Jelajah Banten Lama

Sebetulnya bukan kali pertama saya berada di kawasan Banten Lama, Serang. Saya pernah ke sini bersama Trio Krucils dan ayahnya menghabiskan weekend. Tapi memang saat itu belum semua spot Banten Lama kami datangi. Selain soal waktu memang saat itu awalnya hanya ingin menikmati kuliner Banten, lebih tepatnya Serang dan sekedar jalan-jalan menghabiskan weekend dengan anak-anak.


Saat ada tawaran untuk mengikuti "Jelajah Cagar Budaya Banten Lama" pada akhir Agustus lalu dari Balai Pelestarian Cagar Budaya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten lewat Blogger Tangsel Plus saya langsung tertarik karena ada jadwal ke Keraton Kaibon dan Benteng Speelwijk yang saat itu kami belum sempat datangi. Acara ini merupakan salah satu rangkaian acara dalam Pekan Cagar Budaya 2016 dan tema kegiatan Jelajah Cagar Budaya adalah Jelajah Sistem Pertahanan Masa Kesultanan Banten. 


Pesertanya ternyata mayoritas mahasiswa dan pelajar dan titik kumpul di Keraton Kaibon pukul 7.00 WIB. Haishhh pagi bener! Makanya saya, suami, dan anak-anak staycation di salah satu resort di daerah pantai Anyer sehari sebelumnya. Pagi-pagi buta kami baru menuju lokasi. Hmm pagi sih tapi ternyata terik luar biasa. Maklum, kawasan Banten Lama ini posisinya dekat dengan Pantai Utara Banten.

Banten Lama merupakan peninggalan Kerajaan Islam terbesar di Jawa yang menunjukkan sisa-sisa kejayaan Kesultanan Banten pada masanya. Saya agak terkaget-kaget saat beberapa minggu setelah acara jelajah cagar budaya Banten Lama ini membaca tulisan di harian Kompas bahwa aristektur kawasan banten Lama ini serupa pola arsitektur kota-kota modern pesisir pantai di Belanda sana. Waw!!! ternyata! Pantas saja jika Banten Lama ini dulu dijuluki Little Amsterdam. 



Posisinya yang sama-sama di dekat pantai yang notabene merupakan pelabuhan terbesar di masanya. membuat kawasan Banten Lama menjadi pusat berbagai kegiatan penting, mulai dari pemerintahan, ekonomi, keagamaan, hinga kemasyarakatan. Aristektur kawasan Banten Lama ini kabarnya menunjukkan peradaban yang cukup tinggi pada masanya. Sayangnya kawasan Banten Lama ini belum dapat direvitalisasi secara maksimal mengingat di antara masing-masing lokasi sudah bercampur baur dengan perumahan penduduk, pasar, dan berbagai fasilitas umum lainnya. 

Komplek Wisata Banten Lama terdiri dari beberapa situs bersejarah dari Kesultanan Banten yang terletak di desa Banten kecamatan Kasemen. Cagar budaya yang merupakan peninggalan sejarah dan tujuan wisata sejarah yang bisa dikunjungi diantaranyan Keraton Kaibon, Keraton Surosowan, Masjid Agung Banten, Benteng Speelwijk, Museum Kepurbakalaan Banten, dan Vihara Avalokitesvara.

Keraton Kaibon


Keraton Kaibon terletak di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Dibangun pada tahun 1815, keraton ini menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan yang merupakan pusat pemerintahan. Keraton Kaibon dibangun sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah Ibunda Sultan Syafiudin, Sultan Banten ke 21 yang saat itu usianya masih 5 tahun. Nama Kaibon diambil dari kata keibuan yang memiliki arti bersifat seperti ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.



Keraton seluas  4 hektar ini, dibangun menggunakan batu bata yang terbuat dari pasir dan kapur. Walaupun telah hancur, beberapa reruntuhan di keraton ini masih terlihat pondasi dan pilar-pilar yang utuh. Salah satu yang terlihat jelas adalah bangunan yang menyerupai masjid. Bangunan masjid ini berada di sisi kanan gerbang. Selain pilar yang masih utuh, di dalam bangunan tersebut juga terdapat mimbar yang berfungsi sebagai tempat berdirinya khotib. Ini spot favorit yang digunakan para pengunjung berphoto rupanya. 


Keraton Kaibon dibangun menghadap barat dengan kanal dibagian depannya. Kanal ini berfungsi sebagai media transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya berada di bagian utara. Bagian depan keraton dibatasi dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini mengikuti jumlah shalat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim. 

