membeli visa on arrival atau langsung saja ngantri di antrian imigrasi. Setelah drama galau, kami nekat tetap masuk antrian.

Kebetulan dari barisan antrian, Ibu Nur yang duluan sampai ke counter imigrasi. Well kelihatannya ada hambatan komunikasi. Kemungkinan petugasnya gak terlalu paham bahasa Inggris atau sebaliknya. Saya nekat maju ke depan mendekati teman saya, padahal kan aturannya satu-satu yak. Rupanya dia bingung karena kita gak ada visa. Mereka cek di sistem, Visa on arrival juga gak ada.

Baca juga: What a Drama: Penerbangan Ke Washington DC

Lalu saya coba bantu menjelaskan bahwa status kami bertiga adalah pemegang paspor dinas dari Indonesia. Kami transit 14 jam di Turki dan ingin keluar untuk sightseeing  di kota dan akan kembali untuk penerbangan lanjutan ke Jakarta. Berdasarkan aturan keimigrasian, saya sampaikan bahwa pemegang paspor dinas dari Indonesia bebas visa masuk ke Turki. 

Yayyy... Welcome to Istanbul

Alhamdulillah, long short story akhirnya kami dizinkan masuk ke Turki. Yayyy!!. Gak yakin juga ini karena keberuntungan saja atau memang untuk kasus seperti kami, memang benar-benar bebas visa. Tapi memang cukup ketat pemeriksaan di imigrasi dan bandara ini.

Sampai di luar kami kemudian masih strugling mencari pintu keluar yang tepat. Di luar sana ada mahasiswa Indonesia yang sedang menunggu kami untuk menemani kami selama sightseeing di Istanbul sampai nanti sore atau malam. Setidaknya pukul 09.00 malam waktu setempat kami harus sudah kembali ke Airport untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta. 

Setelah akhirnya ketemu Mas Abdul (semoga saya gak salah ingat, lupa-lupa ingat gini) yang rupanya sudah menunggu cukup lama karena kami terhambat keluar tadi. Cuss kami langsung diajak ke destinasi utama di Istanbul. Kami pergi dengan taksi. "Ibu nanti kita jalan-jalan dengan public transport ya. Kita bakal mencoba semua sarana transportasi di sini." "Wokelah!" Meski tahun sebelumnya saya sudah pernah ke sini, namun excitement saya kali ini tidak berkurang sama sekali. Terlebih kondisinya berbeda. 

Desember tahun 2017, Turki tengah dilanda musim dingin. Hujan hampir setiap hari selama kami di sini dan bahkan  kami saat main salju di Uludag kondisi shower dan salju turun sangat banyak. Kali kedua di akhir Maret menjelang April. Musim semi baru saja dimulai.  Salah satu impian saya menjejak di negeri ini adalah ingin melihat bunga tulip bermekaran di negeri asalnya. Iyes, untuk yang belum tahu, tulip aslinya dari negara ini yes. Meskipun tulip hampir selalu diasosiasikan dengan Belanda. Saya juga pingin banget sih bisa melihat tulip juga di Belanda. Aminkan Yuks :)



Dalam diam di kursi belakang taksi, saya mengarahkan pandangan keluar melewati jendela mobil. Mungkin mata saya berbinar saat itu. Hati saya sungguh berbunga laksana deretan tulip warna warni yang juga tengah bermekaran di sepanjang jalan yang kami lewati. "Ya Allah, akhirnya impian masa remaja saya melihat bunga ini di negeri asalnya, Engkau wujudkan. Pada waktunya." Mas Abdul ngobrol seru dengan driver dan dua Ibu di samping saya. Saya sendiri masih menikmati menit demi menit, pandangan pertama tulip di Turki. 

Baca deh kisah saya Menanam Tulip nan Cantik

Lovely Place: Sultan Ahmet Square

Taksi berhenti di sekitar area Sultan Ahmet Square. Kawasan wisata di mana beberapa landmark yang sangat bersejarah di Turki berkumpul dalam satu area. Kawasan ini memang merupakan destinasi wisata wajib bagi pengunjung ke Turki dan terutama ke Istanbul. The Old City yang mewakili sejarah Istanbul di masa lalu. 



