Adab Muslimah dalam Pergaulan

Pucuk dicinta ulam tiba, tampaknya demikianlah yang terjadi kemarin. Saya sudah lama pingin sekali bisa bergabung di kajian dan pengajian dengan Hubabah Ustadzah Halimah Alaydrus. Sejak saya follow Instagramnya, saya hampir selalu pantengin jadwal kajian offline beliau. Qadarullah kebanyakan kajian justru di hari kerja di beberapa Masjid maupun Majelis Ta’lim di sekitaran Jakarta sih, tapi ya kan gak mungkin cabut dari kerjaan ya? Walhasil ya udah mantengin live IG atau kalau telat ke Youtube.

Sumber: Kajian Muslimah Korpri Setjen DPR


Surprisingly Kajian Muslimah di kantor bisa mengundang beliau beberapa hari lalu di Masjid Kantor. Terima kasih Pengurus Kajian Wanita Korpri. Alhamdulillah bisa menghadirkan beliau. Kebetulan ada agenda Rakor bidang, akhirnya hadir rakor sebentar trus izin deh cuss ke Masjid. Alhamdulillah bisa dateng, siapin catatan dan tissu tentunya hehehe. Dengerin kajian beliau, entahlah biasanya sampai ke hati trus akunya mewek deh. Jadi wajib bawa tissu kan ya.

Baca: Hakikat Petunjuk (hidayah) dan Kesesatan (Dhalalah)

Ringkasan Kajian

Tema kajian kali ini adalah "adab muslimah dalam pergaulan", Hmm agak menebak-nebak bahwa isinya adalah list do dan don't yang harus dilakukan kita sebagai muslimah dalam pergaulan sehari-hari. Again surprisingly Ustadzah hanya memberikan 2 catatan penting untuk pegangan kita sebagai muslimah dalam pergaulan sehari-hari. Sebagai isteri, sebagai ibu, sebagai bagian dari keluarga besar, sebagai rekan kerja, sebagai anggota masayarakat, sebagai makhluk.

Dua hal itu adalah 

TAQWA dan CINTA.

Taqwa, takut, menyadari bahwa di manapun kita, sedang apapun kita, ada Allah di sana melihat kita. Taqwa melahirkan sikap taat dengan melakukan segala perintahNya dan meninggalkan segala laranganNya. Dasar dalam bersikap, bertutur, dan bertindak kita adalah taqwa.  Taqwa membuat kita selalu merasa dalam pandangan Allah.

Cinta, ah kita tentu punya definisi masing-masing tentang cinta. Namun cinta yang mendasari kita menjadi manusia beradab, beretika, dan berakhlak mulia dalam pergaulan sehari-hari pada pangkalnya adalah cinta ke Allah. Cinta merupakan perwujudan sikap menuhankan Allah dan memanusiakan manusia. Nyatanya kesalahan manusia yang banyak terjadi adalah disebabkan keliru atau salah dalam memaknai konsep menuhankan Allah dan memanusiakan manusia, sehingga yang terjadi justru menuhankan hal-hal yang tidak semestinya dituhankan. Jabatan, kekuasaan, kekayaan, polularitas, apapun.

Cinta terhadap kekuasaan akan membutakan seseorang. Dalam sejarah kita nyata adanya jabatan membutakan hati Gubernur Madinah kala itu sehingga menjadi orang yang rela melakukan apapun untuk jabatan dan kekuasan, bahkan dengan menyuruh orang untuk memasukkan racun dalam minuman cucu Baginda Rasulullah Shalla Allahu alaihi wa Sallam, Husein. Naudzu billah min dzalik.

Dalam pergaulan sehari hari, dengan berdasar Taqwa, kita perlakukan hamba-hamba Allah dengan cinta. Dalam hal apapun, Taqwa dan Cinta bisa menjadi kriteria yang kita gunakan untuk menjadi pegangan. Dalam memilih pemimpin? Pilihlah atas dasar taqwa dan cinta, pilih pemimpin yang taqwa- takut kepada Allah dan cinta kepada rakyatnya. Bahkan dalam memilih jodoh atau pasangan untuk kita atau anak-anak kita.

Baca juga: Tips Menjadi Jodoh Impian

Pernah datang seorang lelaki kepada Nabi Shalla Allahu alaihi wa Sallam, lalu bertanya "ala man azwaja bintii?" "kepada siapakah anak perempuanku aku nikahkan? Jawaban Nabi adalah pada yang memiliki Taqwa. Mengapa? "in ahabbahaa akramahaa, wa in lam yubibbaha lam yuhinahaa". "Jika Ia mencintainya, ia akan memuliakannya, namun jika tidak mencitainya, ia tidak akan menghinakannya."

Taqwa akan melahirkan cinta yang memuliakan.

Demikian pula dalam memilih teman. Pilihlah atas dasar taqwa dan cinta. 