Gerbang yang bergaya Jawa dan Bali ini memiliki ketinggian 2 meter dengan bentuk Candi Bentar sebagai motifnya. Gerbang ini disebut juga dengan sebutan gerbang bersayap. Pada satu gerbang terdapat pintu paduraksa yang menghubungkan bagian depan dengan ruang utama keraton yakni kamar tidur Ratu Asiyah.

Keraton Kaibon

Keraton Surosowan dan Masjid Agung Banten

Posisi Keraton ini tidak jauh Alun-alun Kota Banten Lama dan Masjid Agung Banten. Di depan masjid terdapat menara yang menjadi ikon di Pemerintah Provinsi Banten. Hmm saya tidak akan ulas lebih lanjut karena untuk kedua cagar budaya ini saya sudah pernah menuliskannya.

Masjid Agung Banten 

Penasaran? Baca: Satu Hari di Banten Lama

Situs Keraton Surowowan

Berdekatan dengan situs Keraton Surosowan, Alun-alun dan Masjid Agung Banten, terdapat Museum Kepurbakalaan Banten. Semua cerita tentang kawasan dan Banten Lama dan beberapa bukti dari sisa benda-benda cagar budaya serta photo-photonya bisa kita telusuri dan saksikan di museum ini. Museum ini juga menyimpan benda-benda peninggalan bersejarah termasuk artefak meriam Ki Amuk yang terkenal yang terlatk di halaman depan.

Selesai Ishoma, jelajah cagar budaya dilanjutkan menuju Jembatan Rante. Jembatan ini didirikan di atas kanal kota Banten Lama sebagai jembatan penghubung antara jalan menuju pusat kota dengan jalan luar kota, yang dapat dinaik-turunkan menggunakan rantai. 


Kanal-kanal yang berada di sekeliling kota terintegrasi dengan parit-parit yang mengelilingi benteng-benteng yang ada di Kawasan Banten Lama. Bayangkan saja Amsterdam dan kota pesisir di Belanda sana. Hmm pasti dulunya keren banget yaa, Banten Lama ini. Sayang sekali kondisinya tidak bisa dipulihkan secara komprehensif. 

Perjalanan dilanjutkan menuju Masjid Pecinan Tinggi, yang saat ini hanya tersisa menaranya saja. Di sekitar masjid terdapat makam-makam etnis Tionghoa. Masjid ini adalah bukti bahwa sudah ada warga Tionghoa yang memeluk agama Islam pada masa Kesultanan Banten. 

Vihara Avalokitesvara 

Meskipun bentuknya sama sekali sudah berubah dari bentuk bangunan aslinya, Vihara ini menunjukkan masyarakat Tionghoa memiliki peranan penting dalam sejarah  Banten Lama. Ada dua versi kisah dari Vihara tertua di Provinsi Banten ini.


Konon vihara ini sudah dibangun sejak abad 16 oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah salah satu dari 9 Wali (Wali Songo)  memiliki istri yang masih keturunan kaisar Tiongkok bernama Putri Ong Tien untuk para pengikutnya. Sunan Gunung Jati membangun vihara pada tahun 1542 di wilayah Banten, tepatnya di Desa Dermayon dekat dengan Masjid Agung Banten. Namun, pada tahun 1774 vihara dipindahkan ke Kawasan ini hingga sekarang.


Versi lain menyebutkan, vihara ini dibangun pada tahun 1652. Yaitu pada masa emas kerajaan Banten saat dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Gerbang dengan atap berhiaskan dua naga memperebutkan mustika sang penerang (matahari) menyambut pengunjung di pintu masuk sebelum pengunjung masuk lebih ke dalam vihara yang memiliki nama lain kelentang Tri Darma yang melayani tiga kepercayaan umat yaitu Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddha. Vihara Avalokitesvara memiliki luas mencapai 10 hektar dengan altar Dewi Kwan Im sebagai Altar utamanya. 


Benteng Speelwijk. 

Menurut literatur dari beberapa sumber, Benteng yang terletak  kampung Pamarican sekitar 600 meter ke arah Barat Laut Keraton Surosowan, Situs Banten Lama ini didirikan pada tahun 1682, mengalami perluasan pada tahun 1685 dan 1731. Pada masa kepemimpinan Sultan Abu Nasr Abdul Qohhar. Benteng ini dirancang oleh Hendrick Lucaszoon Cardeel, adapun namanya diambil dari nama gubernur VOC, Cornelis Jansz Speelman.