Dalam lokasi yang tidak berjauhan, ada Masjid Sultan Ahmet atau biasa dikenal sebagai Blue Mosque, Haghia Sophia - Aya Sofia (saat itu masih merupakan museum dan belum difungsikan kembali menjadi masjid), dan Istana Topkapi. Ketiganya merupakan must visit destinations untuk pengunjung atau turis yang baru pertama kali ke Turki.

Dalam sejarahnya, area ini merupakan Ibukota dari pemerintahan Romawi Timur saat kekaisaran Romawi masih berkuasa. Dalam era Kesultanan Ottoman Turki, area ini tetap menjadi lokasi yang strategis bagi kejayaan kesultanan Ottoman. Area ini berada di dataran tinggi kota Istanbul di sebelah timut terdapat Laut Marmara dan sebelah utara membentang Selat Bosphorus. Topografinya yang berbukit-bukit dan posisinya diantara Laut Marmara dan Laut Hitam yang dihubungkan oleh Selat Boshporus bisa dipahami mengapa menjadi sangat strategis bahkan dari zaman dahulu kala. 

FYI, Istanbul ini berada di wilayah Asia dari Negara Turki.

Taksi berhenti di deretan toko souvenir yang memang berjejer di area tersebut. Ciri khas area di Sultan Ahmet Square ini adalah kondisi alamnya yang berbukit-bukit. Hmm jadi siap-siap kaki yang kuat deh kalau di sini. Serasa sedikit dejavu saat kemudian turun dari taksi dan melihat pemandangan yang terasa familiar. Kami masuk salah satu toko souvenir. Pemilik dan yang menjaga orang Turki asli. Namun rupanya akrab dengan Mas Abdul yang sering menjadi guide dan membawa tamu-tamu Indonesia ke sini.

Baca juga: Assalamualaikum Beijing - Beijing Trip Part 1 

Tujuan utamanya kami mampir bukan untuk membeli souvenir, tapi menitipkan tas dan barang bawaan kami yang tidak masuk bagasi. Saya kebetulan selain membawa sling bag dan kamera, membawa backpack berisi laptop dan beberapa dokumen kerja. Menitipkan backpack yang berat, helpfull banget karena kami kemudian memang lebih banyak berjalan kaki. Walaupun kemudian akhirnya kami belanja cukup banyak oleh-oleh juga di sini. "Khawatir nanti kita gak sempat beli oleh-oleh." Begitu saran Mas Abdul. Hmm ada benarnya juga ternyata.



Setelah borong oleh-oleh dan menitipkannya sekaligus dengan tas dan barang yang cukup berat, kami langsung menuju Masjid Sultan Ahmet. Blue Mosque tampak lebih berwarna saat itu karena di halaman depan sudah bermekaran tulip terutama berwarna putih dan kuning. Kami tidak masuk ke dalam hanya photo-photo dan duduk sebentar di luar. Saya tidak berat hati karena memang sedang tidak sholat dan juga sudah pernah masuk dan sholat di sana. Jadi hanya quick stop di sini. 

Kami lanjut berjalan ke depan. Aya sofia atau Haghia Sophia nan anggun juga tampak kontras dengan suasana di halaman depan dengan rumput hijau dan bunga tulip yang menguning. Saya belum pernah masuk ke sini karena setahun sebelumya, kami ke sini masih renovasi. Kali kedua ini juga tidak memungkinkan masuk karena jam kunjung sudah tutup. Hmmm berarti harus bisa ke sini lagi lain waktu ya. InsyaAllah, malah nanti bisa masuk untuk sholat kan ya. 




Berphoto dan menikmati keramaian suasana Sultan Ahmet Square in rush.  Sebenarnya saya masih pingin lebih lama menikmati suasananya yang khas ini. Tahun sebelumnya  saya tak sempat menikmati duduk-duduk di luar karena shower hampir sepanjang hari selama di Turki. Suasana jelang petang ini perfect banget sih buat duduk-duduk, makan jagung rebus/bakar dan kacang ketsane, sambil menikmati tulip-tulip cantik. Apalagi kalau bersama orang-orang terkasih. 

Jajanan semacam jagung rebus/bakar, kacang katsane, atau roti simir mudah ditemui di berbagai public place di sini. Gerai atau gerobak mereka yang berwarna merah putih mudah dikenali.