Kita harus baik kepada semua orang. Baik kepada semua makhluk bahkan. Tidak pandang bulu. Kebaikan kita adalah bentuk perwujudan ajaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kepada siapapun tanpa memandang suku bangsa, bahasa, agama, apapun. Berbuat dan bersikap baiklah kepada semua makhluk Allah bahkan kepada tumbuhan, hewan, lingkungan hidup.

Namun kita harus memilih teman dan lingkungan pergaulan (baik di dunia nyata maupun dunia maya) hanya yang taqwa dan cinta. Kecuali yang sudah given seperti keluarga, suami, anak.  Kita tidak bisa memilih siapa orang tua kita, siapa kakak atau adik kita, siapa anak kita. Pun qadarullah, Allah telah jodohkan kita dengan pasangan kita. Maka kitalah yang harus menjadi pembawa arus taqwa dan cinta bagi mereka.



Adab kita sebagai muslimah dalam pergaulan (di lingkungan manapun) adalah menularkan taqwa dan cinta. Menularkannya bukan dengan menyampaikan banyak kata-kata namun menunjukkannya dengan sikap taqwa dan cinta yang nyata. Karena lidah perbuatan lebih tajam dari lidah perkataan. "lissanul haal aqwamu min lisaanil maqaal".

Demikian pula dalam pergaulan di rumah tangga.  Tugas kita adalah menjadi arus yang kuat untuk suami dan anak-anak, untuk menarik dan menularkan taqwa dan cinta, karenanya kita harus terus memperbaiki diri menjadi pribadi yang taqwa dan penuh cinta. Jadilah arus "taqwa yang kuat" untuk bisa meng-influence lingkungan sekitar.

baca juga: Hakikat Qada dan Qadar

Dunia bergerak pada putaran yang sama. Ibarat membuat kue dengan mixer, akibat kuatnya putaran mixer semua yang masuk ke dalam mangkuk lama kelamaan akan menyatu meskipun tidak selalu cepat, butuh waktu, dan kesabaran.

Dalam kehidupan berumahtangga, jika qadarullah suami bukan paket lengkap dengan kombinasi taqwa dan cinta, maka sebagai pemegang kunci syurga kita, tugas kita adalah taat kepadanya meskipun mungkin ia masih sedang berproses belajar menjadi taqwa dan cinta. Kita harus bisa menjaga sikap mana yang sekiranya akan mendatangkan murka dan menghilangkan keridhoannya kepada kita, maka kita hindari. Bahkan jika itu dimaksudkan untuk mengajak kepada kebaikan. 

Sampaikan dengan baik, ingatkan dengan baik, sudah cukup. Bagaimana respon dan reaksinya bukanlah tanggung jawab kita. Kita tidak akan dihisab atas apa yang dilakukan suami, atas dosa-dosa suami. Sebaliknya suami akan dihisab atas apa yang kita perbuat karena tidak mendidik kita. 

Terhadap anak, kita bercita-cita menjadikan mereka anak shalih, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah shalihkan diri kita. Mulai dari diri sendiri. Contohkan dan ajak dengan penuh kasih sayang. Sampaikan dari hati ke hati, tidak lupa meminta pertolongan dan bantuan pada Allah. Ingat pula bahwa anak bukanlah investasi, anak adalah penerus keberlanjutan ibadah dan amal kebaikan- Mu kepada Allah. Cintailah mereka karena hal itu. 

To sum up:

Cintailah Allah dan semua yang Allah cintai.

Tempat-tempat yang Allah cintai

Pekerjaan/perbuatan yang Allah cintai

Sosok yang Allah cintai

Sesuatu yang kita serahkan karena Allah, akan Allah ganti di dunia sebelum di akhirat.

والله أعلمُ بالـصـواب

MasyaAllah Tabarakallah, hanya ini ringkasan yang tercatat di buku dan di kepala, namun kajian satu setengah jam dengan ustadzah, meneteskan air mata dan menggetarkan hati. Semoga Allah mampukan kita mengikuti kajian, tidak harus datang fisik jika memang ada halangan, kita bisa mendatanginya hanya di ujung jari lewat media sosial para ustadz dan ustadzah.


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


3 comments

  1. Wah benar nih, Kak. Dalam berteman tentunya juga ada adabnya agar pertemanan terjalin sempurna

    ReplyDelete
  2. Padahal dalam Islam udah diatur ttg berteman dengan siapa saja tanpa memandang suku agama dll. Tapi baru2 ini aku malah ketemu orang yg selaluuu aja memandang sinis ke orang beretnis tertentu, sedihnya masih berhubungan darah pula :(.

    Menarik mba kajiannya 👍. Walopun aku hanya baca summary, tapi dari sini pun udah jadi reminder untuk menjaga perilaku ku kedepan dalam hal berteman.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.