Takengon: Kota Dingin dan Menawan di Aceh Tengah

Assalamualaikum, apa kabar Sahabat Mom of Trio, semoga semua sehat ya. Mom of Trio sih sedang masa pemulihan nih setelah kemarin untuk pertama kalinya drop sampai harus jadi vampir eh transfusi darah segala. Hmm cerita soal a day in my life as a vampire-nya nanti aja ya. Sekarang mau healing dulu. 

Iyes, writing is healing for me. Mau nulis gimana keseruan bisa bertugas plus healing tipis-tipis di Kota Takengon. Kota dingin dengan dataran tinggi dan danaunya yang sangat ramah pada para pendatang. Aceh punya kota dingin? Seriusan? Hmm sedingin puncak Bogor? Lebih dingin malah menurutku. Secara Puncak gak sedingin dulu, cenderung panas sekarang.

Oke, back to Takengon. Alhamdulillah sih bisa ke Kota Takengon. Kalau bukan karena tugas, mungkin juga gak terpikir mau ke sana. Kota Takengon menjadi khas karena selama ini dalam bayangan saya, Aceh adalah daerah pesisir dengan udara panas tentunya. Karakter masyarakatnya juga cenderung keras meski hatinya baik. Well itu pasti karena saya belum jauh main di Acehnya hehehe. Iya, sebelum ke Takengon kota-kota di Aceh yang sudah saya kunjungi hanya Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Lhok Sukon saja. 

How to Get There?

Dari Jakarta tidak ada penerbangan langsung ke Takengon. Bandara terdekat ke Takengon sebetulnya ada di kabupaten tetangganya, yakni Bandara Rembele di Kabupaten Bener Meriah. Sayangnya penerbangan dari Jakarta transit Medan atau Banda Aceh ke Rembele hanya ada satu kali seminggu (saat ini ya), Which is gak cocok untuk kami yang hanya bisa bertugas 4 hari (itupun dengan bonus tambahan 1 hari). Kadang bisa ada 2 kali juga seminggu penerbangan ke bandara ini tetapi sangat tergantung dari jumlah seat yang terjual. Jadi siap-siap dialihkan atau dicancel kalau ternyata penerbangan tidak memenuhi kuota. Padahal Bandara Rembele ini cukup bagus lho. Hmm sayang ya, belum maksimal.


Nah! alternatif perjalanan lewat udara lainnya adalah melalui Bandara Malikus Shalih di Aceh Utara namun lebih sering disebut sebagai Bandaranya Lhoksemauwe. Penerbangan dari Jakarta transit Medan atau Banda Aceh lebih banyak. Hampir setiap hari pasti ada. Akhirnya kami memilih terbang dengan Batik Air dari Jakarta ke Kuala Namu lalu lanjut dengan Pesawat ATR Wings Air menuju Lhokseumawe. dari Lhokseumawe lanjut perjalanan darat ke Takengon sekitar 3-4 Jam. Hmm ada juga sih alternatif perjalanan darat yang lebih jauh, kita bisa turun di Banda Aceh atau Medan lalu lanjut perjalanan darat ke Takengon sekitar 6-7 jam perjalanan.

Mengingat pilihan jadwal penerbangan yang terbatas satu hari satu penerbangan saja, maka perjalanan dari Jakarta ke Takengon memang bisa dibilang dari hari gelap sampai gelap lagi. Apalagi kalau rumahnya jauh dari Bandara Cyiin. Tapi gak apa apa, setiap perjalanan selalu ada ceita yang bisa kita simpan, selalu ada hikmah yang bisa kita petik. Termasuk saat mobil yang menjemputk kami dari Bandara Malikus Shalih ternyata mengalami kecelakaan kecil dan lumayan memakan waktu untuk evakuasi korban lukanya. Ya Allah ada-ada saja, untung semua selamat yaa. Alhamdulillah meski akhirnya kami terlambat dijemput yang artinya otomatis kamipun semakin larut tiba di Takengon.

Perjalanan dari Bandara ke Takengon disambut hujan sepanjang jalan. Tentu saja perjalanan sangat menantang karena medan jalanan yang menanjak dan berkelok. Selain pohon karet dan sawit, saat mendekati Aceh Tengah justru disambut dengan pohon-pohon kopi di sepanjang kanan dan kiri jalan. Karena cuaca yang dingin dan hujan lebat menjelang Takengon kami disambut dengan kabut dingin yang akhirnya membatasi jarak pandang. Alhamdulillah sampai di hotel dengan selamat.

Where to Stay?

Kota Takengon Aceh Tengah ini memang kota tujuan wisata bagi masyarakat Aceh dan sekitarnya terutama mereka yang berada di wilayah yang lebih panas karena Takengon kota yang dingin dengan pemandangan khas Dataran Tinggi Gayo dilengkapi dengan Danau Laut Tawar dan kopi khasnya. So, tidak sulit mencari tempat untuk menginap.  Ada beberapa hotel yang bisa kita pilih bahkan beberapa terletak di tepian Danau Laut Tawar atau orang sana menyebutnya Danau Lut Tawar.

Karena kami banyak berkegiatan di pusat kota, maka teman-teman yang memesan hotel memutuskan untuk menginap di Grand Bayu Hill Hotel yang terbilang masih dekat dengan pusat kota. Untuk ukuran kota kabupaten di luar Jawa, Hotel Grand Bayu Hill termasuk cukup besar dengan fasilitas yang juga sudah lumayan sih. Depan hotel ada KFC dan minimarket gitu, jadi gak khawatir kalau kelaparan tengah malam atau mendadak butuh sesuatu hahaha.