Salah satu hal yang juga membuat saya excited adalah City Bus, Baru kali ini saya bisa melihat Istanbul city bus banyak berseliweran. Rasanya tahun sebelumnya saya tak menyaksikannya sekalipun. Duh saya happy banget. Eh tapi sayang,  "Kita gak sempat keliling kota dengan City Bus, karena waktu terbatas." "Okelah, kita berphoto saja." Jangan sampai dilewatkan momen berphoto dengan city bus. Dunno why? I really love to take a picture with local city bus in any places I visit. Selalu saya sempatkan mengambil gambar berbagai bus lokal di suatu tempat.


Nyobain Tram di Istanbul

Kami kemudian berjalan mencari Tram Stop. Iya, kami akan ke dermaga tempat kapal-kapal yang biasa mengantarkan pengunjung menyusuri Selat Bosphorus.  Hari sudah mendekati senja. Memang menikmati Selat Bosphorus paling pas di suasana senja. Jadi gak terlalu terik. Meski ini bukan pertama kali, saya tetap excited. Saya sudah pernah menyusuri Selat Bosphorus di pagi jelang siang hari sebelum jam makan siang. Suasana sangat cerah tapi anginnya super dingin. Well, karena memang sedang winter sih.

Nah musim semi ini alhamdulillah saya bisa mencoba menikmatinya di suasana senja. Sebelum sampai ke Tram. Kami menemani Mba Dwi dan Mas Abdul untuk sholat terlebih dahulu. Tentu saja dijamak Zhuhur dan Ashar. Saya duduk menunggu di depan Masjid yang tidak terlalu besar, tidak jauh dari jalur tram. 

Sepanjang jalan ini juga ramai orang berlalu lalang. Toko, restoran, dan cafe di sepanjang jalan sebagian mulai menyalakan lampu. Suasana terasa lebih hangat. Duh coba punya waktu banyak ya. Kita ngopi-ngopi dulu di salah satu cafenya, nyamil baklava sambil menikmati suasana sore. #Eh

Kami naik tram dari Sultan Ahmet Isytasyonu, -semacam stasiun pemberhentian tram. Suasana cukup padat di dalam tram. Kami tidak menggunakan kartu sendiri karena Mas Abdul yang menggunakan semacam kartu atau tiket terusan untuk kami bertiga. 

Suasana padat di dalam Tram mengingatkan berdesakan dalam tram di Melbourne dulu. Bedanya tram di Melbi yang sering saya naiki adalah tram-tram tua. Hanya untuk jalur-jalur tertentu yang masih baru seperti tram di Istanbul ini. Hanya melewati beberapa tram stop, ketika kami rasanya berhenti Topkapi Isytasyonu. 

Saya menduga untuk mengunjungi Istana Topkapi kita harus berhenti di sini kalau naik tram. Well, karena alhamdulillah sudah pernah ke sana, jadi saya tidak kecewa karena tidak bisa masuk karena pasti sudah tutup. Simpan kenangan dan semaikan harapan bisa kembali suatu hari.

Kami turun di tram stop Topkapi kemudian menyebrang dan mengambil arah sebaliknya. Kami kemudian naik tram lagi sampai ke Eminonu Isytasyonu. Keluar dari stasiun ini dari kejauhan sudah tampak suasana dermaga. Lanjut jalan kaki. Mas Abdul kemudian membeli tiket melalui mesin ticketing untuk kami bertiga. Kami sempat duduk-duduk berphoto di tepi dermaga sambil memandangi kapal yang tampak mengantri bersandar dan berangkat. 

Memeluk Senja di Sepanjang Bosphorus


Sepanjang kami berjalan kaki, banyak pedagang kacang kastane. Kali ini kami membeli Roti Simit. Olahan roti yang kabarnya sudah dikonsumsi di Turki sejak tahun 1500an terbuat dari tepung putih berbentuk bundar dengan lubang besar di tengah layaknya donat dengan taburan wijen. 


Roti Simit mudah ditemui dan biasa menjadi menu pendamping teh atau yoghurt. Kadang dinikmati dengan daging, sosis, keju, atau sayuran segar lainnya. "Beli yang banyak bu, sekalian nanti buat ngasih makan burung pas di atas kapal." Waah saya jadi ingat bagaimana banyaknya burung camar yang seolah mengejar kita saat sedang menyusuri selat Bosphorus tahun lalu.

