Di Balik Dilema Dinas Ke Luar Kota



Selama ini biasanya saya enggan berbagi cerita seputar urusan kerja. Well, ngapain juga saya ceritain ya, nanti pada pusing yang baca, males ah! Ada sih beberapa kali curhat tentang dunia kerja di blog ini tapi ya gitu. Bisa dihitung jari banyaknya. Tetapi kemudian entah mengapa, saya kok jadi pingin nulis aja nih seputar apa yang saya alami dan rasakan sebagai working mom. Sekalian curhat sih maksudnya, tapi siapa tahu jadi ada working mom lain yang ternyata butuh teman buat saling curhat #eh. Intinya being a working mom, has always special story to share karena menjadi Ibu bukan lagi soal kita berada di rumah atau di luar rumah. Di manapun kita, Ibu adalah Ibu. Yang pasti sih Ibu di hati anak-anak kita, Yess!


Kali ini mau curhat aja soal Dinas Luar Kota. Hal yang pasti tidak bisa dihindari oleh para working mom yang unit kerjanya menuntut "tour of duty" sebagai bagian dari kegiatan tugas pokok fungsinya. Alhamdulillah unit kerja saya dipastikan ada kegiatan ini meskipun intensitasnya berbeda-beda antar bidang dan setiap tahunnya. Jadi bukan hal yang bisa dipastikan bahwa setiap tahun saya atau unit saya akan keluar kota 6 kali misalnya. Sayang tidak bisa dipastikan seperti itu, karena sangat tergantung pada loading pekerjaan kami dalam hal ini tergantung dari permintaan alat kelengkapan dewan yang menugaskan penyusunan naskah akademik dan draft RUU.

Awal-awal periode, biasanya akan banyak permintaan karena target yang ingin dicapai masih ideal dan amunisi serta semangat kerja para yang terhormat ini masih joss. Sangat berbeda saat memasuki periode tiga, dua, hingga satu tahun terakhir. Biasanya bidang legislasi cenderung tidak menggairahkan karena para yang terhormat fokus pada pemilu berikutnya. Tentu soal saya terpilih kembali atau tidak di tahun depan menjadi prioritas utama. Pada posisi ini maka biasanya loading pekerjaan kami lebih "rasional" kecuali untuk bidang politik dan hukum justru biasanya digeber pembahasan RUU seputar pemilihan umum dan sejenisnya.

Sudah beberapa bulan terakhir saya tidak tugas dinas keluar kota. Saya happy aja dan menikmati masa ini. Anak-anak juga. Sampai akhirnya minggu lalu untuk pertama kalinya setelah sekian lama saya pamit lagi sama Trio Krucils.

"Ibu gak usah pergi"
"Ibu jangan pergi"
"Bilang aja sama Boss ibu, kalau Ibu gak boleh pergi sama kita."

Hmm kadang tidak sesederhana itu juga sih nak. Ibupun dengan beberapa alasan sering merasa malas jika harus dinas keluar kota. Lebih banyak beratnya daripada ringannya #eh. Bukan sekedar alasan harus meninggalkan kalian untuk sementara waktu. Ada hal-hal yang tidak bisa Ibu bagikan juga kepada kalian alasannya. Kalau boleh memilih maka Ibu memilih tidak mau sering-sering dinas keluar kota. Ada beberapa hal prinsip yang membuat saya kemudian lebih memilih tidak ikut dinas keluar kota (jika dimungkinkan).

Baca Juga: Mengajari si Kecil Berbagi Tugas dan Peran

Sebetulnya dibandingkan unit-unit dan bidang lain, saya termasuk yang tidak terlalu sering juga sih keluar kota. Ada lho yang sampai ke bandara cuma ganti koper terus pergi lagi. Widiiiih serem ah untuk Ibu dengan anak-anak kecil seperti saya. Jadi saya berusaha menikmati saja ritme pekerjaan ini. Toh masih dalam batas kewejaran, bahwa ada hal-hal yang saya sering merasa tidak sreg maka itu jadi bagian dari konsekeunsi yang harus saya hadapi.