Well, karena hampir jarang ada kendaraan umum terutama kalau malam. Apalagi transportasi online juga belum ada. Jadi amanlah stay di hotel yang dekat dengan toko serba ada dan restoran cepat saji. Untuk Rate-nya ada di kisaran IDR 500 ribuan hingga IDR 1 juta untuk kamar suite dengan kelas tertinggi. Ada kolam renang di dalam hotel meski tidak bisa dibandingkan kolam renang di hotel-hotel bintang 4 di Jawa sih. Well, apa ada yang mau renang yaa? dingin banget lho? Eh ternyata ada lhoo yang berenang di pagi yang dingin.

Untuk breakfast tersedia menu yang cukup variatif dan rasanya juga oke. Well, setelah sebelumnya menginap di hotel "terbaik" di Lhokseumawe yang hanya menyediakan satu jenis menu sarapan tentu sarapan di Grand Bayu Hill ini jadi terasa lebih wow. Agak di luar ekspektasi sih. Dari sisi rasa juga enak. Nah malam kita juga pesan makan di resto karena pertimbangan resto yang buka malam dan transportasi yang terbatas. Maklum kegiatan sangat padat karena waktu yang juga terbatas. So far, makan malamnya cukup memuaskan dari sisi rasa dan pilihan menu. Meski menu yang sama sudah ditentukan untuk kami, namun setiap malam diganti menunya jadi tidak bosan.

What Culinary We Have to Try

Berkunjung kemanapun, wajib mencoba kuliner khas daerah tersebut. Hmm makanan khas Aceh tentu yang terbayang adalah Mie Aceh, Ayam Tangkap, berbagai jenis gulai khas Aceh. Oke, rupanya kita akan sedikit terkaget-kaget karena jenis makanan seperti bukan yang akan kita temukan di Aceh Tengah khususnya Takengon. Saat googling, kita mungkin akan menemukan berbagai varian khas dan otentik dari Aceh Tengah dan Takengon yang akan mengubah persepsi kita tentang Aceh Tengah.  

Well, inilah kenapa masyarakat Aeeh Tengeh lebih dekat dengan adat dan budaya Gayo ketimbang Aceh. Basically dari mereka memang berakar dari Suku Gayo meski berada di wilayah Aceh. Nah tampaknya inilah yang juga mempengaruhi khasanah kuliner mereka. Makanan khas Aceh Tengah bukan makanan khas Aceh tapi makanan khas Gayo. Noted!

Saat googling untuk mencari informasi tentang kuliner Khas Aceh Tengah, muncul beberapa nama unik dari makanan tradisional khas tersebut. Untuk mendapatkan beragam menu khas tempat yang pas adalah Gegarang Resto. Kami sudah memasukkan Gegarang Resto ke dalam list must visit resto. Alhamdulillah, Qadarullah, pada hari kedua setelah pertemuan dengan dinas-dinas di Kabupaten Aceh Tengah, Pak Bupati Shabela Abu Bakar mengundang tim kami untuk makan siang di resto ini. Waah luar biasa, Pak Bupati dan perangkat daerah berkenan menerima dan menjamu kami di salah satu resto kebanggaan Takengon Aceh Tengah ini.


Gegarang Resto

Gegarang Resto, terletak di Kp. Tan saril, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah. Dari pusat pemerintahan memang harus bergerak agak jauh. Well tidak sejauh itu ya, karena di sana juga tidak ada kemacetan.  Dari jalan besar masuk melalui jalan kecil hanya hanya muat satu mobil dengan sungai kecil di samping jalan. Hmm ternyata setelah 150 meter kemudian tampak parkiran dan beberapa bangunan semacam saung, gazebo, atau gubuk besar dengan konsep terbuka dengan pilihan model meja dan kursi serta model lesehan. Kanan kiri resto ini merupakan tebing perbukitan dan suara gemericik air sungai menambah nuansa natural yang kental.

Semua menu terbaik dihidangkan di meja. Sambil menikmati makan saya juga banyak bertanya kepada Pak Bupati dan Perangkat Daerah yang lain tentang menu yang tersaji di meja. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya. Jujur namanya unik-unik karena baru saya dengar. Rasanya juga tidak kalah unik dan otentik. Semua terasa sangat fresh karena dengan bumbu yang light dan tidak berat namun sangat khas.  Semua rasa asli dari bahan makan bisa tertangkap di lidah saya. Jenis bahan dan bumbnnya memang khas wilayah dataran tinggi/pegununngan yang fresh dan sehat, serta minim bumbu berat. 

Dari banyaknya menu yang dihidangkan saat itu akan saya review beberapa masakan tradisonal khas yang ternyata langsung mengambil hati saya. Enak, sehat, dan otentik.

Depik Goreng Kering

Depik adalah ikan kecil yang merupakan satwa endemik di Danau Laut Tawar.  Sejenis ikan wader kalau di Jawa,  Ikan Bilih di Danau Singkarak, atau Ikan Rinuak di Danau Maninjau. Beragam jenis masakan khas Aceh Tengah bernuansa Gayo dibuat dengan bahan dasar ikan Depik ini. Nah salah satu yang membuat saya tidak berhenti mencamil sampai satu porsi piring kecil ludes adalah Depik yang digoreng kering dengan bumbu yang mirip bumbu ayam tangkap. Gurih dan khasnya membuat makan nasi hangat dengan depik goreng ini saja tampaknya bakal sangat menggoda. 

Ups tapi ada banyak menu lain yang wajib dicoba sih di Gegarang Resto ini.