Ada banyak kapal ferry dan cruise yang bersandar.  Entah yang mana yang akan kami naiki. Yang pasti  dermaga dan cruise yang akhirnya kami naiki berbeda dengan yang sudah pernah saya naiki sebelumnya. Kapalnya lebih besar dan pastinya jumlah penumpang lebih banyak. Jika dibandingkan, lebih nyaman naik kapal yang besar seperti ini. Selain lebih nyaman, lebih tahan guncangan dan tentu saja lebih banyak pilihan untuk duduk.



Mas Abdul mengajak kami ke lantai paling atas kapal yang besar dan nyaman ini. Untungnya saya memakai baju hangat. Saya khawatir masuk angin karena sepanjang jalan pasti angin akan memeluk kami jika memilih duduk di atas. Tapi memang posisi ini paling pas untuk menikmati sisi Eropa dan sisi Asia sepanjang Selat. 



Kapal besar yang kami naiki kemudian perlahan menjauhi dergama. Saya melihat deretan restoran di bawah jembatan Galata tak jauh dari dermaga. Tempat makan hidangan ikan yang selalu ramai dan biasanya jadi destinasi wisata turis juga. Iya, setahun sebelumnya setelah menyusuri Bosphorus rombongan kami makan siang di sana. Hmm masih teringat hangatnya ikan bakar dan salad sayuran yang khas.

Ternyata, jembatan Galata merupakan jembatan yang melintasi teluk Golden Horn. Letak jembatan ini sangat strategis, dekat dengan Galata Tower. Menara setinggi 9 meter  yang juga banyak dikunjungi para wisatawan. Jembatan ini memiliki 2 tingkat, bagian atas sebagai jalan dan yang dibawah tempat restoran dan toko makanan. Banyak juga penduduk lokal yang memancing di salah satu sisi jembatan. Jembatan dengan panjang lebih dari 400 meter dan lebar 40 meter ini selain dilalui jalur kendaran beroda juga terdapat lajur tram. 

Deretan restoran dan toko makanan yang berada di bawah jembatan Galata ini kabarnya tidak hanya ramai dikunjungi turis namun menjadi semacam tempat nongkrong warga lokal. Again saya pastikan suasana jelang senja menjadikan tempat tersebut terlihat lebih romantis dilihat dari kejauhan. Kayaknya enak makan malam menu serba ikan sambil menghabiskan senja.

"Mas, kita bisa makan malan di sana gak?" Rasanya saya ingin mengulang suasana cozy makan di resto sambil menikmati teluk Golden Horn. "Wah kita lihat nanti ya bu, karena rencananya nanti kita bakal turun di sisi Eropa, jadi gak balik ke sini." "Nanti kita balik dengan naik metro bawah tanah bu." "Owh..." Ada sedikit kecewa terselip namun saya menjadi excited karena belum pernah mencoba naik metro bawah tanah tersebut. "Ok deh..."

Well, dari kapal ini kita bisa menikmati pemandangan sisi Benua Eropa dengan jajaran istana dan benteng dan pemandangan rumah-rumah tua yang eksoitis diselingi banyak masjid di sisi benua Asia. Lebih puas dan bisa mengalihkan pandangan mata ke kanan dan ke kiri memang dengan duduk di atas di ujung depan atau belakang kapal. 

Pada sisi Eropa maupun Asia, sama indah dan menariknya untuk dinikmati dan diambil gambar. Saya sedang malas mengeluarkan lensa jarak jauh. Saya sejujurnya lebih ingin menikmati senja di selat Bosphorus ini. Toh saya sudah punya simpanan gambar tahun lalu, yang belum diposting juga hehe.



Menyusuri Selat Bosphorus pagi jelang siang indah dan berkesan sekali, namun sore jelang senja ini suasana terasa sangat dramatis. Dari kejauhan tampak kubah-kubah dan menara masjid yang banyak bertebaran di kawasan yang tampak berbukit-bukit. Suasana makin syahdu karena langit menjelma menjadi jingga keemasan. Kerlap kerlip lampu mulai tampak menghias di antara padatnya bangunan di sisi kanan dan kiri.

