Untuk yang belum familiar saya coba kutipkan pengertian Naskah Akademik dalam konteks ini ya.
Saya mengutip quote Reda Gaudiamo:
Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.*Pasal 1 angka 11 UU No.12 Tahun 2011 Jo UU No.13 Tahun 2022
Alhamdulillah jujur senang sekali bisa terlibat dalam kegiatan ini. Sebuah workshop yang berjudul "Merangkai Narasi Legislasi yang Inspiratif dan Informatif dengan Bahasa yang Konstruktif". Wow! saat membaca TOR yang disampaikan Nico, salah satu analis legislaatif yang menjadi panitia, saya memang langsung *ting*, terpikir bisa duduk di sana juga menjadi peserta dan ikut belajar.
Baca juga: Seminar Partisipasi Publik yang Bermakna
"Hmm ini saya boleh ikutan sesi belajarnya juga gak nih? temanya "saya banget nih" Nic!" Yes, passion saya di bidang kepenulisan yang sudah lama tidak terasah dan mendapat insight baru membuat saya langsung "on". Seru deh nih topiknya. "Boleh Mba", canda Nico.
Nico menghubungi saya untuk kesediaan menjadi salah satu narasumber pada salah satu sesi pada kegiatan workshop tersebut. Melihat topik dan nama-nama pembicaranya, malah membuat saya berpikir untuk ikutan juga jadi peserta workshop. Untuk pembicara/narasumber dari eksternal ada Mas Fathan Qorib, Pemimpin Redaksi Hukum Online dan Mba Susana Rita Kumalasanti, Jurnalis Koran Kompas. Mau banget gak sih dapat limpahan ilmu dan insight juga dari mereka? Jiwa kepenulisan saya meronta hahaha. Sayangnya usai memberikan materi di sesi pertama saya harus kembali ke kantor.
Pada sesi pembukaan, pemberian sambutan oleh Kepala Badan Keahlian, Prof Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H, yang sekaligus membuka secara resmi kegiatan workshop. Lalu Kepala Pusaka, Bpk Chairil Patria, S.IP., M.Si. memberikan laporan dan sambutan sebagai pihak penyelenggara. Hadir juga pembicara internal dari Pusaka Mas Drs Ahmad Budiman, M.Pd. Analis Legislatif Utama yang baru sehari sebelumnya dilantik. Yay! selamat yaa..Uncle. Mas Fathan dari Hukum Online juga hadir pada sesi pembukaan.
Baca juga: Satyalancana Karya Satya X Tahun
Meskipun NA dan RUU merupakan tugas keseharian di unit kerja saya, Pusat Perancangan Undang-Undang namun mengulik bagaimana peran narasi konstruktif dalam NA dan RUU, merupakan hal yang jarang kita dalami dan diskusikan. Tentu ini justru menjadi pemantik bagi saya untuk membedahnya dalam perspektif yang "tidak biasa". Sebuah tantangan yang membuat saya excited sekaligus terdorong untuk kembali belajar sebelum memaparkannya dalam sesi sharing di workshop tersebut.
Selain menjelaskan tentang apa dan bagaimana sistematika dan muatan dalam suatu Naskah Akademik, bagaimana struktur/sistematika, materi muatan, dan teknik penyusunan suatu RUU, serta bagaimana bahasa perundang-undangan digunakan dalam RUU, tentu yang menjadi sangat menarik bagi saya sekalipun adalah bagaimana peran narasi yang konstruktif dalam menyusun NA dan RUU. Sub topik terakhir ini pula yang membuat saya banyak merenung saat menyusun bahan paparannya.
Bagaimana merangkai kalimat demi kalimat sehingga NA dan RUU tidak hanya menjadi sebuah narasi kebijakan yang bersifat top down namun dapat menyentuh logika dan emosi pembentuk kebijakan dan pengambil keputusan agar dapat mencapai tujuan pembentukkannya sebagaimana mestinya.
Saya mengutip quote Reda Gaudiamo:
Tulisan yang baik membuat orang berpikir. Tulisan yang menggerakkan, membuat orang berubah.