Duuh kayaknya dilema banget ya kalau harus pergi dinas keluar kota untuk beberapa hari. Serasa jadi Ibu yang paling jahaddd sedunia. Ahh lebay deh!!! Gak segitunya kok. Ternyata ada juga lho sisi positif dan manfaatnya jika seorang working mom harus bertugas keluar kota dan meninggalkan anak-anak untuk beberapa hari. Tentu saja yang saya maksudkan adalah manfaat bagi si Ibu dan anak-anak, the bright side of every story is there, Moms! Dengan catatan perginya gak sering-sering dan jangka waktunya gak terlalu lama. Ini sih based on apa yang saya alami yaa.

1. Ibu Memiliki Waktu untuk Me Time dan Menjadi Diri Sendiri

Kedengarannya selfish? Ah enggak juga sih. It's human kok. Ibu juga manusia yang membutuhkan waktu untuk menjadi dirinya sendiri. Ketika dia harus menjalankan tugas di suatu tempat dengan lebih fokus tanpa dikejar-kejar waktu pulang ke rumah karena ditunggu para krucils. Saat packing dan siap berangkat keluar kota, Ibu sudah membulatkan tekad bahwa krucils akan berada dalam penanganan orang yang tepat dalam pengawasan jarak jauh Ibu. Jadi Ibu bisa lebih fokus mendedikasikan waktu menjalankan tugas.

Selain itu, ada saat-saat setelah kegiatan atau tugas wajib selesai, Ibu benar-benar bisa memiliki me time. Iyaa, selain misalnya seusai kegiatan bisa wisata kulineran atau sekedar shopping, dan cuci mata, Ibu bisa memanfaatkan waktu untuk ke salon. Hair spa, creambath, meni pedi, atau bahkan luluran dan spa. Enjoy your time Moms... 

Gak jahat lhoo, kan memanfaatkan waktu tuh. Sambil hair spa tetap bisa video call sama para krucils di rumah kok. paling diprotes kakak Al dan Ka Zaha. "Aaah curang Ibu ke salon gak ajak-ajak hehehe?"

Spare time juga bisa dimanfaatkan dengan menghabiskan novel kesayangan misalnya, atau menyelesaikan postingan  blog.

2. Anak-anak Belajar Mandiri dan Menghargai Makna Kehadiran Ibu.

Efek yang satu ini sangat terasa buat saya. Memang anak-anak saya termasuk yang sangat demanding pada Ibunya ini. Mereka adalah fans berat yang sangat mencintai, mengagumi, dan sekaligus menuntut Ibunya hahayyy. Kalau ada Ibu, yang lain gak laku. Semua harus sama Ibu. Sholat berebut sebelah Ibu, Bobo berebut di samping Ibu, duduk nonton TV semua minta di pangkuan Ibu, Belajars emua harus ditemani Ibu. Ibu is everything...

Saya senang dan bahagi dalam rasa lelah dan capek saya. Hmmm, kadang sulit sekali menjelaskan pada mereka bahwa Ibunya yang cuma satu ini memang tidak bisa dibagi tiga. Apalah susah menjelaskannya. Tapi kadang saya mencoba menyadarkan diri sendiri, It just a matter of time. Nikmatilah saat mereka masih berebutan meminta perhatianmu, ingin dalam pelukanmu, dan selalu bersamamu. Ada masanya mereka akan pergi dan menikmati dunia mereka sendiri.

Ditinggalkan Ibunya dinas keluar kota membuat anak-anak mau tak mau menjadi lebih mandiri. Tapi ini bukan sesuatu yang instan. Kita harus membentuk dan menciptakan kondisi yang mensupport mereka siap untuk mandiri. Sehari-hari, membiasakan mereka mandri sendiri, menyiapkan baju sekolah dan perlengkapan sekolah sendiri, mengerjakan PR sendiri (dengan pendampingan), mengetahui waktu istirahat dan bermain sesuai kebutuhannya sendiri, dan sejenisnya.