Cicah Angur

Nah salah satu pasangan Depik goreng yang wajib dicoba adalah sambal terong belanda. Namanya Cicah angur. Sejenis sambal khas Gayo dengan bahan dasarnya juga bisa digunakan ikan depik. Bahan-bahannya adalah terong belanda, bawang merah, cabai rawit, bunga kala/kincung dan ditambah terasi.

Nah rasa masam segar terong belanda dipadu dengan kripsinya ikan depik yang mantul pas banget. Bahkan Cicah Angur Depik juga merupakan menu yang menggabungkan Cicah Angur dengan Ikan Depik yang digoreng kering lalu ditumbuk dengan bahan rempah yang sudah dihaluskan tersebut. Wihh beneran ini mengingatnya kembali bikin mouth watering alias ngencess. *siapin tisu* Bisa ditambahkan lalapan lain terutama yang khas sayur labu jipang dan buah jipang.




Sayur Daun Labu Jipang/Sayur Labu Jipang

Nah pasangan menu berikutnya yang juga wajib dicoba adalah sayur labu jepang atau Sayur Labu Jipang dan Sayur Daun Labu Jipang. Merupakan sayur bening dengan bumbu yang light dan pas berisi daun labu muda dan juga labu jepang. Hmm segar dan cocok memang disantap dengan Depik goreng tadi. Lagi-lagi bahan yang segar dan fresh menjadi unggulan bagi menu khas Aceh Tengah ini.

Masam Jing

Makanan khas Gayo ini serupa dengan menu asam pedas di beberapa kuliner khas melayu atau Sumatera. Sedikit berdeda dengan asam padeh khas minang yang pekat. Sajian yang sangat menggugah selera dan membuat ketagihan ini lebih ringan dan segar.  Di kawasan pesisir Aceh, sajian sejenis ini lebih dikenal sebagai Asam Keueung, sementara orang Minang menyebutnya sebagai asam padeh. Namun, Masam Jing ini memiliki cita rasa yang khas Dataran Tinggi Gayo.



Masam Jing Ikan ini terdiri dari ikan berpadu dengan racikan bumbu kental dan melalui proses pengilahan yang sedikit berbeda. Ada rasa masam khas dan pedas perpaduan andaliman dan kecombrang. Tak heran jika Masam Jing menghadirkan rasa yang berbeda dari asam padeh khas Minang. 

Nah bumbu Masam Jing ini dipadukan dengan beberapa lauk utama mulai dari beragam ikan seperti ikan Mas, Nila/Mujahir, Bawal, Bandeng hingga Depik. Ada juga Masam Jing Telur, hmm dari teksturnya saya rasa itu telur bebek.  Beberapa menu favorit Masam Jing diantaranya memang Masam Jing Ikan Mujahir, Masam Jing Telur, dan Masam Jing Depik,  tapi kemarin saya juga mencoba Masam Jing dengan jantung pisang yang juga tak kalah segar dan enak.

Tenaruh Dedah

Tenaruh dedah merupakan makanan khas Takengon, Aceh Tengah. Tenaruh dedah semacam telur orak arik. Namun, teksturnya yang seperti yoghurt atau lelehan keju dengan rasa lemak dan asam di mulut membuatnya terkenal. Bahannya adalah telur, garam, bawang merah, cabai merah, dan daun jeruk. Biasanya dimasak di atas kuali yang dialasi daun pisang tanpa minyak.  Saat disajikan juga dialasi daun pisang. Rasa lembut segar dan masam membuatnya berbeda dari telur orak arik yang biasa kita temui. 

Nah menu masakan lain yang juga favorit di Gegarangan misalnya Ikan Nila Bakar, udang atau Lobster Goreng Tepung dan banyak pilihan lain. Namun menu tradisional khas Gayo meninggalkan kesan tersendiri dan menambah wawasan gastronomi tradisional nusatara tentunya.

Nah tempat wisata kuliner mana lagi ya wajib dicoba selama di Takengon atau Aceh Tengah? Berdasarkan pengalaman dari kunjungan lalu,  saya coba untuk mereview dua tempat makan lainnya yang rasanya wajib dicoba oleh Sahabat Mom of Trio jika berkesempatan ke Takengon atau Aceh Tengah. Kalau fully liburan atau travelling tentu bisa lebih banyak destinasi yang bisa di-explore.

Baca juga: Icip-icip Kuliner Sumatera Barat

Teluk Mendale Cafe 

Posisi cafe ini di Teluk Mendale Danau Laut Tawar. Sebagaimana namanya, maka konsep wisata kuliner yang diusung adalah sebuah coffee shop. Tempat ngopi-ngopi cantik lah ya. Menjadi khas dan menarik karena posisi cafe yang berada tepat di salah satu sisi Danau Laut Tawar dan tak jauh bersebrangan dengan wisata prasejarah yang meruakan lokasi penggalian arkeologi, Ceruk Mendale, dan Ujung Karang.

Konsep cafe juga cukup menarik. Ada bangunan dua tingkat dengan konsep indoor namun tetap terbuka dan konsep outdoor dengan saung di atas danau. Bangunan dengan desain yang cukup unik terasa pas layaknya rumah peristirahatan di tepi danau. Bangunan dengan aksen kayu bercat merah beratap segi tiga  dan ada bagian bangunan dengan roof top terbuka di salah satu sisinya yang bisa dicapai dengan tangga putar.