Quote ini terasa sangat relevan. Naskah Akademik diharapkan tidak hanya sebuah argumentasi ilmiah yang menggugah pikir namun narasinya diharapkan bisa mengarahkan logika dan emosi pengambil kebijakan untuk mengambil suatu keputusan sesuai urgensi dan arah solusi yang ditawarkan. Naskah akademik yang menggerakkan pada akhirnya mewujudkan perubahan. Tentu perubahan ke arah yang lebih baik dan solutif.
Narasi konstruktif dalam konteks Naskah Akademik RUU bukan sekadar “cerita” atau deskripsi, melainkan bangunan argumentatif yang menyatukan data, teori, dan nilai menjadi alur logis yang meyakinkan dan membangun solusi kebijakan. Inti dari sebuah Naskah Akademik bukan hanya pada argumentasi ilmiahnya, tetapi juga kemampuan naratifnya dalam mengarahkan logika dan emosi pengambil kebijakan agar melihat urgensi dan arah solusi sebagaimana yang diinginkan penyusunnya.
Baca juga: Studi Kelayakan RUU Konservasi Tanah dan Air
Saya mencoba berbagi beberapa prinsip yang bisa diterapkan dalam menyusun narasi yang menggerakkan pengambil keputusan antara lain:
- Gunakan Evidence-Based Storytelling: Gabungkan data empiris (angka, grafik) dengan kisah manusiawi (anecdotal evidence).
- Tautkan dengan agenda Nasional atau alobal: Sambungkan narasi dengan RPJPN, RPJMN, SDGs, atau konvensi internasional yang relevan. Ini membuat narasi terasa strategis dan visioner.
- Bangun moral framing: Jangan hanya bicara “masalah hukum”, tapi “masalah keadilan dan kemanusiaan”. Gunakan kata-kata yang menggugah rasa tanggung jawab: melindungi, memastikan, menguatkan, menjamin, memulihkan.
- Gunakan bahasa kebijakan yang tegas tapi tidak dogmatis: Alih-alih kalimat akademik kaku seperti “Diperlukan reformulasi norma ketenagakerjaan...” akan lebih baik menggunakan kalimat: “Hukum harus menyesuaikan dengan realitas kerja masa kini — fleksibel, tapi tetap adil.”
- Gunakan Struktur “Masalah → Dampak → Solusi → Manfaat”: Pola ini dinilai efektif karena mengikuti alur psikologis keputusan publik: orang lebih cepat bergerak jika tahu dampaknya, lalu melihat solusi yang konkret.
Selanjutnya untuk RUU, saya melihat bahwa kemampuan legislative drafting dengan narasi konstruktif menjadi hal yang cukup challengging. Mengingat menyusun atau merangkai bahasa perundang-undangan harus tetap berpegang pada kebakuan ragam bahasa perundang-undangan, namun menjadi penting untuk dapat menyusunnya dengan narasi yang tidak hanya informatif, dan menggerakkan (inspiratif) namun juga konstruktiff. Tentu keahlian ini menjadi skill yang harus terus diasah dengan sentuhan rasa. Terlebih jika kita merujuk pada quote de Robert C. Dick:
Drafting is really an art not a science.
Workshop ini memang mengupas seni merangkai kata dalam penyusunan kebijakan (legislasi) sehingga tidak hanya komunikatif dan informatif, namun juga menggerakkan, konstruktif, dan inspiratif. Untuk RUU, kita bisa menerapkan narasi konstruktif terutama pada bagian "konsiderans menimbang", asas dan tujuan, serta penjelasan umum dan penjelasan pasal per pasal.
Baik pada saat mengulas di Naskah Akademik maupun di bagian RUU, saya mencoba menyampaikan semacam mini simulasi dan kemudian secara aktif melibatkan adik-adik peserta workshop untuk memberi respon dan feedback. Hmm bicara Naskah Akademik dan RUU memang harus lebih cair dan mengalir agar tak terasa kaku dan lebih mudah dipahami bersama. Semoga bermanfaat dan bisa refreshing juga yaa. Terima kasih Pusaka untuk kesempatannya.
It's my pleasure and honor to share with you all guys!






No comments
Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.