Harun Yahya, Justice Zak, dan Hidayah

sumber photo: harunyahya.com


Harun Yahya. Tiba-tiba beritanya bikin super kaget. Setelah sekian lama, saya gak dengar nama ini dan gak mengikuti perkembangannya. Harun Yahya divonis 1.075 tahun bui dan 3 bulan penjara untuk belasan tuduhan kejahatan yang didakwakan kepadanya mulai dari kejahatan seksual, kejahatan keuangan, kepemilikan narkoba, penipuan, sekte sesat hingga kejahatan politik. 

Harun Yahya yang nama aslinya adalah Adnan Oktar atau Adnan Hoca, seolah telah berubah sekian ribu derajat (saking jauhnya) dari sosok yang setidaknya saya kenali melalui pemikiran dan karyanya di tahun 80-90 an dulu dengan karya-karya fenomenalnya. Agama dan Sains, bidang keahiliannya. Bukunya diproduksi dan dibaca di banyak negara dengan penduduk muslim.  Bukan hanya buku Harun Yahya memproduksi berbagai karya audio visual yang juga tersebar ke berbagai penjuru bahkan memiliki stasiun TV sendiri.

Baca: Aqidah Kokoh Bekal Kehidupan

Menjadi rujukan baru ilmu pengetahuan. Siapa di masa itu yang tidak tergoda untuk membaca teori-teorinya yang menentang Darwin. Sebut saja beberapa buku fenomenalnya: Keruntuhan Teori Evolusi, Atlas of Creation, Bencana Kemanusiaan akibat Drawinisme, Negeri-Negeri yang Musnah, Mengenal Allah Lewat Akal, Keajaiban Al Quran.

Saya tidak akan menceritakan ulang bagaimana kemudian Harun Yahya ditangkap dan dipidanakan sejak 2018 lalu dan keputusan akan proses hukumnya kemudian memang luar biasa mencengangkan sebagaimana kisah dan fakta dibalik jatuhnya hukuman yang terhitung luar biasa tersebut. Googling dan terseraklah kisah seputar tokoh yang belakangan ternyata memimpin sebuah sekte yang dinilai sesat di negaranya ini. Harun Yahya yang bukan lagi nama diri dari Adnan Oktar namun nama entitas bisnis, perkumpulan, organisasi dan apapun itu. Allahu a'lam, demikian kejadian terkini, mengenai kebenarannya yang bahkan masih diragukan banyak orang namun ada pelajaran penting yang bisa kita jadikan hikmah.

Saya tertarik menulis kali ini setelah membaca status di wall Daeng atau Bang Arham Rasyid pagi ini yang intinya mengajak kita untuk selow saja menyikapi perubahan dalam diri seseorang meskipun memang mencengangkan dan perubahannya sangat mendasar. Sebagai orang beriman, kita perlu meyakini bahwa soal hati dan hidayah adalah sesuatu yang berada di ranah kuasa Allah. Allahlah yang membolak-balikkan hati. Atas kehendak Allah jugalah hidayah diberikan kepada seseorang. Demikian sebaliknya.

Kejadian seperti Harun Yahya mungkin menjadi viral karena sosok Harun Yahya memang sangat mendunia. Namun kasus berbolak baliknya hati bahkan pada bentuk yang sangat kontras sekalipun bukan hal yang mustahil terjadi. Sebagaimana Allah tunjuki mereka yang sesat dengan hidayahNya dan Allah putarkan hatinya ke dalam Nur Illahi mereka yang sebelumnya berada di jalan lain. Demikian tidak sedikit, orang yang semula beriman dan ber-Islam kemudian mengambil jalan berubah arah.

Baca: Hakikat Hidayah dan Dhalalah

Pada poin inilah yang kemudian saya teringat dengan peristiwa belasan tahun lalu. Saat itu saya tengah mengambil mata kuliah Human Rights Law di kelas Master saya di Melbourne University. Pada kelas ini yang kemudian menjadi alasan ketertarikan adalah karena dosen tamu yang mengisi adalah seorang hakim Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan: Justice Zak Yacoob. Silahkan di googling untuk mengetahui sosok Justice Zak.

Di luar dugaan saya, ternyata beliau tuna netra. Beliau yang lahir tahun 1948 dan mengalami kebutaan di usia 16 bulan karena meningitis. Beliau mengajar di kelas ditemani Isterinya. Kesan awal saya makin kagum pada sosok ini sampai pada saat sesi perkenalan. Saat mendengar nama saya, beliau sudah bisa menebak kalau saya muslim terlebih ketika tahu saya dari Indonesia. Tidak terlalu lazim di western culture untuk menanyakan agama. Namun kemudian semua peserta kelas ini diidentifikasi agamanya oleh Justice Zak.