Tak jauh dari cafe berjajar cottage berbentuk unik yang merupakan penginapan yang juga disewakan bagi pengunjung yang terletak tepat di bibir teluk sehingga memiliki view langsung ke arah danau. Untuk konsep outdoor ada saung yang tepat berada di bibir Danau, dan ada juga yang terletak agak menjorok ke danau dihubungkan dengan jembatan kayu. Kesan eksotis dan romantis terasa kental terlebih saat hujan turun melingkupi saung dan memberi irama tersendiri.



Kami datang saat cuaca mendung dan gerimis. Hujan menambah syahdu suasana. Menu di Cafe ini tentunya menu kekinian. Selain berbagai jenis kopi dan soda, tersedia makanan kekinian seperti steak, french fries, roti bakar, pizza, dan nasi goreng. Namun sebagai pecinta kuliner tradisional saya menyarankan untuk mencoba menu ikan mujahir/nila mereka. Saya suka sekali dengan menu satu ini. Ikan mujahir dengan sambal matah di atasnya, segar masam pedas menyatu dengan daging ikan yang fresh dan tak kalah gurih. Menikmatinya di atas Danau Laut Tawar ditemani gerimis mengundang. Hmm sayang doi tidak ada di samping, eh!

Baca Juga: Napak Tilas Tour de Sumatera

Suasana tenang,  desain interior dan ekterior kekinian, cuaca yang dingin, pemandangan yang syahdu, dan makanan yang enak tentu perpaduan lengkap untuk betah berlama-lama bercengkrama di cafe yang belum lama dibuka ini. Apalagi, pada hari dan jam tertentu ada live music juga di sana. 

HIP Burger Cafe

Nah waktu pertama kali datang kita sudah melewati Cafe yang terletak di sisi jalan utama yang menuju Kota Takengon ini. Waah penampakan sekilas tampak mewah, cozy, luas, dan strategis sekali. Akhirnya di ujung hari menjelang senja pada hari ke dua menyempatkan diri mampir ke  cafe yang memiliki nama lengkap HIP Burger Coffee & Resto. Sesuai namanya, maka signature mereka adalah burger dan coffee.

Teman-teman mencoba beberapa jenis kopi baik yang original maupun cappucino atau latte, dengan beberapa variasi float, ada juga jus beragam rasa. Untuk makanan sayangnya kami tidak mencoba burgernya karena kami sepakat memesan camilan saja karena memang tidak lama setelah dari sana akan makan malam. Kami memesan french fries, gyoza, dan roti bakar. Untuk kopinya teman-teman para pecinta kopi say "Yes", sedangkan untuk camilannya, "so so" lah ya. 


Posisi resto ini memang cukup strategis. Berada di lereng bukit di sisi jalan yang jika kita naik ke bagian atas akan melihat pemandangan Danau Laut Tawar dan Kota Takengon serta kelokan jalan nan syahdu menuju ke sana.  Alamat lengkapnya di Jl. Raya Bireuen - Takengon Km. 7,  Paya Tumpi Baru, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah.

Kalau butuh tempat ngobrol lama diskusi sambil sesekali nyamil memang pas di tempat ini. Kabarnya di hari-hari tertentu juga ada live music di sini. Kami datang jelang maghrib dan segera kembali tak lama setelahnya. Hanya melepas penat sejenak setelah seharian penuh beraktifitas. Menyeruput kopi dan minuman lain serta camilan. Hari sudah gelap dan hanya kerlap kerlip lampu di kejauhan yang bisa kami capture lewat kamera gadget.

Which Place Should Visit

Danau Laut Tawar

Danau Laut Tawar atau Suku Gayo menyebutnya Danau Lut Tawar merupakan danau yang sangat penting dan berperan besar bagi kehidupan masyarakat Aceh Tengah dan sekitarnya. Danau ini merupakan kebanggaan masyarakat Aceh Tengah sekaligus salah satu sumber daya alam potensial yang menyokong perekonomian masyarakat sekitar. Tidak hanya dari aspek pariwisata, namun juga dari sektor perkebunan, pertanian, perikanan, dan bahkan potensi energi dari sumber air dengan luas lebih dari 5 hektar ini.

Lengkapnya danau ini memiliki luas kira-kira 5.472 hektar dengan panjang 17 km dan lebar 3,219 km. Volume airnya kira-kira 2.537.483.884 m³ (2,5 triliun liter). Ada 25 aliran krueng (sungai) yang bermuara ke Danau Laut Tawar dengan total debit air kira-kira 10.043 liter per detik. Danau Laut tawar merupakan danau tektovulkanik yang terbentuk bersamaan dengan Sesar Semangko. Karenanya potensi sumber daya airnya pun kaya dan unik.

Danau Laut Tawar dari Kejauhan (Pantan Terong)


Ada banyak cara dari dari berbagai sisi atau spot yang bisa dicoba untuk menikmati Danau Laut Tawar. Ada semacam dermaga di mana pengunjung bisa menyewa boat dan kapal kecil untuk berkeliling danau.  Selain itu pemandangan dari kejauhan bisa dinikmati dari berbagai sisi. Banyak villa dan penginapan bahkan kabarnya area camping yang bisa kita sewa untuk bisa menikmati suasana syahdu Danau Laut Tawar dari dekat.

Salah satu spot yang banyak dikunjungi untuk menikmati danau ini adalah Dermaga Pante Menye. Dermaga ini menjadi salah satu daya tarik wisatawan dikarenakan spot ini memiliki desain kayu unik seperti kapal besar, banyak tempat duduk dan tentunya instagramable. Kami belum sampai ke spot ini saat kunjungan lalu, namun memang ada banyak cara menikmati Danau Laut Tawar.


