Ihsanul Amal dan Hukum Syara'



Hakikat mendekatkan diri kepada Allah SWT atau Taqqarub kepada Allah adalah dengan menuntaskan kewajiban kita dan menyempurnakannya dengan hal-hal yang sunnah. Kewajiban ini tentunya mencakup segala aspeknya. Tidak hanya dalam aspek ibadah, namun juga aspek hukum syara' lainnya.

Kewajiban kita sebagai hamba Allah, kewajiban kita sebagai isteri, kewajiban sebagai Ibu, kewajiban sebagai karyawan, kewajiban sebagai masyarakat, dan seterusnya. Kemudian kita juga mengiringinya dengan mengerjakan hal-hal yang dianjurkan (sunnah).  Sebuah hadits qudsi menyebutkan tentang hakikat mendekatkan diri kepada Allah sebagai berikut:


وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ ، وَمَا يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أحْبَبْتُهُ ، كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ ، ويَدَهُ الَّتي يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإنْ سَألَنِي أعْطَيْتُهُ ، وَلَئِن اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya.

Bila kita ingin dicintai Allah maka kita harus mengerjakan hal yang wajib dan melengkapinya dengan amalan-amalan sunnah. 

Semua anggota tubuh kita akan dimintai pertanggungjawaban. Karenanya kita harus menyelaraskan semua aktivitas dengan  menggunakan seluruh anggota tubuh kita dengan apa yang Allah kehendaki atau Allah arahkan bagi kita. Kesempatan hidup di dunia tidak bisa kita abaikan atau acuh tak acuh dengan tanpa berusaha melakukan yang terbaik untuk mendapat ridha Allah. Maka hakikat orang yang mendekatkan diri kepada Allah yang mencintai dan dicintai Allah, akan menggunakan dan mengendalikan seluruh anggota tubuhnya hanya untuk melakukan hal-hal yang baik saja.

Manusia diberi keistimewaan bahwa jika Ia meminta maka akan Allah kabulkan.  Jika ia memohon perlindungan pasti Allah akan melindunginya.

Baca: Tawakkal, Rezeki, dan Ajal

Ahsanul Amal (Amal yang Baik) bukan Aktsarul Amal (Amal yang Banyak)

Para ulama mengumpulkan 2 unsur pokok ihsanul amal yaitu:
1. Ikhlash
2. Sesuai hukum syara'

Ikhlash

Ikhlash merupakan syarat diterimanya amal. Amal dilakukan hanya karena Allah SWT.  Imam Al Hafidz Abu Zakaria An Nawawi berkata:
"Ikhlash itu adalah membersihkan akal (dan jiwa) dari perhatian manusia. 

Para ulama menjadikan hadits ini sebagai muqaddimah di setiap karya mereka:

 إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS Al Bayyinah:5)

Pengaruh ikhlash terhadap seseorang menuurt Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz:
Kadar pertolongan Allah kepada hambaNya hanyalah sesuai dengan kadar niat-niat mereka yang mereka canangkan. Siapa saja yang sempurna niatnya, sempurna pertolongan Allah kepadanya. Siapa saja yang kurang niatnya, kurang pula pertolongan Allah kepadanya."

 Benar, Sesuai dengan Syariat dan Contoh dari Rasulullah SAW


 وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا 
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah (QS Al Hasyr:7)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

Amal perbuatan yang dilakukan oleh orang kafir seluruhnya tertolak. Sedangkan amal perbuatan yang dilakukan oleh orang muslim terbagi dalam kategori sebagai berikut:
  • Jika tidak ikhlash dan tidak benar (tidak sesuai syariat dan contoh Rasulullah SWA) maka akan tertolak 
  • Jika tidak ikhlash meskipun benar (sesuai syariat dan contoh Rasulullah SWA) maka akan tertolak 
  • Jika ikhlash namun tidak benar (tidak sesuai syariat dan contoh Rasulullah SWA) maka akan tertolak 
  • Hanya jika tidak ikhlash dan benar (tidak sesuai syariat dan contoh Rasulullah SWA) maka akan diterima sebagai ihsanul amal
Allah SWT berfirman dalam QS An Nisa:65: 
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."

Ini memberikan kesimpulan kepada kita bahwa aturan/syariat yang dimaksud adalah hukum syara' yaitu seruan Allah sebagai pembuat hukum yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia baik berupa ketetapan yang sumbernya pasti (Al quran dan hadits Mutawattir) maupun sumbernya yang masih dugaan kuat/zhanni tsubut (hadits yang bukan mutawattir).

Pembahasan ruang lingkup hukum syara' meliputi benda dan manusia.
  • Hukum syara' terkait pada benda-benda: hukum asal suatu benda adalah mubah sebelum ada dalil yang mengharamkannya.
  • Hukum syara' terkait pada manusia: hukum asal suatu perbuatan terikat pada hukum syara' 
Jenis hukum syara':
  • wajib seperti sholat, puasa, zakat dan lain lain
  • sunnah seperti sholat dhuha, puasa daud, dan lain lain
  • mubah seperti nonton TV, main games, dan lain lain
  • makruh seperti menahan angin saat sholat dan lain lain
  • haram seperti membunuh, durhaka kepada orang tua, dan lain lain

Syariat Islam meliputi 3 dimensi:
  1. hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sang pencipta, seperti sholat, puasa, zakat dan lain lain
  2. hukum yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri seperti tata cara berpakaian, makan, tempat tinggal, dan lain lain
  3. hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya seperti sistem pendidikan, sistem ekonomi atau perdagangan, sistem pergaulan dan lain lain.

Pengaruh keimanan terhadap perilaku muslim:

Seorang muslim selalu menstandarkan perilaku dan pemikirannya kepada Islam. Seseorang belum dikatakan beriman kalau belum terikat dengan hukum-hukum Allah. Artinya, keimanan itu belum memberikan pengaruh pada dirinya. Wa'allahu a'lam bish showab. 

No comments

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.