Benteng tempat mengontrol segala kegiatan yang berkaitan dengan Kesultanan Banten dan juga sebagai tempat berlindung/bermukim bagi orang Belanda. Dalam sejarahnya Banten Lama merupakan kota pelabuhan besar dan diperebutkan oleh Belanda dan masyarakat Banten. Pelabuhan tempat keluar dan masuknya rempah dan kekayaan alam nusantara lainnya ke wilayah pulau Jawa. 


Benteng Speelwijk dibangun untuk mengantisipasi serangan rakyat Banten khususnya pengikut Sultan Agung Tirtayasa. Konon bukan pribumi yang membangun benteng ini namun tenaga kerja dari Tionghoa dipekerjakan dengan upah yang sangat rendah.


Hmm what Long journey, saran saya bawa topi atau pelindung kepala, pakai sunscreen, kenakan kaca mata hitam, dan jangan lupa air putih yang cukup. Oh iya membawa bekal sendiri lebih recommended karena meski ada jajanan yang bisa kita beli rasa, kualitas, dan kebersihannya meragukan. Pengecualian untuk membeli kelapa muda dan otak-otak di depan Vihara dan bagian belakang Benteng, lumayan mengurangi kekecewaan sih.

See you....

27 comments

  1. Wihhh..mantaf banget mba opie..keren tempatnyaa nihh..wahh sebagai bahan rekomen nih..nantii dehh holiday ke bantenn...muantaff....

    ReplyDelete
  2. Membaca catatan perjalanan Mak Ophi, bagaikan saya turut serta ikut dalam Jelajah Banten. Lumayan pagi juga ya untuk memulai aktivitas jalan-jalannya. Tapi, iya memang, waktu pernah menginap di Anyer, jam 6 saja sudah terang benderang.

    ReplyDelete
  3. Dulu pernah punya keinginan yang kuat, bila tidak diterima kuliah di Jogja, saya ingin ke Banten. Ternyata saya keterima ketika tes di IAIN Jogja. Jadilah sampai sekarang tinggal di Jogja. Dan, Banten... semoga kota yang luar biasa.

    ReplyDelete
  4. Oalaaah.. ternyata Banten juga punya tujuan wisata yg menarik ya Mba, hihihi kemana aja aku iniiih. Padahal deket, cocok deh nih buat jalan2 keluarga plus ngga perlu jauh2 juga :D

    ReplyDelete
  5. Banten ternyata punya wisata yg lengkap ya Mba Ophi. Pantai ada, wisata religi jg bisa, banyak peninggalan sejarah pula ya..Seru bgt kayaknya jelajah Banten Lama :)

    ReplyDelete
  6. seruu yaa jalan jalan ama keluarga.. banten lmayan jga tempat wisatanya

    ReplyDelete
  7. Aku belum pernah eksplor Banten. Ke Banten cuma kalau mau ke Soetta aja.

    ReplyDelete
  8. Eksplor Banten!! Wuah mba makasih insight nya, nggak nyangka ternyata Banten tempat wisatanya lengkap :)

    ReplyDelete
  9. Banten itu destinasi jalan2 yang sampai sekarang belum kesampaian. Dua tahun yang lalu udah nyampe Bogor, tapi gak sempat ke Banten karena kakiku belum sembuh dari terkilir. Jadi dolannya terbatas sih mba, hehehee

    ReplyDelete
  10. Noted! Bisa jadi opsi keluar kota selain bandung atau bogor nih... :) Thankyou mbak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama2 mba...
      bisa banget mba meski ga se favorit bandung n bogor

      Delete
  11. pengen ke sana....lumayan deket ya dari tangsel?

    ReplyDelete
  12. besok kalo ke jakarta mampir banten aaah, kok potensi wisatanya OK banget hehehe

    ReplyDelete
  13. Aku daftar jadi anaknya Mak Ophi ah biar bisa diajak jalan-jalan terusss huahahaha...

    ReplyDelete
  14. Ini acaranya terbuka buat umum gak waktu itu, pi? Duh pengen euy. Saya udah catet2 situsnya nih, saya pergi sendiri aja huehehehe.

    ReplyDelete
  15. Wah, serunya explore banten. Ternyata di sana masih banyak peninggalan bangunan bersejarah ya mba dan semoga bisa jadi aset pariwisata juga nih

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.