Pemandangan Danau Laut Tawar dan suasananya juga bisa dinikmati sambil wisata kuliner dari beberapa resto atau cafe di sekitarnya salah satunya dari Teluk Mendale yang sudah diceritakan sebelumnya. Ada juga Dataran Tinggi yang disebut Pantan Terong yang salah satu objek pandangnya adalah Danau Laut Tawar dari kejauhan.

Pantan Terong


Kalau mau menikmati suasana negeri di atas awan, wajib ke Pantan Terong nih. Demikian saran beberapa pejabat daerah Kabupaten Aceh Tengah saat kami usai berdiskusi dan mulai masuk sesi bercengkrama ringan. Salah satunya Bapak Anggota DPRK Aceh Tengah yang kemudian memastikan kami harus ke sana, kalau mau sah kunjungan kami ke Aceh Tengah. Wow, tentu kami penasaran.  Setelah bertanya pada guide sekaligus driver yang menemani kami beberapa hari di Takengon, best time untuk melihat negeri di atas awan tersebut adalah selepas subuh sebelum matahari meninggi.




Wih tapi Term & Cond berlaku, jika kita beruntung dan posisi awan sedang pas hehehe. Iya karena jika kita beruntung, saat berada di Pantan Terong kita akan merasakan sensasi negeri di atas awan karena bisa jdi posisi kita di sana lebih tinggi dari gumpalan awan di sekitarnya. Konsep wisata alam panorama sejenis ini mungkin bisa kita temui di beberapa daerah di Yogyakarta, seperti di Jurang Tembelan misalnya.


Jangan lupa pakai baju yang cukup hangat atau jaket karena memang sedingin itu. Apalagi kalau kita datang pagi hari seperti saran driver kami. Bahkan tempatnya pun mungkin belum buka karena petugas mungkin masih tidur karena kedinginan hahaha.

Perjalanan menuju titik pandang atau view spot Pantan Terong ini tak kalah seru. Jalanan menanjak dan berkelok. Kanan kiri rumah penduduk dan kebun kopi yang berbaris rapi. Kabut dan awan dingin yang menyelimuti. 

"Hmm mungkin kita tidak dapat best view bu, karena kalau kita lihat dari sini awannya sudah bergerak ke sisi lain. Tapi kita coba saja ya ke sana."

Well sesampainya di sana memang awan bergerak justru menjauh dari posisi kami, namun sebagian awan masih ada dan bergerombol manja di beberapa titik di kejauhan memberi kesan mereka berayun ke sana lalu bergerak lagi bersama angin memayungi segerombolan rumah penduduk, bukit-bukit di kejauhan, bahkan menggantung di atas Danau Laut Tawar.  Cuaca dingin musim hujan, menghadang mentari sehingga sebagian besar awan masih menggantung di cakrawala memberi panorama tersendiri bak lukisan alam.

Melalui titik pandang Pantan Terong ini memang kita bisa melepaskan pandang ke berbagai penjuru. Awan yang berlapis-lapis membentuk garis cakrawala nan estetik,  syahdunya Danau Laut Tawar,  birunya bukit-bukit di sekitarnya, rumah penduduk dan bangunan di Kota Takengon yang tampak kecil, plus udara yang dingin yang menyelusup tulang membuat kita merasa tengah menaklukkan kota dingin nan menawan di bawah sana.

Wisata (Edukasi) Kopi

Last but not least, Takengon harus dinikmati kopi-nya. Nah sebagai daerah penghasil kopi, kabarnya salah satu penghasil kopi terbaik di dunia maka wajib hukumnya terutama untuk penikmat kopi melakukan wisata kopi di sana. Baik datang langsung menikmati kopi di tengah kebun kopi maupun menikmati kopi sambil mendapatkan edukasi terkait kopi dan proses pembuatannya. Ada banyak pilihan yang bisa kita kunjungi. Nah dari referensi guide kami kemudian diantarkan ke dua tempat.

Aroma Gayo Coffee



Kopi Arabica terbaik salah satunya dihasilkan dari pohon kopi yang tumbuh di tanah Gayo. Dataran Tinggi Gayo, ibarat ibu kandung terbaik dari lahirnya kopi arabica dengan rasa yang kualitas dunia. Begitu yang saya dengar selama di Takengon. Nah salah satu yang menurut guide/driver yang harus kami kunjungi adalah Aroma Gayo Coffee sebagai "must visit coffee bean roaster in Takengon".  Alamatnya di Jl Lebe Kader, Lr. Kejaksaan, Blang Kolak 1 No.122 Takengon Aceh Tengah.


Gang kecil muat satu mobil masuk dan langsung sampai di depan bangunan yang tidak bisa disebut besar. Aroma kopi menyeruak menyambut kami saat membuka pintu mobil yang di parkir di depan rumah. Papan besar bertuliskan Aroma Gayo Coffee memastikan kita tidak akan "nyasar".  Workshop ini merupakan tempat roasting kopi berkualitas tinggi.  Ada berbagai macam jenis rasa kopi baik yang original,  peaberry,  wine,  blueberry,  dan luwak liar. Hmm banyak macam. Kemudian tingkat kekeringan dari biji kopi juga mempengaruhi rasa dan keasaman kopi. Jadi kopi bisa terjadi dalam beragam rasa dengan metode dan teknik roaster  yang berbeda-beda.