Saat kita pergi, kita tetap harus mengontrol dari jauh. Bisa dipastikana da orang lain yang membantu memantau di sekitar mereka. Ayahnya anak, Neneknya mungkin, atau ada pengasuh. Siapapun semua harus tetap dalam kontrol dan pengawasan kita. 

Pagi-pagi sambil sarapan pagi di hotel, sempatkan menghubungi anak-anak di rumah. Mereka susah siap ke sekolah? Bekal apa yang mereka bawa? ada PR atau ulangan kah? dan seterusnya.

Bahkan anak-anak mulai bisa lebih mandiri menyiapkan PR, ulangan, atau bahkan saat ujian. Tentu saja kita perlu berbagi tugas dengan mereka yang ada di rumah. Bagikan jadwal ujian pada Ayahnya anak-anak misalnya. ingatkan besok ada ujian apa dan materi apa yang duijikan dan seterusnya. 


Ka Alinga (10 tahun) yang sudah lebih mandiri bahkan, sering saya tugasi untuk memantau adeknya Ka Zaha (8 tahun) saat mereka tengah ujian. Saya pastikan juga bahwa Ka Zaha bisa meminta bantuan Kakaknya saat belajar dan menemukan kesulitan. 

Bersama waktu anak-anak mulai terbiasa hanya dipantau dari jauh. Meskipun saat ada Ibu, mereka kembali lebih manja dan demanding, namun ada saat mereka harus mandiri mereka bisa segera beradaptasi. Mereka juga lebih menghargai sosok dan keberadaan Ibu di dekat mereka, karena jauh dari Ibu menuntut mereka lebih disiplin dan harus mandiri.

3. Menghangatkan Komunikasi dan Memupuk Rasa Rindu

Kadang kita malah tidak sempat ngobrol panjang dengan anak-anak di sela kesibukan harian yang padat. Saat berada juh secara fisik dengan mereka, seperti ada tuntutan lebih untuk berkomunikasi lebih intens. Thanks God teknologi komunikasi sekarang jauh sangat membantu kita memangkas jarak. Kita bahkan bisa melibatkan mereka secara aktif dengan "melaporkan" kondisi kita terkini sekalipun dari jarak jauh.

"Ibu lagi ngapain.."
"Ibu lagi makan malam nih nak"
"Niiih liat ini namanya ayam taliwang, mamamnya pake kangkung kayak gini nih. Enak deh, Ka Zaha pasti suka."
"Pedes gak bu...?"

"Ibu itu siapa yang lagi sama Ibu..."
"Oh ini Om A, kan Ibu tugasnya sm Om A.., say Hai to Om A..."
"Hai Om, jangan lupa oleh-olehnya yaa..."

Pergi sehari, dua hari, tiga hari, empat hari, duuuh sudah mulai deh kangen sama keriuhan menjelang tidur bersama para krucils. Tidur di hotel sendirian, saya kadang malah susah tidur. Tidur di rumah kruntelan berlima dengan krucils rasanya ngangeni sekali. Anak-anak juga ternyata merasakan hal yang sama. 
Kapan Ibu pulang, aku kangen..."
"Ibuuu cepet pulang jangan lama-lama, aku mau bobo sama Ibu, kalau ga ada Ibu aku suka bangun-bangun kalau malem..."

Daan sambutan meriah dan pelukan hangat (saling berebutan) saat memasuki rumah sekembali dari tugas keluar kota adalah syurga, rasanya bahagiaaa banget.