Waw kalau malam hari pasti lebih mantap lagi. Pantas saja saya dengar tiket kapal di malam hari lebih mahal dari siang. Oh iya, seingat saya ada dua buah jembatan yang kami lewat di bawahnya sepanjang jalan menyusur Bosphorus. Jembatan ini tentu masih berfungsi menghubungkan roda ekonomi dan sosial dua sisi benua dari Negeri ini.

Ternyata kami mengambil posisi yang sangat pas.  Ujung belakang kapal di dek paling atas. Benar kata Mas Abdul banyak burung-burung berkejaran mengikuti cruise kami berebutan roti. Kami melemparkan remahan Roti Simit. Lalu puluhan camar seperti mengejar kami. Ramai dan serunya mereka berkejaran sambil merebut menyergap roti simir sangat menghibur. Hati-hati karena burung-burung tersebut juga bisa membuang kotoran saat mereka terbang. Ups...


Oh iya, cruise yang cukup besar ini tampak padat pengunjung dan tidak hanya turis asing namun juga warga lokal beragam usia. Mungkin semacam kegiatan jalan-jalan sore masyarakat lokal bersama orang terkasih dan keluarga. Angin juga cukup kencang dan dingin meski bukan di musim dingin. Jadi pastikan memakai baju yang hangat supaya tidak masuk angin.

Long short story kami sampai ke dermaga. Sayang saya lupa namanya. Kami kemudian turun dan kembali berjalan kaki. Malam mulai merayap. "Kita sekarang ada di sisi Benua Eropa dari Turki." "Saya mau ajak  naik metro sekarang untuk kembali ke Benua Asia." "Metro yang akan kita naiki akan melewati terowongan di bawah selat Bosphorus". "Jadi pergi ke Eropa dengan Cruise balik ke Asia dengan Metro nih". 

So excited. Tiga mamak-mamak setrong gak surut semangat sama sekali.



Kami memang agak berkejaran dengan waktu. Iya, karena sebelum jam 9 malam kami harus sudah di Bandara. Mengantisipasi kemacetan ke arah bandara juga. Dari dermaga kami berjalan lagi dan sempat melewati monumen dengan tulisan Kodikoy Belediyesi. Ada juga bangunan dengan tulisan "universitas" di sana.  Hm mungkin bagian dari kampus tertentu. Kami juga sempat jajan kembali membeli Roti Simit untuk sekedar ganjal perut.

Bergegas sambil tetap ambil gambar sana sini, kami berjalan menuju sebuah stasiun metro. Kadikoy Isytasyonu berada di bawah tanah. Semacam stasiun MRT di daerah Sudirman sih. Cukup dalam rasanya jarak dari atas hingga akhirnya kami sampai di jalur metro.  Lift turun cukup curam, saya harus berpegangan karena memang terasa sangat curam. Kali ini Mas Abdul membeli tiket melalui standing machine yang berjejer di sana dan memberikan kami satu-satu.


Kami masuk dan agak berdesakan dengan banyak penumpang. "Jam pulang kantor," kata Mas Abdul. Well lebih hectic dari saat kami naik tram di Sultan Ahmet Square tadi. Kami kemudian berganti jalur metro di Ayrilik Cesmesi untuk bisa kembali ke jalur metro di kawasan Sultan Ahmet. 

Terowongan yang menghubungkan sisi Eropa dan sisi Asia Turki ini kabarnya selesai dibangun di akhir Desember 2016. Jadi belum terlalu lama saat kami menjajalnya waktu itu. Total sepanjang 4,5 km, namun yang benar-benar melewati bawah laut lebih tepatnya Selat Bosphorus hanya sepanjang 1 km. Wah artinya genap sudah pengalaman saya menggunakan tiga media penghubung Asia dan Eropa di Turki ini. Melalui jalur darat dengan jembatan, melalui perairan/laut dengan kapal ferry/cruise, dan lewat terowongan bawah tanah dengan metro.



Saya masih berharap stasiun di mana metro ini berhenti di sisi Asia adalah di sekitar Eminonu. Iya, saya masih pingin ke Galata Bridge untuk makan malam di sana. Sayangnya karena masalah waktu, Mas Abdul mengarahkan kami langsung ke stasiun dekat kawasan Sultan Ahmet Square. Kami harus mengambil tas dan barang-barang yang kami titipkan dan makan malam di daerah sana.