Di sini kita bisa melihat langsung bagaimana biji kopi dikeringkan lalu digiling, di-packing, dan bahkan bisa mencoba menikmati seduhannya. Tampak berderet biji kopi yang tengah dikeringkan, lalu beberapa mesin giling dan juga mesin packaging. Owner dan petugasnya dengan ramah menjelaskan berbagai hal seputar perkopian. Beberapa fakta seputar kopi juga baru saya tahu dan dengar di sini.  Salah satunya apa yang saya percayai saat ini, kopi tidak cocok untuk yang punya asam lambung. 

Saya suka kopi dan aromanya, tapi kemudian menjaga jarak dengan kopi karena lambung saya gak bisa terima. Jadilah hanya penikmat aroma tanpa menikmati rasanya. Saya dan suami kasusnya sama. Bahkan suami menyimpan biji kopi di rumah untuk  menikmati aromanya saja. Apalah kami ini, menyerah dan akhirnya mendeclare "I am not a coffee person".

Ternyata minum kopi asli yang tidak dicampur apapun justru aman untuk lambung. Katanya yang bikin lambung nyeri dan asam lambung naik adalah campurannya. Gula maupun susu. Jadi kalau mau minum kopi dan asam lambung aman, minum yang original dan tanpa campuran apapun. 

Salah satu cara unik untuk menikmati kopi di sana adalah menghidangkan kopi secara murni tanpa campuran apapun, namun disajikan juga potongan gula aren atau sejenisnya. Jadi kita gigit gula aren lalu sruput dulu kopinya dan biarkan menyatu di mulut. Rasakan sensasinya hahaha... Cara minum kopi unik ini juga memang lazim dilakukan di sana. Bahkan saat diterima di Rumah Pendopo Pak Bupati dan di DPRK kami disuguhi kopi di cangkir kecil dengan potongan gula aren sebagai pelengkap.




Kenary Coffee

Alamat Kenary Coffee di Jl. Abdul Wahab, Bukit, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah. Kenapa harus ke Kenary Coffee, sebuah kedai kopi yang juga kita bisa menyaksikan (kalau beruntung) proses pembuatan kopi dingin atau cold brew coffee. Kedai ini tak terlalu besar. Kesan etetik nuansa kayu langsung terasa. Ada makanan seperti camilan dan mie kocok yang jadi signature di kedai kopi ini. Namun jagoannya pastinya varian cold brew coffee mereka.


Peracik kopi yang juga pemilik kedai, Roni Ilyandi, berhasil menciptakan empat varian baru rasa kopi arabika Gayo. Ia menamai varian itu dengan  "Mane Kopi, Losee Kopi, Rembune Kopi" dan "Bengie Kopi." Bagi para pecinta kopi dengan mudah membedakan rasa masing-masing varian, yaitu untuk varian "Mane Kopi" tidak pahit. "Losee Kopi" memiliki rasa wine yang diproses secara fermentasi dengan kulit merah kopi. 

Varian "Rembune Kopi" rasanya lebih manis dan ringan, cocok untuk semua kalangan. Sedangkan "Bengiee Kopi" rasa kopinya lebih kuat dan keras. Roni mengatakan varian "Loosee dan Bengiee Kopi" cocok untuk penikmat kopi sejati. Sehat dan bermanfaat.

Roni juga menciptakan alat sendiri yang dia sebut "alat pemecik kopi" untuk memproses racikan kopinya tersebut. Alat "pemecik kopi" berfungsi meneteskan kopi menggunakan gaya gravitasi dengan kecepatan enam tetes per detik. Menggunakan air bersuhu ruangan, di adopsi dari teknik kimia , maserasi dan perkolasi. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk penetasan sari kopi guna mendapatkan aroma dan rasa kopi yang khas dan selanjutnya hasil tetesan tersebut disimpan dalam kulkas untuk pemeraman rasa dan kestabilan rasa, keawetan rasa




Dibantu oleh guide, rekan kami mendapatkan penjelasan singkat terkait proses "cold brew coffee" dan melihat dan mengambil gambar dari alat pemecik kopi. Sayangnya saat itu tidak sedang ada proses tersebut sehingga hanya bisa mendengarkan penjelasannya. Kami juga mencoba kopi dingin dengan rasa yang tak kalah sensasional karena dicampur dengan jeruk lemon dan paduan rasanya unik dan mewah. Hmm lupa ya, nama kopi ini apa yaa?

Seladang Kopi

Menikmati kopi di ladang kopi, tampaknya ini konsep kedai kopi satu ini. Karena tak cukup waktu dan lokasi justru searah ke arah kami kembali ke Lhokseuame maka disarankan kami mampir ke Seladang kopi saat perjalanan pulang kembali ke Jakarta. Mengingat jadwal pesawat, kami berangkat pagi dari hotel. Sayang di sayang, saat tiba di Seladang Kopi. Kedai masih tutup. 



FYI, kegiatan di Aceh Tengah baru dimulai pukul 10.00  WIB lebih. Bahkan di kantor pemerintahan, pukul 09.00 saat kami ada janji pertemuan, semua masih ada di kedai kopi hahaha. Jadi tampaknya kehidupan dimulai pukul 10.00. Itulah kenapa tingkat kebahagiaan orang Aceh sangat tinggi meski tingkat GDP mereka tidak menunjukkan angka yang seimbang.

Kami hanya sempat parkir, mengambil photo dan melanjutkan perjalanan karena tidak mungkin menunggu sampai mereka buka. Kami harus tepat waktu karena pesawat hanya ada satu kali penerbangan setiap hari. Jadi memang belum jodoh ke Seladang Kopi, tapi mungkin ada jodoh lain waktu kembali ke Kota dingin nan menawan dan menikmati lebih banyak kopi dan destinasi wisata serta kulinernya.