Zakeria Mohammed Yacoob, demikian nama lengkapnya. Dengan gamblang Beliau mendeclare bahwa Ia seorang atheis. Saat ini (maksudnya saat Ia menyatakan hal tersbut di kelas). Karena sebelumnya Ia seorang muslim dan hafal Al Qur'an. Beliau menegaskan di kelas tersebut bahwa beliau hafal 30 juz Al Quran. Saya masih agak kaget namun kemudian perlahan menetralisir rasa nano-nano yang mucul.

Yang saya rasakan kemudian adalah beliau sering mengintimidasi saya dengan beberapa pertanyaan terkait dengan Islam. Mencecar dan memojokkan. Well, saya berusaha menjawab sepanjang saya mampu dan meskipun ada rasa tidak nyaman karena menurut saya ini adalah ruang akademis dan bagi kultur barat tidak lazim mendebatkan hal tersebut secara terbuka. Agama merupakan wilayah privat di sana. 

Seorang teman Indonesianist bahkan mensupport dan bilang jawab saja yang tegas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ia paham kalau saya tengah dipojokkan. Meskipun tidak hanya saya dan Islam, karena teman-teman dari agama lain juga didebat dengan model yang sama. Namun sangat terasa kalau ada titik tekan kepada Islam. Berkali-kali Ia mempertanyakan sesuatu yang merujuk kepada Al Quran  (yang menurutnya sangat Ia pahami di luar kepala) dan mendebatkannya. Konsep Qishash, menutup aurat bagi perempuan, hukum waris dan sejenisnya. Dari isu-isu yang dia lontarkan, tampak adanya pemahaman yang mendalam tentang hal tersebut.

Sejujurnya saya tidak nyaman. Pada mata kuliah ini saya mengambil sitting test untuk pengambilan nilai meskipun ada pilihan research paper. Saya menghindari harus banyak berkomunikasi dengan beliau jika harus memilih research paper untuk pengambilan nilai. Meskipun resiko dari sitting test bisa saja saya gagal. Meskipun nilai pas-pasan (satu-satunya nilai paling minin yang saya peroleh), alhamdulillah saya lulus di mata kuliah ini. Gak terbayang kalau harus mengulang lagi. Duuh.

Hikmah dari kejadian ini demikian membekas, betapa seorang penghafal Al Qur'an sekalipun jika Allah ambil hidayah dalam dirinya. La haula wala Quwwata illa Billah. Seperti disampaikan Bang Arham di statusnya tentang Harun Yahya, melihat dan menemui fenomena seperti ini kita tidak perlu berkecil hati. Ini semata Allah menunjukkan kuasanya membolak balikkan hati. Toh Islam tidak akan luntur kemuliaannya karena kesesatan seseorang atau beberapa orang semacam Harun Yahya tersebut.

Di sisi lain, saya mengambil pelajaran bahwa janganlah berlebihan dalam mengikuti seseorang atau pemikirannya. Taklid buta menyesatkan kita. Sedemikian tampak ilmiah dan relevannya pemikiran-pemikiran Harun Yahya yang seolah membumikan Al Qur'an dan sains di kemudian hari tetap menuai kritik. Demikian pula saat sosok Adnan Oktar ini yang kemudian dikupas lebih dalam. Mungkin ada baiknya membaca (setidaknya sinopsis) buku Harun Yahya Undercover.

Manusia dan segala atributnya tidak ada yang kekal. Semua fana semata. Pun, kita juga bisa memilah dan memilih antara orang yang mengucapkan dan apa yang diucapkan. Demikian pula saat kita tidak suka atau tidak cocok dengan pemikiran seseorang. Mungkin tidak perlu pula sampai gas pol dan mengunci kebencian. Allahu a'lam siapa tahu suatu hari Ia diberi hidayah Allah dan jauh lebih taat dan mulia dari pada kita.

Baca juga: Inspirasi Hijrah Peggy Khadija Melati  

Benar adanya suatu hadits dari  Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: “Cintailah orang yang kamu cintai sekadarnya. Bisa jadi orang yang sekarang kamu cintai suatu hari nanti harus kamu benci. Dan bencilah orang yang kamu benci sekadarnya, bisa jadi di satu hari nanti dia menjadi orang yang harus kamu cintai. [HR. At-Tirmidzi no.1997 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 178]

Tidak lain karena Allahlah yang membolak balikkan hati. Tinggal kita selalu mintakan pada pemilik dan penguasa hati untuk memberi kita petunjuknya dan menetapkan hati kita kepada kebenaran dienNya. Allahu a'lam. Semoga Allah berikan petunjuk dan tetapkan kita dalam jalan kebenarannya. Amiin.


No comments

Terimakasih sudah silaturahim, silahkan meninggalkan jejak di sini. Comment yang masuk saya moderasi terlebih dahulu ya. Mohon tidak meninggalkan link hidup.