Hmmm kayaknya sih itu dulu ya ceritanya, kapan-kapan kita sambung lagi deh :)




13 comments

  1. i feel u mba, saat DLK itu emang waktu me time kadang sampe kaget kalau bangun pagi terus ga ngapa2in wkwkwk malah lsg breakfast duh indahnya :D
    dan betul banget jadi berasa gitu klo pas nlp duh segitunya anak n suami kangen nanyain mulu kapan pulang padahal sebelum brgkt dh kasih tau pulangnya kapan peswat jam brp tapi di tlp pasti nanyain hal yang sama lagi berasa aku ini dirindukan :D

    ReplyDelete
  2. Ibu saya working mom, anaknya 9 :D saya sulung. Sejak SD saya udah biasa ambil rapot sendiri & rapot adek. SMP? Udah bisa ngasuh bayi hahaha. Seru-seru aja punya ibu pekerja. Tapi sejujurnya saya merasa kehilangan perhatian, Pi #curhatbalik :D hahaha. Ibu kerja, bapak kerja, anak banyak. Tapi saya tau beliau sayang bgt sama anak2nya, ya you win some you lose some. Tinggal pinter2 cari cara mengganti waktu & perhatian yg gak bisa dikasi sewaktu kerja. Beneran deh menurut saya ibu pekerja itu capeknya dobel. So thumbs up buat working mom :)

    ReplyDelete
  3. Ahh, aku merasakan semuanya itu Mak, kalo lagi dapet jatah tugas luar kota rasanya repot dibelakang layar, mesti titip anak, ini bekelnya, ini makannya, ini baju seragam hari anu, heuueueu..
    Sekilas kaya yang seneng ya kita pergi2,padahal mah dilema seorag ibu huhuuu..

    Mbayangin Trio krucil dengan kehebohannya, ahhh seruu! rebutan ibuu..!

    ReplyDelete
  4. tulisannya menarik mba, mengalir dan menyentuh karena saya juga working mom. Anak saya masih bayi sih tapi someday kalau ada DLK saya punya gambarang dari cerita mba harus ngapain biar tetap intens sama orang-orang di rumah :D

    ReplyDelete
  5. iya sangat senang dikangenin anak-anak, dan suamiku suka kesel kalau dia keluar kota anak2 cuek saja

    ReplyDelete
  6. Mba Ophie, aku alamin banget saat bepergian dan harus meninggalkan anak. Keliatan senyum senyum tapi hati dilemanya bukan main. Mau sedih tapi ini harus dijalanin. Smoga kita selalu sehat ya dan anak anak pun demikian

    ReplyDelete
  7. aku juga jarang dinas ke luar kota . sekalinya pergi rasanya pikiran masih di rumah aja. Yah, resiko kita abdi negara

    ReplyDelete
  8. Aku pernah merasakan hal itu Mbak. Me time ibu bekerja yang harus meninggalkan anak buru-buru di pagi hari dan pulang larut, ya dalam perjalanan. Sebisa mungkin aku melakukan me time yang enggak bisa kulakukan saat bersama anak-anak. Hal simplenya adalah, tidur di perjalanan, membaca novel kesayangan, atau sekedar melamun, heheee.

    ReplyDelete
  9. Jadi ingat dulu pas kerja teman-temanku juga banyak yang drama kalau DLK walopun itu cuma sehari. Apalagi kalau yang masih aktif menyusui.

    ReplyDelete
  10. kalau anak saya, waktu emak dan ayahnya ke luar kota, maka nenek menjadi pengganti orang tua. kasih pengertian, dan pergi dengan tenang dinas luar kota

    ReplyDelete
  11. salut mbak... alhamdulillah anak-anak mandiri ya

    ReplyDelete
  12. gimmana ya bilangnya, mungkin karena anak masih kecil jadi pengen selalu dekat dan dekap ibunya ya mbak.. tapi kalau kasih pemahaman barangkali bisa, apalagi udah bisa video call kan.

    ReplyDelete
  13. Kadang pengen juga mbak ninggalin anak keluar kota kalau ada event keluar kota itu, tapi suka mikir2 lagi emang ya kalau anak2nya masih kecil. Yah dinikmati aja, toh anak2 masa kecilnya gk akan terulang lg.

    Tapi skrng kalau buat working mom yg sering dinas luar kota untungnya teknologi video call gtu2 mebantu ya mbak :D

    ReplyDelete

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.