Kami makan malam di Restoran Malaysia. Ada hidangan khas melayu tentunya. Ayam penyet, ikan, dan soto. Kami juga memesan teh manis hangat. Berharap mengurangi dingin yang terasa makin menusuk. Kami berjalan cukup jauh dari stasiun ke resto ini dan kontur alamnya yang menanjak dan menurun khas perbukitan membuat rasa lapar makin terasa. Waktunya mengisi perut dengan makanan yang lebih berat.

Diam-diam saya kagum pada kedua perempuan travel mate saya kali ini. Kami berjalan kaki sepanjang hari ini. Mulai dari turun pesawat mengantri keluar imigrasi hingga duduk di hangatnya susasana restoran Malaysia yang tampak pengunjungnya lebih banyak mahasiswa Asia Tenggara dan beberapa saja warga lokal atau mungkin turist juga semacam kami. Mereka tak mengeluh lelah sedikitpun. Kami berkejaran dengan waktu dan menjalani hari panjang dan penuh kenangan dengan ceria dalam pelukan udara dingin musim semi Istanbul.

Tekrar Görüşürüz Türkiye

Usai makan kami kembali ke Airport dengan taksi. Seperti dugaan Mas Abdul, kondisi menjelang masuk kawasan Airport sangat padat. Hmm untung kami spare waktu cukup banyak. Saat masuk ke dalam Airport dan memasuki imigrasipun pemeriksaan cukup ketat. Terlebih saya membawa laptop sehingga cukup lama saat proses pemeriksaan imigrasi. Mereka mengecek dan meminta saya menyalakan macbook yang saya matikan. Entah untuk mengecek apa. Pengamanan juga cukup ketat. 

Kondisi ini tidak hanya di bandara. Saat di stasiun tram dan metro juga pengamanan cukup ketat. Banyak petugas pengamanan yang berjag-jaga. Tampaknya baru ada kasus keamanan yang terjadi di Turki saat itu. Alhamdulillah sudah check in dan kami segera mencari ruang tunggu di terminal yang ternyata cukup jauh. Kami sempat berjalan-jalan dan mencuci mata menuju ke terminal. Airport yang luar biasa besar dan megah, sayangnya kami sudah ingin selonjoran.

Baca juga: Doha City Tour

Saat akhirnya masuk ke dalam pesawat, baru terasa lelah dan mengantuk. Saya hanya berharap bisa terlelap dan terjaga saat pesawat merapat di lapangan udara Soekarno Hatta. Ah lelah yang menyisakan kenangan manis. Menutup perjalanan dinas daya yang cukup melelahkan ke Jerman dengan trip singkat di Istanbul.



Semoga masih ada kesempatan kembali ke Turki, bersama keluarga dengan suasana yang lebih nyaman, aman, dan tidak dikejar waktu. Plus dengan biaya yang juga hemat hehe. Semoga paket-paket hemat itu masih akan terus ada setelah pandemi benar-benar berlalu ya.

Sehat-sehat kita semua. Jaga protokol kesehatan. Semoga bumi segera pulih dan kita bisa kembali menjelajah tanpa rasa khawatir. Stay safe and happy Sahabat Mom of Trio. Sampai ketemu lagi di cerita perjalanan Mom of Trio yang lainnya. Luv :)



26 comments

  1. Aaakkk, cantiikk banget bunga2nya mbaaa
    Ambience Istanbul, Turki sungguh menawan yaa
    aku udah lamaaa pengin main2 ke sono, tapi blm ada rejeki/kesempatan
    Ya walopun Turki udah buka pariwisata, tapi kitanya was-was dong ya, wong masih pandemi gini

    ReplyDelete
  2. Meskipun trip singkat dikejar-kejar waktu tapi menemukan sesuatu yang bikin bahagiaa, me time setitik judulnya, maak.
    Tempat2nya kece dan pastinya ngehits yang didatengin ya, noted nanti kalo next bisa mampir. Nah, baru tadi pagi ada temen mo ke Turki, paket murmer juga katanya, menawarkan siapa yang mau barang jualannya di iklanin di Turki, hahhaaa asalkan dikirimin .
    Turki oh Turkii, emang destinasi yang ngehits, cuma deg2an pastinya klo pas di Imigrasi yaa.

    ReplyDelete
  3. Seru banget mbak jalan-jalannya di Istanbul. Ada hikmahnya juga ya, transit 14 jam bisa "keluyuran" menikmati suasana kota istanbul.