See you again Takengon! Overall... It was a nice place to visit, a cold city but warm people, nice coffee, and healthy yummy food.
 

30 comments

  1. Luar biasa cerita perjalanan ke Takengon Aceh Tengah. Ternyata baru tau berbagai macam kuliner khas dri Aceh Tengah.

    ReplyDelete
  2. Aku paling suka dengan takengon dibandingin kota2 Aceh lainnya mba mungkin Krn dingin yaaa, sementara aku suka banget dingin dan ga kuat panas.

    Masakan khas mereka pun memang beda aku akuin dibanding Aceh lain. Secara aku udh 18 THN di Lhokseumawe, jadi lidah beneran terbiasa dengan masakan Aceh. Dan makanan Gayo ini beda sendiri memang. Tapi bukannya ga enak, malah menarik di lidah

    Sayang banget kemarin ga sempet ke Seladang kopi dan pantan terong kalo aku. Tapi setidaknya bisa DTG ke alternatifnya di galeri kopi dan bur telege. Cuma next nya ke takengon, aku mau lebih lama sih, dan datang ke pantan terong juga Seladang kopi. Serius sih, kopi2 di sana memang enak bangettttt

    ReplyDelete
  3. Yg jadi inceranku kalau ke Gayo tuh kopinya. Pengen berpetualang ke kedai2 kopi di sana. Banyak cerita menarik di balik kopinya ya, Mak.

    ReplyDelete
  4. Aaaakkk kopi takengon nih kondaaangg bgt ya mbaa

    Teman aku yg coffee lovers sering Cerita betapa niqmatnyaaaaa kopi takengon.
    Mauuu kpn2 kulineran k sanaaa

    ReplyDelete
  5. MashaAllah yaa..
    Selain menjajal aneka kulinet khas Aceh Tengah, juga kopinya.
    Jadi inget kalau pernah dapat kopi yang diroasting sendiri sama temen krn blio punya usaha cafe gitu...

    Setelah minum kopi Aceh, badankubterasa bugar dan ga cape juga ga gampang ngantuk. Ini semacam sugesti atau memang khasiat kopi Aceh yang luar biasa yaa...?

    Dengan cara menyeduh dan penyajiannya, kudu banget menjajal beberapa ragam kopi Aceh. Apalagi ini beneran ada di Takengon loo...


    Kulinetnya jelas surga banget yah..
    Ibuku pernah cerita kalau masakan Aceh itu ter-BAIK.

    ReplyDelete
  6. Istimewa sekali perjalanan wisata dan kuliner mbak Ophie ke Takengon Aceh :D Pantas saja betah berada di sana, memanjakan lidah dan perasaan soalnya ya. By the way, gemes lihatnya kalau cangkir buat ngopinya kecil hahaha...berasa pengen nambah lagi dan lagi ya. Oh, digigit dulu potongan gula arennya, kemudian seruput kopinya wooooowww!

    ReplyDelete
  7. Unik ya cara kerjanya alat pemecik kopi ini, dengan kecepatan 6 tetes per detik, mesti sabar nunggu cangkir penuh. Eh itupun mesti didiamkan di kulkas dulu.

    Indah pemandangan di bumi takengon dengan ragam kulinernya juga. Lihat sayur pucuk daun labu siam, bikin ingat masakan mertua.

    ReplyDelete
  8. Whew baru tau haha, selow ya mba hehe. Kalau jam 10 baru mulai. Takengon puncaknya Aceh yaaa. Aku suka kopi dan aromanya tapi aku nggak bisa, sama kayak mba Ophi meski katanya minum aja kupi tanpa gula dkk, tetap aku suka kepikiran setelahnya.. udah lama nggak ngupiii euy..btw itu nama kabupatennya bener meriah ya mba, baru tau jugaaa haha lucu namanya. Viewnya cakeep

    ReplyDelete
  9. Wah puas nih mbak menjelajahi kuliner Takengon. Ternyata di sana adem yaa, apakah krn masih sepi ya hotelnya. Misalnya kita ke sana sendiri apa ada kendaraan yang bisa disewa ya mbak, kira2? Soalnya sayang blm ada kendaraan onine yaa.

    Selama ini aku ternyata keliru suku Gayo aku pikir tdnya di Sulawesi ternyata dari dataran tinggi dekat Aceh ya. Makanya ada makanan di dasrah yang Aceh khususnya di Takengon ini yang kiblatnya ke sana ketimbang ke Aceh.

    Foto masakan ikannya menggoda sekaleeee :D .

    ReplyDelete
  10. aku juga baru tahu nama menu-menu masakan di sana, mbak.
    keknya sebelum pesan bakal banyak bertanya apa ini, apa itu.
    seru yaah udah sampai ke Aceh Tengah. Hawa dingin dan makanan enak, puas kulineran di sana sambil kerja, hehe

    ReplyDelete
  11. Ternyata Takengon semacam puncaknya Aceh gitu ya.. Walaupun agak lama perjalanan, tapi worth it ya. Makanannya banyak banget yang bisa dicoba 😍

    Lengkap banget ini ulasannya tentang Takengon.. Mantap mbak 👍🏻😍

    ReplyDelete
  12. Mbaa senang sekali bisa ke Takengon Aceh dan disambut dengan aneka kuliner enak dan lezat. Kopi mah wajib banget ya mba kalau ke Aceh. Heheh. Sehat selalu mbaa

    ReplyDelete
  13. Masyaallah perjalanan yg luar biasa. Dapat kuliner yg tocer, view yg wow dan suasana yg sejuk cenderung dingin. Pastilah Mak Ophiziadah tak henti-henti kagumnya kan. Pingin banget menikmati perjalan yg wow seperti ini. Semiga deh suatu saat dapat juga kesempatan jalan ke Aceh terutama ke Takengon. Asyik benar nampaknya.