    Eh selama ini, kalau ada yang bilang bunga tulis, bayangan saya juga langsung negara Belanda lho mbak. Ternyata aslinya dari Turki ya

    ReplyDelete
  4. Saya baru tau kalau tulis asli Turki dari postingan Mbak Ophi. Kemudian jadi pensaran kenapa bisa jadinya identik sama Belanda. Turki tuh cantik, ya. Suasana klasiknya masih ada, tetapi tetap ada kesan modern

    ReplyDelete
  5. Aih, seneng banget bisa sampai Istanbul, mba. Hm, semoga kapan-kapan aku juga bisa sampai kesana..Amin

    ReplyDelete
  6. Sungguh aku kangeeen Turki. AKu tahun 2019 city tour seharian pas umrah sama suami. Blue Mosque nya kebetulan lagi direnovasi jadi ga kelihatan deh kecantikan masjidnya karena perombakan mayan besar. Suamiku jajan jagung bakar babang gerobak di jalanan situ. Mau lagi suatu hari nanti in sya allah sm anak2 juga aamiin.

    ReplyDelete
  7. Mba ophiii ih mao ikuut. Hahaaa
    Bang jagooo baru diposting ini cerita tripnya ya. Aku ngebayangin pas lg dicek2 masuk Turki, akhirnya bisa masuk ya. Bu ophii maju jelasin beres😄
    Cakep2 bgt itu bunganya..oh kalau malam lebih mahal, jadi ngebayangin lagiii..ya Allah mdh2an bisa ksana atau tempat indah lainnya ya amiin selesai pandemik ini..

    ReplyDelete
  8. wah serunya mbak
    bisa memanfaatkan waktu transit dengan short trip seperti ini
    Turki memang memikat ya mbak, pasti asik ya naik trem nya
    btw pas kesana sudah nyoba kuliner apa saja mbak?

    ReplyDelete
  9. Biarpun sebentar tapi berkesan banget ya bisa mampir di Turki sebentar Mbak..semoga aku bisa kesampaian melihat cantiknya Turki aamiin...

    ReplyDelete
  10. Mbaak kenapa aku baca tulisanmu dari awal sampai akhir melow banget, sempat nangis nahan haru dan seneng. Mungkin karena faktor emosional kali ya, soalnya kami juga ingin sekali ke Turki, suamiku tepatnya yang ingin sekali ke Turki dan terhalang adanya covid 19 ini.

    Membaca ceritamu mulai dari mau keluar bandara, berlarian mengejar waktu sembari menikmati keindahan Turki yang gak bisa dilewatkan, deg degan banget ya. Alhamdulillah ada mas Abdul yang mendampingi, kalau enggak, mamak mamak bisa hanyut terbawa suasa indahnya bunga Tulip yang bermekaran ya.

    Semoga kami disegerakan datang ke Turki, tempat yang paling ingin dikunjungi. Aamiin, temenin nanti ya Mbak, kita barengan ke Turkinya, sama anak-anak, juga.

    ReplyDelete
  11. Saya yang hanya membaca bisa membayangkannya, betapa bahagianya tapi juga capek karena trip yang super singkat. Walau begitu tetap bisa menikmati suasana dan pemandangan yang indah di Turki.

    Ah, saya jadi pengen jalan-jalan ke sana, semoga ada rezeki lebih sautu saat nanti.

    Terus itu yang jadi guide mahasiswa Indonesia, jadi seneng ketemu orangnya sendiri.

    ReplyDelete
  12. Turki emang keren-keren ya tempat wisatanya... Apalagi tempat yang penuh bunga-bunga tulip yang bermekaran..wahhh auto pengen cuzzz deh kesana

    ReplyDelete
  13. ini sebelum pandemi ya mbaaa. Aku jadi kangen deeh jalan - jalan ke sini. Salah satu kotayang paling sering aku kunjungi mba. Mungkin udah 12 kali aku mampir hahaha dan selalu tur keliling kota karena ada aja yang bisa dilihat dan dinikmati. Ngga sempat ke Topkapi yaa mbaa

    ReplyDelete
  14. Akuikut deg-degan bacanya mbak, Alhamdulillah berhasil melewati imigrasi & bisa sighseeing di Turki. Gak sia-sia ya mbak walaupun agak rumit di imigrasi dan harus berjalan jauh tapi bisa lihat kecantikan kota Istanbul apalagi bunga-bunganya cantik banget.
    Aamiin mbak Ophi semoga ada kesemoatan ke Turki lagi secepatnay setelah pandemi ya mbak.

    ReplyDelete
  15. Ya ampuun 14 jam tapi sudah super lengkap one dat trip Turki-nya Mbak Ophi, melelahkan pasti tapi happy. Foto dan ceritanya sukse bikin mupeng akuuu
    Dan aku termasuk yang ngiler baca paket tur Turki selama pandemi, gila..banting harga banget ya. Tapi masih ngeri mau pergi
    Anakku waktu kelas 9 (tahun 2019 akhir) ke Turki ada acara Folklore, misi budaya bersama sekolahnya (dia main gamelan) tampil di sekolah-sekolah di sana. Seminggu tinggal di keluarga Turki.
    Maka, aku tahu cerita tentang Turki dari dia...bikin kepo jadinya
    Semoga nanti juga bisa ke sana

    ReplyDelete
  16. Gatau kenapa kalo denger Turki tuh inget telenovela cinta di musim cherry hahaha. Pengen banget ke Turki juga mbak banyak tempat yang menarik yaa apalagi lihat bunga tulip yang cantik-cantik itu. Iya bener.. akhir-akhir ini aku sering lihat juga postingan open trip ke Turki.

    ReplyDelete
  17. Teeeh, seru banget jalan-jalannya. Daripada bengong di bandara jadi nemu insight banyak. Kok aku baru tau Tulip ini bunga asli Turki ya hahahaha.... ke mana wae. Inget Turki aku mah inget Maher Zain gara-gara pernah liat dia traveling ke sini pas di selat Bosphorus juga. Pengen ke Turki juga ih. Aku ikut deg-degan pas teteh cerita soal pemeriksaan di imigrasinya. Aku pernah ngalamin ditanyain macem2 di imigrasi Malaysia gara-gara foto muka lagi kacau di paspor. Sampe diminta ktp asli segala hahaha

    ReplyDelete
  18. Wah walaupun cuma sebentar di Istanbul tapi kayanya puas banget ya mak bisa ngeliat banyak hal inda dan menarik di sudut sudut kota istanbul.. jadi pengen ke istanbul juga niiihhh

    ReplyDelete
  19. Perjalanan singkat gini mba biasanya yg bikin berkesan. Krn kita jd lebih menghargai setiap detik waktu untuk eksplor mana aja. Wuih.. Aku jd kangen jalan2 nih mba.

    ReplyDelete
  20. Huhuhu senangnya bisa jalan-jalan ya Mbak
    Apalagi ke Istanbul
    Kota yang semua orang mau merasakan juga suasana di sana
    Banyak teman juga selalu cerita kpta ini
    Jadi makin penasaran karena lihat foto-foto di atas

    ReplyDelete
  21. Seruu Mbak, aku ikut deg2an pas bagian antri di bandara, gatau juga klo paspor dinas gimana. .. Tapi akhirnya bisa menikmati jalan2 yaa Mba, jadi makin pengin ke Turki

    ReplyDelete
  22. Senangnya jalan-jalan sampai Turki..kapan ya berkesempatan ke sana? Mengunjungi negara yang indah panoramanya. Saya juga punya pengalaman cek di bagian imigrasi bandara. Memang paling bikin deg2an.😅

    ReplyDelete
  23. Idem dengan Chi, aku juga baru tahu kalau tulip berasal dari Turki.
    Selama ini tahunya ya dari Belanda.

    Mba,
    Turki juga menjadi salah dua kota yang masuk dalam bucket list
    Semoga suatu hari jadi kenyataan.
    Aamiin.

    ReplyDelete
  24. senang deh liat foto perjalananya Mba, asik dan nyaman ya liburan ke negara mayoritas muslim, btw itu bunga tulip, bukan plastik kan, hahaha

    ReplyDelete
  25. wishlist nih Turki
    semoga nanti bisa kesana juga
    sepertinya waktu winter menarik juga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ma Sya Allah terimakasih sharing pengalamannya mbak. Qodarullah saya sedang ada di Turki jd dpt referensi 🤩

      Delete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.