    ReplyDelete
  14. Membaca tulisan Mba Ophi ini, saya serasa ikut merasakan betapa syahdunya Takengon. Belum lagi restonya yang wah dan menyediakan makanan sedap. Bikin betah deh.

    Oh ya, saya jadi inget. Saya punya temen chating di Banca Aceh dia juga cerita bahwa Takengon merupakan tempat yang i dH dan berudara sejuk.

    ReplyDelete
  15. Wah seru banget perjalanan wisata dan kulinernya mbak
    Makanannya enak enak, view-nya juga cantik

    ReplyDelete
  16. Mbak Ophie. Waaah lengkap sekali nih liputan artikelnya tentang Takengon. Dari kuliner sampai tempat wisatanya. Aku punya temen akrab dari Takengon. Baru tau ternyata menyimpan banyak pesona ya kota Takengon. Kalau gak baca artikel ini aku buta sama Takengon.

    ReplyDelete
  17. Meski terbang ke Takengon terbilang gak mudah, tapi sampai di sana sepadan sama pemandangan dan makanannya ya, Mbak. Asyik nih buat menyepi

    ReplyDelete
  18. Aduuhhh indahh banget panoramanya maakk

    Aku mupeng k sini suatu saat.
    Mau cicip pengalaman. Kuliner juga.
    Assoy bgt 😁

    ReplyDelete
  19. Wah aku baru tahu kalo jam ngantor di Takengon itu jam 10 pagi, hihiii... Ternyata butuh waktu banyak untuk menikmati kopi di sana. Aku paling suka misalkan diajak ke tempat coffe shop yang menggiling biji kopi langsung. Aku suka banget aroma biji kopi yang sedang digiling.

    Seru ya perjalanan dinas diselingi wisata di sela waktu. Paling seru kayaknya spot foto yang terlihat Pantan Terong, nunggu awannya membuka agar bisa nampak cantik viewnya

    ReplyDelete
  20. Wah, membaca artikel ini serasa seperti ikut jalan-jalan online. Daftar tempat wisatanya komplit. Bisa dijadikan rujukan suatu saat kalau jalan ke Takengon.

    ReplyDelete
  21. Pengalaman kulineran yang unik ya mbaaa... Belum pernah ke Aceh nih, jadi berasa kayak kebawa suasana dengan baca tulisan Mbak Ophi ini. Unik juga ya yang telur orak-arik dikasih daun jeruk itu, cara memasaknya pun beda, ga pake minyak langsung di atas daun gitu. Trus cara menikmati kopi dengan gula aren itu bisa dicontoh nih. Selama ini belum berani minum kopi pekat tanpa gula. Kalau menggunakan cara di atas, kayaknya pahitnya kopi bisa ditangkal gitu yaaa...

    ReplyDelete
  22. Seruuu, perjalanan dinas sekaligus wisata di Takengon. Jujur aku belum sampai mainnya ke Aceh, padahal aku half Medan dan Aceh tuh dekat dari sana. Haha. Baru tau kalau Aceh Tengah itu dingin, apakah sedingin Bandung, Mbak?
    Semua nama makanannya nampak asing dan baru dengar namanya. Tapi kayaknya makanan Sumatera the best sih di lidah.

    ReplyDelete
  23. Beruntung banget Mbak bisa sampai Takengon kota yang indah sejuk dan kulinernya mantap ya, kebayang deh ongkos pesawatnya kayaknya sama dengan ke luar negeri mahalnya

    ReplyDelete
  24. Masya Allah indah dan seru sekali...rejeki dapat kesempatan singgah ke takengon, ragam.kulinernya bikin ngilerrr.

    Jauhh juga ya perjalanannya.

    ReplyDelete
  25. Wah, saya dapat info tentang takengon dari youtube sekarang dari blog ini. Harapannya bisa ke sana menikmati semua yang ada di sana

    ReplyDelete
  26. Hmm..kulinernya euy bikin ngiler semua. Pengen juga ikh jalan2 n nyoba kulineran begini. Pastinya berkesan banget ya mba momentnya.

    ReplyDelete
  27. Masyaallah Takengon makin cantik aja ya mbak. Jd pengen balik ke sana lagi deh. Yg paling keinget adalah danau lot tawar dan udaranya yg duingin. Daku pas ke sana ngopi trs kerjanya. Dipuas2in minum kopi gayo dong mumpung di lumbungnya kan hahahaha

    ReplyDelete
  28. wishlist bisa menginjakkan kaki di ujung pulau sumatera, Aceh. Nggak diragukan lagi kalau keindahan alamnya keren, pengen banget ke Weh
    Ternyata Takengon juga nggak kalah seru, sebelumnya baca cerita mbak Fanny, asik juga bisa explore Takengon, dominan wilayahnya sejuk gitu

    ReplyDelete
  29. Kota cantik yang perlu dikunjungi nih mba. Aku masih belum sempat mampir ke Aceh nih, trmasuk ke Takengon. Lihat ceritanya banyak pengalaman seru yang didiapat ya mba

    ReplyDelete
  30. Kak opi, aku udah 10 tahun ga ke takengon. Sejak nikah aku blm pernah kesana. Eh kk udah duluan explore takengon

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.